Juman terlihat semakin bingung, tengok kanan kiri cari si leman. “Gak ada pak RT. Yang ada kakaknya, mpok iyem”. kata juman.
“Haduh kamu ini, kartu warteg aja ada, apalagi cuma kartu gaple, tapi nanti biar saya usul dilengkapi kartu kopi sama rokoknya.” Jawab Sugeni. Seisi ruangan pun tertawa.
Kampanye kali ini sugeni haqul yakin akan berhasil, RT 100 RW 200 kelurahan tigaratus kecamatan empat ratus akan memenangkan paslon kemeja kelabu berdasi kupu – kupu yang memang sudah diusung partai kelas kakap dan hiu. Sugeni pun sudah merencanakan dengan matang kapan blitzkrieg dilaksanakan. Memilah-milah mana warga yang bisa digoyang dikit pake amplop dan mana warga yang memang lurus-lurus aja. Caranya sugeni cukup jitu, ia memasang istrinya sebagai cepunya ibu-ibu. Setiap pagi Istrinya bertugas pura pura belanja di tukang sayur keliling dari gang ke gang.
Seperti biasa, ibu-ibu itu kalo udah belanja pasti sambil curhat. Inilah, itulah, si A lah si B lah, memble. Cabe naik aja ramenya kedengeran sampe istana. Gimana kalo rok yang naik. Hasil laporan dari di gang satu, istrinya beli tahu sambil cari tahu, mana ibu-ibu yang kurang belanja cabe. Yang kurang beli beras atau maupun yang celetak celetuk pulsa listrik abis. Masuk ke gang dua istrinya beli ikan peda sambil dengerin keluhan ibu-ibu yang anaknya belom bayar spp. Yang suaminya sepi ngojeknya. Yang belom bayar kontrakan. Yang anaknya minta hp si omi terbaru.
Tugas istri sugeni mengingat nama-nama ibu-ibu tersebut untuk kemudian dicatat oleh sugeni dan diundang kepertemuan puncak. Tiga hari setengah menjelang pencoblosan, tepatnya hari sabtu kliwon saat daun jati bertanggalan Sugeni menyebarkan undangan, terutama pada ibu ibu yang memang sudah tercatat keluhan keluhannya.
“Salam sepuluh jari.” Dengan lantang Sugeni tanpa mikrofon “ibu ibu dan bapak – bapak yang saya hormati, saat ini adalah pertemuan puncak. Ingat nanti hari senin wage ibu ibu dan bapak – bapak jangan lupa jangan sampe salah coblosnya. Ingat kemeja abu – abu, dasi kupu – kupu peci miring. Nanti saat malam ibu ibu boleh berdoa, siapa tahu besok menjelang pemilihan ada rezeki nomplok. Pintu jangan dikunci ibu ibu. Lumayan buat nambah – nambah. Bayar listrik. Beli daging. Kan udah lama gak makan daging nih. Intinya ibu ibu diem – diem aja ya“ begitu kata sugeni.
Ibu ibu yang memang lagi butuh uang pada melongo, dalam hati bergumam, koq bisa ini Sugeni tahu kalo listrik dirumah sudah bunyi. Mau beli cabe buat dagang gorengan kagak kebeli. Hebat juga nih. Yang lainnya pun memikirkan hal yang sama. Sampai tiba pada sesi tanya jawab. Ibu ibu pada bungkam, karena diatas kepala ada bunga – bunga seperti film kartun disney sudah menghipnotis pikiran mereka. Pasti nanti itu ada amplop cap sepuluh jari.
Tiba satu hari menjelang pencooblosan, hujan mengguyur deras kota Javata. Termasuk di RT 100 RW 200 kelurahan tigaratus kecamatan empat ratus. Diperkirakan hujan akan sampe pagi hari. Sugeni dan istri sudah menyiapkan amplop –amplop yang akan dibagikan menjelang pukul tiga.
Di ruang tamu, sambil minum teh buatan istrinya Sugeni berkata “Ini namanya Bliztkrieg bu.” Kata sugeni.
“Apa itu pak?, jangkrik?” kata istrinya.
“Ah ibu ini, koq jangkrik. Blitzkrieg itu serangan fajar bu. Itu bapak tahu waktu kuliah sejarah, strategi serangan yang dilakukan tentara jerman bu. Serang pagi pagi. Kan kalo kata orang dulu, kalo baru bangun nyawa belum ngumpul. Nah kalo dikasih duit jadinya iya iya aja kan bu.”