Memasuki bulan Ramadhan menjadi suatu  hal yang memberikan kebahagiaan untuk setiap umat muslim. Di bulan yang penuh berkah ini, setiap orang berlomba-lomba untuk meningkatkan kebaikan.
Di Indonesia sendiri yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ragam tradisi baik yang dilakukan secara seremonial semisal acara besar yang melibatkan banyak orang untuk menyambut Ramadhan ataupun tradisi-tradisi kecil seperti berbagi rezeki dengan sesama menjadi kebiasaan.
Membicarakan tradisi yang sering dilakukan di dalam bulan Ramadhan, ada satu tradisi di tempat tinggal kami yang menjadi pengikat rasa kekeluargaan antar tetangga.
Hidup menjadi masyarakat pedesaan di salahsatu wilayah di Cianjur (selatan) Â membuat kami senantiasa terbiasa dengan komunikasi yang intens dengan sesama penduduk desa apalagi yang rumahnya berdekatan, bahkan meskipun terbilang jauh sekalipun.
Sehingga karena hal inilah ada beberapa kebiasaan-kebiasaan sederhana namun sangat bermakna yang kami senantiasa hidupkan dalam Ramadhan.
Berbagi makanan untuk takjil, inilah tradisi yang kami jaga dan lestarikan secara turun temurun sejak kami kecil. Ketika hari mulai menjelang petang di saat waktu berbuka puasa sudah dekat, biasanya setiap rumah akan memasak makanan ringan dan minuman sederhana semacam gorengan, rujak atau kolak. Untuk porsinya selalu mengusahakan untuk dilebihkan agar nantinya bisa disisihkan sebagian untuk tetangga terdekat.
Bagi orang-orang yang memiliki sudah anak-anak, biasanya paket takjil sederhana ini akan diantarkan oleh anak-anak mereka sendiri. Begitupun sebaliknya, seringkali kami mendapatkan kiriman makanan takjil ini dari tetangga. Tak jarang menu yang diberikan tetangga adalah menu takjil yang sama namun inilah kenikmatan yang menambah sukacita kami di bulan Ramadhan.
Dulu ketika saya masih kecil dan seringkali menjadi "pengantar paket takjil" ini pernah menanyakan kenapa kita sering memberikan paket takjil ini ke tetangga padahal tetangga sendiri memiliki menu yang sama.
Atau kemudian pertanyaan yang sama terlontar ketika saya mengetahui bahwa tetangga kami memiliki makanan yang lebih banyak atau untuk tetangga yang lain sama sekali tidak pernah membuat menu takjil (karena keterbatasan, maaf).
Namun orangtua hanya tersenyum dan memberikan jawaban singkat dengan mengatakan bahwa hal ini dilakukan "karena makanan kita terlalu banyak".
Sekarang, sekian belas tahun yang lalu di lingkungan tempat tinggal yang sama, mulai dipahami mengapa orangtua kami selalu menjaga tradisi untuk saling berbagi meski sekedar makanan yang tidak bernilai besar jika dihitung secara materi. Namun kebiasaan ini menjadi sangat bernilai besar jika dilihat dari manfaat yang dirasakan saat ini sehingga saya pun menurunkan kebiasaan ini untuk anak-anak kami sejak kecil.