Mohon tunggu...
shafira adlina
shafira adlina Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mamah Blogger, Asesor dan Fasilitator.

Jadilah pengubah keadaan dan bukan menjadi korban dari perubahan. Temui aku juga di https://www.ceritamamah.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

B30, Harapan Baru Energi Indonesia

28 Agustus 2020   02:01 Diperbarui: 12 Agustus 2021   07:57 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : ilustrasi dari pertamina.com diedit oleh pribadi

Kondisi Energi Saat Ini
Permintaan energi global saat ini tercatat telah meningkat 3 kali sejak 1950 dan pemakaiannya diperkirakan telah mencapai 10.000 juta ton pertahun. Sayangnya kita masih mengandalkan energi yang dihasilkan dari bahan-bahan yang tidak terbarukan seperti batubara, gas, minyak bumi dan energi nuklir. 

Di antara bahan tersebut minyak bumi merupaka sumber utama energi yang paling kritis. Hasil perkiraan Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (2009) jika tidak ditemukan cadangan baru, cadangan minyak bumi di Indonesia akan habis kurang dari 30 tahun lagi. Cadangan gas selama 58.95 tahun sedangkan batubara selama 82.01 tahun.

Padahal dari aspek konsumsi menunjukkan bahwa konsumsi energi Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data periode 2000-2008 menunjukkan konsumsi energi akhir mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 2.73 persen. Ini menjadi suatu ancaman perkembangan perekonomian Indonesia jika dibiarkan. Karena semakin menipisnya cadangan energi fosil pada satu sisi, sementara disisi lain konsumsi energi terus mengalami peningkatan.

Kita Butuh Sumber Energi Terbarukan
Hari ini semakin banyak masyarakat dunia sadar pentingnya lingkungan dan udara yang bersih dan sehat bagi masa depan bumi tercinta. Tidak dapat dipungkiri, energi bersih atau energi terbarukan memang menjadi salah satu isu sentral dunia, mengingat sifat energi fosil yang tidak dapat diperbarui dan menghasilkan polusi. 

Energi fosil selain tidak terbarukan juga menghasilkan gas karbon dioksida yang dapat mengakibatkan pemanasan global. Apalagi Indonesia juga berkomitmen menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca dalam mewujudkan Paris Agreement. 

Atas dasar masalah-masalah tersebut, maka kita membutuhkan bahan bakar alternatif untuk mengurangi atau bahkan mengganti bahan bakar fosil yang tak terbaharui tersebut. 

Belakangan ini kita sering mendengar tentang biodiesel. Selain bioetanol dan biogas, biodiesel merupakan salah satu derivat dari biofuel. Biofuel atau yang sering disebut juga bahan bakar hayati adalah sumber hadir sebagai salah satu alternatif sumber energi untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Biofuel merupakan energi yang berasal dari bahan organik yang dibuat dari tumbuhan maupun hewan.

Mengenal Biodiesel yang Ramah Lingkungan

Seperti yang kita ketahui bersama minyak diesel atau solar adalah salah satu BBM yang penting dalam perekonomian Indonesia.  Biodiesel merupakan minyak dari tumbuhan atau hewan yang dicampurkan dengan bahan bakar solar untuk mesin diesel. 

Tentu seperti yang dijelaskan di awal keunggulan biodiesel sebagai bahan bakar menjadi titik terang sebagai bahan bakar yang diproduksi dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Selain bersifat lebih ramah lingkungan karena dapat terurai di alam, biodiesel juga merupakan bahan bakar non toksik, efisiensi tinggi, dan memiliki kandungan sulfur dan aromatik rendah (Pinto dkk, 2005).  

Apakah teman-teman tahu bahwa solar yang tersedia di SPBU khususnya pertamina dinamakan biosolar? Biosolar merupakan campuran solar dan biodiesel. Di Indonesia per Januari 2020, di seluruh SPBU PT. Pertamina menjual Biosolar yang disebut B30. B30 merupakan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar. 

Salah satu bahan bakar ramah lingkungan yang relatif sederhana proses produksinya adalah bahan bakar nabati yang menjadi bahan campuran untuk salah satu produk Pertamina Biosolar. Fakta menarik lagi bahwa biodiesel B30 memiliki cetane number (angka yang menunjukkan kualitas bahan bakar diesel) yang lebih baik dan emisi karbon dioksida yang lebih rendah dibandingkan solar. Biodiesel ini juga bisa digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi.

Sampai hari ini, di Indonesia bahan baku biodiesel yang diperjualbelikan berasal dari Minyak Sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Namun ratusan jurnal penelitian telah menyebutkan bahwa sumber daya alam Indonesia seperti tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dapat berpotensi untuk bahan baku biodiesel. 

Dilansir dari Publikasi Pertamina bahwa kelapa sawit masih sebagai sumber minyak nabati yang paling produktif. Satu hektar tanaman kelapa sawit mampu menghasilkan 3,5 ton minyak nabati.

Jalan Panjang Penelitian Biodiesel
Prinsip teknologi yang mempermudah manusia memang memiliki penelitian dan pengembangan tidak sebentar. Sama halnya dengan biodiesel kita rasakan saat ini. 

Sesungguhnya sebelum ada program mandatori ini, Pertamina menngimplemantasikan pengembangan bisnis biodiesel di Indonesia pada tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. 

Lambat laun secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010. Dalam rentang waktu 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2016, B20 mulai diimplementasikan untuk seluruh sektor terkait.

HARAPAN BARU ENERGI INDONESIA, B30
Bulan Desember 2019 Presiden Indonesia, Joko Widodo meresmikan implementasikan B30. Kita patut berbangga Indonesia menjadi Negara pertama di dunia yang menggunakan biodiesel 30% untuk campuran solar. Tentu bukan tanpa alasan pemerintah Indonesia memutuskan untuk menggulirkan program mandatori B30 setelah dua tahun sebelumnya konsisten menerapkan mandatori B20.

Hingga hari ini kita melihat pemerintah telah berusaha mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan yang bertujuan untuk mendukung pengembangan biodiesel. Mulai dari target penggunaan wajib (mandatori) biofuel hingga dana kelapa sawit (CPO Fund) yang mulai ditarik pada 1 Juli 2015. Namun tentu masih ada kelemahan sektor biodiesel di Indonesia yang menyebabkan kebijakan dan peraturan menjadi kurang efektif, sehingga pengembangan bioenergi di Indonesia masih jauh dari target.  

Mungkin terbesit pertanyaan kita "Seberapa banyak apa sawit kita hingga bisa mensuplai kebutuhan biodiesel?"

Ibu Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM menyebutkan bahwa sampai saat ini pasokan sawit kita masih berlimpah dan bisa mensuplai kebutuhan biodiesel. Untuk produksi tahun 2019 hanya sekitar 2% produk nasional yang dipakai untuk produksi biodiesel. 

Apalagi setelah ada banned ekspor kelapa sawit oleh Negara Eropa.Kementrian ESDM juga bekerja dengan Kementrian Pertanian dan Kementrian Lingkungan Hidup untuk meningkatkan produktivitas sawit. Sampai saat ini tujuan biodiesel sebagai pendamping energi fosil bukan pengganti seluruhnya.

Ibu Andriah juga menambahkan ada beberapa subsektor yang tidak memakai B30 seperti Alat utama sistem pertahanan (alutsista), pembangkit yang menggunakan gas turbin masih diberi relaksasi karena belum kompatibel dengan biodiesel. Tetapi selain sektor tersebut, biodiesel sudah tersebar di seluruh Indonesia.

MENEPIS KERAGUAN TERHADAP B30
Dalam mempromosikan sebuah produk baru memang bukan hal yang mudah. Banyak kekhawatiran yang dirasakan semua pihak, apalagi masyarakat sebagai konsumen akhir.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ikut memonitor kualitas dan performa bahan bakar sejak kegiatan road test penggunaan bahan bakar B30 kendaraan bermesin diesel. Sebelum melepas biodiesel ini ke masyarakat, Kementrian ESDM dan lembaga terkait menguji dengan road test mulai dari emisi buangan dan efektifitas. Di dalam road test juga lembaga pemerintah mengandeng manufaktur agar bisa menyesuaikan produksi mesin apa.

Jadi kita perlu menumbuhkan rasa percaya dan lega hati. Karena pemantauan kualitas dan performa bahan bakar uji (B30) melibatkan unit kerja Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP) dan Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain (BTBRD). Tidak hanya dari aspek kendaraan, dari sisi maintenance, B30 juga sudah lolos kualifikasinya.

Penutup
Selain dapat mewujudkan cita-cita Negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak, Implementasi program B30 tentu sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.Semoga penerapan program B30 ini dapat menjadi program yang berkelanjutan dan terjaga rantai pasoknya dari hulu hingga ke hilir.

Keberhasilan penerapan program mandatori B30 di Indonesia diperlukan kolaborasi dan komitmen banyak pihak. Mulai dari pemangku kebijakan, stakeholder, bahkan kita sebagai rakyat Indonesia. Salah satunya dengan ikut mendukung penggunaan bahan bakar ramah lingkungan ini. Semoga segala kebijakan ini tidak hanya mencapai target semata tetapi mampu menjaga bumi kita tercinta.

Sumber data:
•pertamina.com/Media/File/Energia-Weekly-30-Desember-2019-.pdf
•majalah energia-pertamina, Januari 2020
•Pinto, AC dkk. 2005. Biodiesel : An Overview.  J. Braz. Chem. Soc. 16 (6B), 1313-1330.
•ebtke.esdm.go.id
•ebtke.esdm.go.id
•Podcast geoinsight.id eps 27 (BIO30 bersama Ibu Andriah)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun