Mohon tunggu...
Fadli A
Fadli A Mohon Tunggu... Freelancer - pencatat arloji

Demi masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adakah Perubahan di Desa Anda?

13 Oktober 2015   16:50 Diperbarui: 13 Oktober 2015   17:08 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai
Selalu ku rindukan, desaku yang permai

Petikan lagu Desaku milik L. Manik tersebut mengingatkan saya pada masa kanak, saat tinggal disebuah desa, bernama Desa Sayang, Kabupaten Sumedang. Letak kantor desa itu berada dipinggir jalan, tepatnya didepan SDN Sayang.

Ditahun 1994, saat saya tinggal disana petikan lirik “desaku yang permai”  masih sangat relevan, karena desa Sayang masih elok dengan hamparan sawahnya, belum banyak tersentuh modernisasi pembangunan. Hingga waktu bergulir, perubahan – perubahan pun mulai saya temukan satu persatu, sawah yang berkurang, tempat penggilingan padi banyak yang tutup lalu muncul retail-retail yang memangsa warung – warung kecil setiap 500 meter, hingga penempatan markas Brimob dikawasan desa saya.

Barangkali sedikit kisah itu hanya gambaran saja, bagaimana proses kemajuan zaman, diikuti dengan pembangunan serta pengembangan wilayah teritorial keamanan dan perluasan usaha ekonomi kapitalis masuk di desa saya.

Pembahasan Kawasan perdesaan dan perkembanganya tentu sangat luas ruang lingkupnya, namun bila merujuk pada UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, salah satu ketentuan umum kawasan perdesaan terdapat pada pasal 1 butir ke 9 pengertian Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

Bila pemerintahaan saat ini mengedepankan pembangunan berbasis kemaritiman dan kebaharian, dalam UU tersebut kata “pertanian” ditempatkan pada awal kalimat, setelah itu kata “pengelolaan sumber daya alam”, contoh pengelolaan SDA ini bisa pertambangan, perikanan/nelayan/budidaya, perkebunan, dan aktivitas lainnya yang identik dengan kegiatan yang bersifat partisipasi masyarakat pada pengelolaan SDA desanya.

Saat ini saya tidak membahas masalah kata “pertanian” yang identik bercorak agraris, karena di di Kab. Barru, Sulawesi Selatan pengelolaan rumput laut pun bisa disebut petani rumput laut. Saya langsung saja masuk pada topik, salah satu program yang saat ini sedang berjalan yaitu penyaluran Dana Desa.

Program yang dibiayai APBN ini selain berdasarkan UU 6 tahun 2014, pengalokasian dana desa dilengkapi dengan PP no.60 tahun 2014 yang mengalami perubahan menjadi PP no. 22 tahun 2015. Salah satu poin pada pasal 11 adalah alokasi dana yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota. Sumber data alokasi dananya dapat dilihat di (http://danadesa.potretdesa.com/#data).  

UU tersebut juga mengatur mekanisme pencairan dana, tahap III pencairan dana desa dilaksanakan pada bulan ini, Oktober 2015 sebesar 20% (dua puluh per seratus). Sebagai contoh pada data, dana desa yang diterima di Kabupaten Bogor, menerima dana desa sebesar 83.206.847.15 maka 20 % dari angka itu adalah sebesar 16.641.369.431, dana ini kemudian disalurkan ke setiap desa di Kab. Bogor, sesuai dengan prioritas yang berdasarkan data statistic tingkat kebutuhan dan keadaan desa dari masing – masing Kabupaten. Proses pencairan ini pun cukup mudah hanya selembar kertas!  http://www.kemendesa.go.id/berita/1614/cukup-selembar-kertas-untuk-cairkan-dana-desa.  

Bila melihat angka miliaran tersebut, saya selalu tanamkan untuk Husnuzon (berprasangka baik), sekalipun fakta dilapangan belum melihat dan merasakan perubahan signifikan di desa saya, Rawa Panjang yang menjadi bagian dari Kabupaten Bogor. Tidak adanya semacam Lembar Pertanggung Jawaban (LPJ) yang ditempel didepan kantor desa, publikasi maupun undangan kegiatan swadaya yang melibatkan masyarakat secara langsung dari dana desa tahap I & II membuat saya semakin bertanya-tanya, dan saya berusaha tetap berprasangka baik, kalo dana desa itu mungkin sedikit saja untuk desa saya dan digunakan di wilayah lain tidak di lingkungan RW saya. 

Di desa saya mungkin sebagian masyarakat adem ayem dan tidak tahu apa sih dana desa, padahal, bila melihat kondisi dilingkungan sampah di kali yang menumpuk, sampah di selokan, minim penerangan dijalan utama dan jalanan utama akses ke desa yang rusak dan jalanan gang disekitar rumah saya yang rusak, tampak belum ada perbaikan dan perubahan. Bukahkah itu yang menjadi salah satu indikator utama penggunaan dana desa tersebut ? Sekali lagi, mudah-mudahan dalam hal ini, saya salah. Bagaimana dengan desa - desa lain ? 

Agar kutipan lagu Desaku diatas menjadi kenyataan “desa tetap permai dan tak mudah bercerai” ditinggal pemuda – pemudinya karena tak ada lagi lapangan penghidupan, maka sepatutnya kinerja Kemendes beserta aparatur desa lebih ditingkatkan terutama dalam menerapkan rumusan dan formulasi penggunaan dana desa dilapangan agar lebih efektif, efisien, dan akuntabilitas penggunaan dana desa ini bisa dipertanggungjawabkan pada masyarakat.

Satu lagi, sebagai karyawan biasa dan warga biasa, bukan dari LSM maupun dari lembaga manapun, terus terang saya tidak bisa langsung memonitor penggunaan dana desa ini, berapa angka yang sampai pada Desa tempat saya tinggal, saya pun saya tidak tahu persis, namun alangkah amanahnya seorang pemimpin bila laporan penggunaan dana desa beserta dokumentasi lokasi penggunaannya ini disampaikan pada tingkat RW dan RT, bisa dibagikan melalui surat atau ditempel dipapan pengumuman kantor kepala desa maupun tingkat RW. bila hal tersebut dilakukan, insya Alloh husnuzon saya dan mungkin warga lainnya, selain berpahala, mendatangkan keberkahan bagi desa.

Sumber  :

http://www.kemendesa.go.id

http://apbnnews.com/kawal-apbn/alokasi-dana-desa-2015/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun