Mohon tunggu...
Shabirah Putri Najiah
Shabirah Putri Najiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019 Universitas Muhammadiyah Malang

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Bahasa Daerah sebagai Identitas dan Warisan Budaya

1 Maret 2022   15:41 Diperbarui: 1 Maret 2022   15:45 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Muna sebagai warisan budaya

Suatu bahasa tidak lepas dari budaya, begitu pula sebaliknya. Budaya dipercaya mempengaruhi bahasa yang ada di masyarakat, sedangkan bahasa dipergunakan untuk melestarikan budaya yang ada. Hubungan timbal balik antara bahasa dan budaya menjadikan keduanya sebagai satu kesatuan yang sulit dipisahkan. 

Bahasa dapat menjadi cerminan dari budaya yang ada pada suatu masyarakat. Fakta bahwa Bahasa Muna telah dipergunakan sejak tahun 4000 SM dapat menjadi tumpuan berpikir kita dalam membantu mencari tahu bagaimana budaya masyarakat Muna dapat diwariskan secara turun temurun hingga saat ini. 

Dengan demikian secara tidak langsung bahasa pada suatu masyarakat juga dipengaruhi oleh budaya pada masyarakat tersebut. Perubahan - perubahan yang terjadi di masyarakat sosial secara tidak langsung memberi dampak pada cara masyarakat memahami suatu bahasa.

Bahasa tidak hanya sebagai identitas, melainkan sebuah warisan budaya yang harus senantiasa dijaga dan dilestarikan. Bahasa merupakan suatu unsur dari kebudayaan yang mendukung budaya dalam suatu masyarakat tetap hidup sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan. Pada masyarakat Muna sendiri, terjadi akulturasi dalam penggunaan bahasa yang menyangkut prosesi adat, politik, sosial dan ekonomi seiring dengan perubahan waktu.  

Seiring dengan bertambahnya usia, saya menemukan beberapa kosakata Bahasa Muna yang mirip dengan kosakata dari bahasa lain. Misalnya, untuk rokok orang Muna menyebutnya sebagai "tabhako" sedangkan di Jepang rokok umumnya disebut "tabako" atau "tobacco". Kesamaan ini memunculkan pemikiran "beberapa kosakata seperti nama benda dibawa dan diperkenalkan oleh orang luar". 

Jika memang demikian, maka rokok yang saat ini beredar di masyarakat Muna pertama kali dibawa dan diperkenalkan oleh orang Jepang pada saat Jepang menjajah kerajaan Muna. Namun, hal ini merupakan pemikiran pribadi saya sebagai acuan bahwa selain merupakan cerminan budaya, bahasa juga mencerminkan dan merekam jejak sejarah suatu daerah. Untuk itu, penting bagi kita merawat dan melestarikan bahasa daerah kita masing- masing demi terjaganya keberagaman baik itu sejarah maupun budaya bangsa Indonesia sebagai warisan luhur yang menjadi ciri khas bangsa di mata dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun