Satu kendaraan pribadi jenis LGC melaju. 1 orang di kursi depan sebelah kiri menjadi penumpang. 1 di samping kanan, memegang kemudi. Dua kursi belakang, kosong. Beberapa menit kemudian, dua mobil pribadi beriringan tak berjarak jauh. Hanya saja ini lebih besar, memiliki enam kursi. Mobil urutan depan memiliki satu pengemudi sementara dua penumpang di belakang. Terlihat barang bawaannya menumpuk di bagasi belakang.
Sepertinya tujuanna lebih jauh dari mobil pertama tadi. Mobil urutan kedua lebih sesak, semua kursi penuh. Lengkap dengan muatan yang cukup banyak di atas. Sudah diikat kuat, yakin takkan jatuh berceceran. Setidaknya itu keyakinan sang sopir.
Hmm, kenapa tak disatukan dalam kendaraan yang lebih besar? Lebih banyak menampung orang. Lebih efisien dalam banyak hal. Bus mungkin?.
Melihat pemandangan seperti ini, seakan mengingatkan hal yang sedang banyak diperbincangkan banyak orang. Setidaknya beberapa media pemberitaan online menerbitkan tautan beritanya. Beberapa muncul di timeline media sosial. Beberapa saya sempatkan untuk membacanya.
Ini tentang Omnibus Law Cipta Kerja.
Ya, itu dia. Kalimat yang belakangan ini membawa pada giat literasi untuk mencari informasi lebih jauh tentang Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Saya lengkapkan dengan Omnibus Law Cipta Kerja.
In my humble opinion, Omnibus Law sendiri sebenarnya merupakan satu armada besar. Satu kendaraan angkutan dengan banyak kursi yang didesain dapat mengangkut banyak penumpang. Disiapkan untuk menampung banyak beban melebihi armada-armada kecil yang hanya dapat menampung satu sampai enam orang penumpang saja. Dengan tujuan untuk mempersatukan persepsi dan efisiensi dalam satu kendaraan yang sama.
Dalam penyederhanaan, Omnibus Law itu sebenarnya adalah aturan yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang. Bisa dua, tiga, empat dan seterusnya peraturan yang sebelumnya ada kemudian dikemas dalam satu jilid besar berbentuk Undang-Undang yang meliputi beberapa peraturan yang tadinya banyak terpisah dan saling tumpang tindih.
Seperti yang disampaikan oleh Presiden sendiri, tujuan dari Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Fungsinya untuk menyederhanakan aturan-aturan yang memperlambat proses percepatan ekonomi. Presiden menginginkan percepatan ekonomi lebih dari saat ini, semuanya ingin kebijakan bisa diputuskan secara cepat. Apalagi terkait buruh yang memiliki jumlah cukup besar di negeri ini.
Pemikiran seperti ini mungkin saja berdasarkan pada alasan bahwa perubahan dunia sekarang begitu cepat sehingga diperlukan keputusan yang juga cepat.
Karenanya, Omnibus Law bertujuan untuk proses ekonomi yang diharapkan akan lebih cepat demi terbentuknya penciptaan lapangan kerja. Jika saja lapangan kerja lebih banyak tersedia maka kesejahteraan bukan hanya sekadar nawacita. Tentunya dengan harapan agar kerja lebih dari sekedar kerja tapi merupakan kerja sejahtera. Kerja yang mensejahterakan pekerja.
Di beberapa daerah, secara administratif misalnya setingkat provinsi atau kabupaten/kota, seringkali regulasi membelenggu penciptaan lapangan kerja di daerah tersebut karena tumpang tindihnya aturan. Kadangkala aturan di daerah tidak sinkron dengan aturan yang ada di pusat sehingga menciptakan kendala baru dalam investasi. Investasi tersendat, lapangan kerja terhambat dan percepatan pembangunan kesejahteraan susah didapat.
Seperti misalnya untuk besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di beberapa daerah di Jawa Barat yang dirasakan terlalu tinggi oleh investor. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan dalam perhitungan pendapatan dan upah kerja yang dikeluarkan. Di sisi lain akan terlalu sulit untuk menaikkan harga jual barang hasil produksi di pasaran karena otomatis menyebabkan daya beli menurun. Pada akhirnya pilihan terakhir adalah memindahkan pabrik-pabrik produksi ke daerah yang memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) lebih rendah dari Jawa Barat, misalnya saja Jawa Timur.
Efek buruk bagi yang ditinggalkan pindah adalah tentunya kehilangan pekerjaan bagi para buruh pabrik. Hanya sebagian kecil saja yang mungkin mampu untuk mengikuti kepindahan. Sisanya, kembali mencari kerja di kota tersebut. Bersaing dengan banyak pengangguran yang bernasib sama. Bersaing dengan para pencari kerja yang baru lulus sekolah dan kuliah, notabene secara tenaga dan pendidikan mereka lebih fresh.
Disanalah gunanya Omnibus Law. Secara sederhana penciptaan lapangan kerja itu bisa dilakukan kalau investasi itu ada. Baik investasi dalam negeri atau dari luar.
Adapun untuk pro kontra terkait Omnibus Law Cipta Kerja, yang setidaknya memayungi lebih dari enam Undang-Undang yang telah ada sebelumnya. Menjilid pasal-pasal yang mencapai digit empat. Maka sudah tugas semua pihak untuk mendampingi penyusunan draft, revisi RUU hingga pengesahan agar dapat menguntungkan semua pihak.
Rakyat, Pemerintah dan Investor yang memiliki kepentingan sama-sama tidak dirugikan.
Karena pembangunan dan penyediaan lapangan kerja tidak hanya tanggungjawab Pemerintah, namun itu merupakan tanggungjawab bersama. Dampingi, awasi dan kritisi dengan penuh tanggungjawab. Setidaknya, ada peran aktif dalam perumusan peraturan yang dapat menjadi payung teduh untuk semua. Kita berada di negara bebas kok, selama masuk akal dan demi kebaikan semua lini, why not?
Wait, see and do something good.
Tidak perlu banyak kendaraan kecil, cukup kendaraan besar yang nyaman, aman dan lebih cepat mengantarkan kita pada tujuan. Mewujudkan sila kelima demi masyarakat yang sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H