Apa itu legal pluralisme dan progressive law?
 Legal pluralisme adalah kondisi dimana suatu hukum saling bekerja sama baik hukum agama, hukum negara maupun hukum adat. Dalam pluralisme hukum menganggap semua hukum yang ada adalah sama sehingga bekerja saling terkaitan satu sama lain membentuk suatu interaksi produk hukum yang baru. Konsep hukum dari legal pluralisme diharapkan menghadirkan rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan sosial setiap harinya.Â
Sedangkan, Progressive law adalah suatu pandangan yang dapat dijadikan sebagai jawaban dari hukum formalitas sehingga hukum menjadi membahagiakan dan terciptanya keadilan. Dengan adanya pemikiran hukum progresif dapat menghasilkan terobosan terbaru dengan menekankan bahwa hukum itu ada adalah untuk manusia. Konsep hukum progresif adalah menegakan hukum yang menciptakan bahagia dan dalam penegakan hukum menggunakan hati nurani.
Mengapa legal pluralism masih berkembang dalam masyarakat?
Masyarakat Indonesia yang beraneka ragam baik agama, ras, dan budaya menjadikan Indonesia berpedoman politik hukun plural. Keberagaman masyarakat ini menganggap bahwa hukum pluralisme sesuai dengan kondisi masyarakat dan diharapkan lebih mudah menyatu kedalamnya. Akan tetapi pluralisme hukum tidak boleh terlepas dari sentralisasi Pancasila sehingga Pancasila memberikan karakteristik khusus terhadap pluralisme hukum, jadi pluralisme hukum tidak boleh bertentangan dengan karakteristik yang telah ditetapkan. Selain itu pluralisme tetap berkembang karena mampu menyerap aspirasi yang berada dalam masyarakat dan tetap menghormati hak dan nilai yang ada dalam masyarakat.
Kritik Legal Pluralisme dan Kritik Progressive Law
Kritik legal pluralisme terhadap sentralisme hukum dalam masyarakat.Seperti yang telah dipaparkan bahwa pluralisme dapat menjadi jawaban dari hukum yang sentralistik. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa pluralisme hukum mendapatkan kritik. Dalam pluralisme hukum yang terbuka dengan hukum adat dan hukum lainnya menjadikan permasalahan yang tidak stabil. Dapat dikatakan demikian karena hukum  adat bergantung dari pengakuan hukum negara, sehingga hukum rakyat yang ada bukanlah hukum hidup sendiri akan tetapi hukum rakyat yang dirumuskan oleh negara. Demikian menjadikan peluang konflik yang pada akhirnya memunculkan ketidakpastian hukum.
Kritik Progressive law adalah Hukum progresif juga dinilai tidak bersandar pada kajian obyek hukum yang telah terbangun dalam sistem hukum. Basis teori hukum progresif Satjipto Rahardjo menggunakan kerangka teori empiris (order of fact) yang biasadigunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang ukuran kebenarannya memakai standar korespondensi yaitu adanya adanya kemiripan antara gagasan dengan realitas. Sedangkan ilmu hukum menggunakan kerangka teori yang logis (order of logic) yang ukuran kebenarannya memakai standar koherensi, yaitu adanya kesesuaian antara gagasan yang satu dengan gagasan lainnya yang membentuk satu kesatuan gagasan. Pendekatan hukum progresif ialah pendekatan korespondensi yang secara teoritik bertentangan dengan pendekatan ilmu hukum yang logis.
Pendapat kelompok 4 tentang keberadaan legal pluralism didalam masyarakat
Keberadaan legal pluralisme didalam masyarakat Indonesia tidak dapat dipungkiri kontribusinya dalam penegakan hukum di Indonesia. Karena selain hukum yang telah ditetapkan oleh negara terdapat hukum lainnya yang terus tumbuh didalam masyarakat dan dapat mengatur ketertiban dalam masyarakat itu sendiri, contohnya hukum adat, norma-norma yang berlaku, hukum agama dan sebagainya. Jadi pluralisme hukum ada dengan tidak melanggar sentralistik hukum negara, diharapkannya hukum-hukum lain selain hukum negara dapat dijadikam sebagai penjelas dari hukum sentralistik.
Bagaimana pendapat kelompok anda mengapa progressive law di Indonesia berkembang?
Hukum Indonesia yang mengalami keterpurukan dikarenakan segala doktrin prosedur hukum yang formal sehingga melahirkan hukum yang bersifat formal. Formalisme hukum menjadikan hukum sulit untuk menjangkau permasalahan yang ada dalam masyarakat, sehingga tujuan tujuan luas dari hukum sering kali tidak tercapai. Selain itu, hukum yang bersifat formal seringkali tidak mendapat respon terbaik dari masyarakat. Mereka berspekulasi bahwa hukum yang formal hanya akan melahirkan keadilan demi keformalan bukan keadilan substansial. Pembebasan dari belenggu formal hanya dapat ditempuh melalui paradigma hukum progresif. Pandangan progresif lebih mengutamakan kemanusiaan, kebenaran dan juga keadilan serta rasa saling peduli.Â
Mengutip penjelasan Satjipto Rahrdjo dalam bukunya yang berjudul "Membedah Hukum Progresif" menjelaskan bahwa hukum hanya digunakan untuk menjaga interaksi antara masyarakat terbebas dari gangguan. Akan tetapi jika hanya memfokuskan pada hukum formal maka akan terkendala dalam menggapainya. Hukum yang hadir ditengah-tengah masyarakat tidak serta merta hanya untuk menegakan ketertiban dan juga keadilan, jauh didalamnya hukum ditengah masyarakat memiliki makna dapat mensejahterakan. Inilah yang menjadikan hukum progresif terus berkembang di Indonesia karena sejatinya masyarakat Indonesia tidak membutuhkan hukum yang menakutkan dan menyiksa akan tetapi masyarakat membutuhkan hukum yang membahagiakan dan hukuman dapat menghasilkan kedamaian bukan ketakutan.
Selain itu jika masyarakat merasakan bahagia dan mendapatkan keadilan serta hukuman itu mendamaikan maka tujuan dari hukum yang efektif akan tercapai. Dimana hukum yang efektif tidak terdapat paksaan dalam mematuhi dan tidak ada rasa takut dalam menerima hukum itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H