Aku hanya diam tak memerdulikannya.
"Kapan kamu mau buka hati, Ya'? Berhenti merenungi memori yang udah lewat," ucapnya serius.
Hatiku gusar mendengar ucapannya, wajahku seketika memanas jika harus disuruh melupakan ia yang kucintai. Dayat memang selalu mengejarku, mengusikku, agar aku bisa menyukainya. Namun sungguh, tak ada ruang di hatiku untuknya.
"Aku akan terus menunggu." Dayat menatapku sembari meyakinkan.
Tak memerdulikan ucapannya, aku bangkit dan bergegas meninggalkannya. Berusaha menahan isak tangis agar di setiap langkah tak kubayangkan lagi ada dia ... Arsyad.
Sepulang kampus, aku menuju perpustakaan kecil yang tak jauh dari kampusku. Menyentuh lembut satu per satu buku yang tersusun rapi di dalam rak.
Bruk!
Â
Tak sengaja kujatuhkan beberapa buku, dengan cepat kupungut satu per satu. Seketika tangan lembut menyentuh kepala tanganku. Aku menoleh ke depan.
"Kak Arsyad!" Mataku membulat menatapnya.
Ia hanya tersenyum, lalu membantuku memungut beberapa buku yang berserakan.
"Lain kali, megang buku harus fokus. Ngayal mulu!" ledeknya
Aku hanya diam menatapnya. Kubiarkan rasa bahagia menyeruak di dalam dada. Tak percaya ia ada di sini. Hatiku dibuat tak karuan karena kehadirannya.