Mohon tunggu...
F. Sugeng Mujiono
F. Sugeng Mujiono Mohon Tunggu... Lainnya - Pensiunan

Pensiunan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepasang Lansia dan Seorang Perawan Tua (Kasih Tak Sampai 2)

5 Juni 2021   23:31 Diperbarui: 6 Juni 2021   00:15 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Bu ..." kataku dalam pelukan Ibu. Ibu juga hanya bisa menanggapi dengan cucuran air mata. Dan ketika itu, terdengar pintu diketuk.

 Ibu melepas pelukanku, mengusap air mata untuk menyambut tamu.

 "Selamat pagi. Silakan masuk," terdengar Ibu mempersilakan. Hatiku kecut, aku mengenal suara tamu itu, teman sekantorku. Aku semakin pusing. Tanpa niat yang kusadari, aku bergegas mendapatkan tamu itu.

 "Hei, kenapa kamu kesini?" aku mendamprat tamu itu. "Jangan ganggu aku, jangan hina aku. Pergi kamu! Pergi....."

 "Watik ...'" Ibu melerai. "Jangan begitu, Watik."

 "Pergi ..., pergi...!" aku memekik sekuatku. Dan aku tak ingat apa yang terjadi. Hingga akhirnya aku sudah kembali ke kamarku semula.

 Tak tahu, sudah berapa lama aku mengurung diri. Terpikir olehku, bagaimana sikap Ichsan. Mungkin dia marah kena damprat Ayah. Mungkin dia sabar menantiku. Mungkin dia putus asa. Namun aku yakin, Ichsan sangat bijaksana. Dia tidak cengeng, tidak emosional, dan ia pasti berani mengambil keputusan terbaik baginya, bagi aku, bagi semuanya. Hingga suatu saat kuterima sepucuk surat.

  

Maafkan aku Watik, untuk mengambil keputusan ini. Berulang kali kukatakan, substansi sebuah keyakinan adalah kasih. Kasih adalah wujud amal bakti kita sebagai orang beriman. Keyakinan  tanpa kasih adalah omong kosong. Dan kasih bukan terbatas pada kita berdua. Kasih harus kita berikan kepada semua orang, kepadamu dan kepadaku,  juga kepada ayahmu. Kasih itu tidak sombong, tidak egois, namun berani berkorban. Oleh sebab itu, baiklah kita korbankan tali kasih kita berdua, demi kepentingan yang lebih mulia. Memang terasa pahit dan berat. Untuk mengambil keputusan ini, sangatlah berat, kulakukan dengan cucuran air mata yang tertumpah. Tapi, itulah kasih sejati, kita berusaha memahami. Kita rela memutus tali kasih kita demi ayahmu, keluargamu, juga keluargaku,  dan demi kebaikan semuanya. Jangan larut dalam kesedihan. Kita semai harapan baru dalam kasih yang sejati...

  

Aku tak kuasa membaca tuntas. Aku memekik sekuatku. Dan apa yang terjadi kemudian, tak lagi masuk dalam ingatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun