Hukum Indonesia yang mengalami keterpurukan dikarenakan segala doktrin prosedur hukum yang formal sehingga melahirkan hukum yang bersifat formal. Formalisme hukum menjadikan hukum sulit untuk menjangkau permasalahan yang ada dalam masyarakat, sehingga tujuan tujuan luas dari hukum sering kali tidak tercapai. Selain itu, hukum yang bersifat formal seringkali tidak mendapat respon terbaik dari masyarakat. Mereka berspekulasi bahwa hukum yang formal hanya akan melahirkan keadilan demi keformalan bukan keadilan substansial. Pembebasan dari belenggu formal hanya dapat ditempuh melalui paradigma hukum progresif. Pandangan progresif lebih mengutamakan kemanusiaan, kebenaran dan juga keadilan serta rasa saling peduli.Â
Mengutip penjelasan Satjipto Rahrdjo dalam bukunya yang berjudul "Membedah Hukum Progresif" menjelaskan bahwa hukum hanya digunakan untuk menjaga interaksi antara masyarakat terbebas dari gangguan. Akan tetapi jika hanya memfokuskan pada hukum formal maka akan terkendala dalam menggapainya. Hukum yang hadir ditengah-tengah masyarakat tidak serta merta hanya untuk menegakan ketertiban dan juga keadilan, jauh didalamnya hukum ditengah masyarakat memiliki makna dapat mensejahterakan. Inilah yang menjadikan hukum progresif terus berkembang di Indonesia karena sejatinya masyarakat Indonesia tidak membutuhkan hukum yang menakutkan dan menyiksa akan tetapi masyarakat membutuhkan hukum yang membahagiakan dan hukuman dapat menghasilkan kedamaian bukan ketakutan.
Selain itu jika masyarakat merasakan bahagia dan mendapatkan keadilan serta hukuman itu mendamaikan maka tujuan dari hukum yang efektif akan tercapai. Dimana hukum yang efektif tidak terdapat paksaan dalam mematuhi dan tidak ada rasa takut dalam menerima hukum itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H