[caption id="attachment_91319" align="aligncenter" width="680" caption="Tradisi Grebek Maulid di Jogjakarta, Rabu (16/2)/Admin (Ferganata Indra Riatmoko/KOMPAS)"][/caption] Perayaan Sekaten (peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW) di Kraton Yogyakarta selalu diawali dengan Pasar Malam yang berlangsung selama 35 hari pada 7 Januari s.d 8 Februari 2011 lalu. Kemudian Sekaten itu sendiri dimulai pada minggu lalu (09/02) dengan adanya prosesi miyos gongso (miyos=keluar, gongso=gamelan), yaitu dikeluarkannya gamelan milik Kraton Jogja untuk dibawa ke pagongan di halaman Masjid Agung Kauman dan dimainkan selama 7 hari penuh. Setelah 7 hari gamelan tersebut dikembalikan lagi ke Kraton pada Selasa malam (15/02), proses ini dinamakan kondhur gongso (kondhur=pulang, kembali). [caption id="attachment_89633" align="aligncenter" width="300" caption="gunungan kakung (dok. @dwiputrirats)"]
[/caption] Siang kemarin (16/02) yang jatuh pada tanggal 12 Mulud dalam kalender Jawa atau 13 Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah (tahun ini berbeda 1 hari antara penanggalan Jawa dan Hijriyah) merupakan puncak perayaan Sekaten yang ditandai dengan Upacara
Grebeg Mulud atau sering disebut
Bedhol Songsong. Sejak pukul 08.00 masyarakat sudah memadati
Keben atau halaman Kraton Jogja, mereka menunggu para
prajurit berdatangan. Kalau biasanya hanya ada 10
bregada (kesatuan), di Grebeg Mulud ini ada 2 bregada tambahan yaitu para prajurit dari
Puro Pakualaman yang nantinya akan mengawal gunungan yang diperebutkan di halaman Puro Pakualaman. [caption id="attachment_89642" align="aligncenter" width="300" caption="salah satu bregada prajurit dari pakualaman (dok. pribadi)"]
[/caption] Pada Upacara Grebeg tahun ini, Kraton mengeluarkan 7 buah gunungan dengan rincian gunungan putri, gepak, pawahuan dan dharat, masing-masing berjumlah satu buah serta gunungan jaler berjumlah tiga buah. Gunungan-gunungan tersebut akan diperebutkan di halaman Masjid Agung Kauman sebanyak 5 buah, di Puro Pakualaman 1 buah dan di Kepatihan (kantor DPRD Jogja) juga 1 buah. [caption id="attachment_89643" align="aligncenter" width="300" caption="gunungan putri di bangsal ponconiti (dok.pribadi)"]
[/caption] Di Pagelaran Kraton dan Alun-alun Utara tempat dilakukannya Upacara Grebeg pun tak kalah sesaknya dengan di Keben. Siang itu pukul 09.30 dan cuaca sangat panas, meski begitu tak menyurutkan antusiasme masyarakat yang berjubel di sana, sengaja untuk menyaksikan arak-arakan 7 buah gunungan, 10 bregada prajurit dan 4 ekor kuda.
Stand-stand pasar malam yang memang belum bubar menambah gerah suasana siang itu. Jadilah campur aduk antara stand, masyarakat, para kuli tinta dan juru foto yang memenuhi Alun-alun Utara di ruas barat. Dan sebagai informasi, masyarakat yang menyaksikan Grebeg ini datang dari segala penjuru DIY, bahkan di tempat parkir terlihat beberapa bus kecil dengan plat nomor asing seperti AA, AD dan sebaginya. [caption id="attachment_89644" align="aligncenter" width="300" caption="pindah sarapan pun jadi, demi menyaksikan upacara grebeg (dok. pribadi)"]
[/caption] Ketika, para prajurit keluar dari Pagelaran Kraton menuju Alun-alun, tiba-tiba matahari jadi meredup. Kesepuluh bregada telah keluar dan berhenti sejenak di alun-alun, menunggu gunungan diangkut. [caption id="attachment_89646" align="aligncenter" width="300" caption="kuda milik kraton ikut dalam iring-iringan (dok. pribadi)"]
[/caption] Akhirnya pukul 11.00, gunungan-gunungan yang sebelumnya diletakkan di Bangsal Ponconiti dan kemudian diletakkan di Pagelaran untuk beberapa saat, dikeluarkan dan dibawa ke Masjid Agung Kauman, Puro Pakualaman, dan Kepatihan melewati alun-alun. Sebelum gunungan-gunungan itu keluar, terlebih dahulu ada tembakan salvo oleh beberapa prajurit sebagai penanda. [caption id="attachment_89645" align="aligncenter" width="300" caption="tembakan salvo oleh soerang prajurit prawirotomo (dok. pribadi)"]
[/caption] Tak seperti biasanya, kemarin pintu gerbang Masjid Kauman terkunci rapat sebelum iring-iringan gunungan tiba. Mungkin hal ini dilakukan agar pelataran masjid tak begitu penuh sesak mengingat, begitu banyaknya masyarakat yang antusias pada ritual ini. Selain itu juga untuk menghindarkan tindakan anarkis dari masyarakat yang biasanya sudah merangsek ke gunungan sebelum gunungan-gunungan tersebut selesai didoakan. Di Masjid Kauman, 5 buah gunungan yang dikawal oleh
Prajurit Surokarso ludes tanpa sisa diperebutkan oleh masyarakat, bahkan sisa-sisa kerangkanya pun benar-benar tak ada. Sedangkan 1 buah gunungan yang akan diperebutkan di Puro Pakualaman dikawal oleh 2 bregada yang saya sebutkan diatas tadi. Dan untuk 1 buah gunungan yang tersisa dibawa ke Kepatihan dengan dikawal oleh Prajurit Bugis menyusuri jalan Malioboro. [caption id="attachment_89647" align="aligncenter" width="300" caption="suasana ketika gunungan dirayah di masjid kauman (detik.com)"]
[/caption] [caption id="attachment_89632" align="aligncenter" width="300" caption="seorang ibu puas dengan hasil rayahannya (dok. @dwiputrirats)"]
[/caption] Dengan dibawa dan diperebutkannya gunungan-gunungan Kraton tersebut, masa selesailah rangkaian perayaan Sekaten tahun ini. Tampak beberapa orang yang puas karena berhasil
ngalap berkah dengan mendapatkan bagian dari gunungan, namun ada juga dari mereka yang malah tekor karena kecopetan dompet atau
handphone-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya