Mohon tunggu...
Git Agusti
Git Agusti Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger Cianjur

Suka menulis apapun yang diinginkan untuk ditulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Setop untuk Memanjakan Pengemis

14 Mei 2019   14:59 Diperbarui: 14 Mei 2019   15:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan ini berbondong-bondong orang-orang dari luar kota mendatangi kota-kota besar lalu diam di suatu tempat yang ramai dikunjungi dan dilewati orang untuk tujuan mengiba belas kasihan dari oranglain. 

Hal ini terus berulang dan jumlahnya setiap tahun terus melonjak. Hal ini menjadi masalah yang pelik bagi pemerintah sendiri karena tindakan refresif berupa penangkatan oleh Dinas Sosial dan Pol PP seringkali tidak membuat mereka jera dan kembali lagi menjadi pengemis. 

Kompetisi antar pengemis untuk mendapatkan "penghasilan dan THR" menjelang Lebaran dipertontonkan menjadi pemandangan sehari-hari di trotoar, pasar, jembatan penyebrangan, pusat perbelanjaan, mesjid-mesjid besar dan taman-taman kota. Sebagian lagi mungkin bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dari rumah satu ke rumah yang lain secara door to door mengiba "mengeksplorasi" kekurangan yang dimilikinya untuk kemudian dijadikan "make up" agar orang lain mau untuk memberikan sumbangan. 

Modus door to door sekarang tidak hanya dilakukan di kota-kota besar saja melainkan sudah sampai ke kampung-kampung termasuk di desa tempat tinggal saya. Biasanya secara periodik mereka mendatangi kampung tertentu dan seolah memiliki rute dan jadwal yang sudah ditentukan. 

Tak tanggung-tanggung, seringkali mereka menawar untuk apa yang dimintai, jika tidak berbentuk uang maka mereka siap menampung beras, uniknya lagi mereka sudah mempersiapkan wadah yang lumayan besar untuk membawa beras yang disumbangkan, lucu bukan?

Namun sebenarnya secara pribadi saya sendiri seringkali menguatkan diri agar tetap husnudzon untuk para pengharap sedekah di jalanan. Bisa jadi mereka memang benar-benar membutuhkan dan tidak ada pekerjaan yang dapat mereka kerjakan selain ini. 

Pikiran berbaik sangka ini masih dapat berlaku jika saya menemukan pengemis yang memang terlihat benar-benar layak disebut orang yang "tidak dapat bekerja lagi" seperti cacat tubuh permanen total, dan lansia. 

Namun perasaan su'udzon seringkali menghinggapi ketika yang meminta sedekah adalah orang-orang yang saya rasa secara kasat mata memiliki badan dan usia yang bisa melakukan sesuatu untuk mendapatkan biaya hidup selain mengemis.

Seringkali merasa aneh dengan orang-orang yang secara sukarela dan gamblang melabeli dirinya dengan status peminta-minta dan pengemis sedangkan terlihat tubuhnya segar bugar dan sehat. Apalagi dengan modus penipuan lainnya misalnya pura-pura cacat atau pura-pura sakit seperti beberapa kasus yang ditemukan. 

Bahkan tidak sedikit ditemukan kemudian hari ada pengemis yang memiliki kehidupan yang mapan mulai dari rumah dan segala isinya serta harga yang cukup banyak di kampung halamannya, semuanya berasal dari hasil mengemis. 

Bahkan yang mengagetkan adalah ada yang ketika berangkat ke tempat mengemisnya itu diantar jemput oleh keluarganya atau menggunakan mobil lumayan mewah ketika selesai mengemis, luar biasa!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun