Beberapa hal praktis yang bisa kita lakukan antara lain: pertama, berusaha selalu memuji dan mengangkat kelebihan atasan kita. Pujian yang terlalu kentara bisa jadi efektif, tapi hanya dalam waktu singkat dan bagi sebagian orang saja.Â
Pujian yang tersembunyi akan jauh lebih efektif. Buatlah agar ia selalu merasa lebih pintar darimu, dan bahwa kamu selalu membutuhkan keahliannya.Â
Bahkan terkadang secara sengaja kita perlu membuat kesalahan-kesalahan kecil sehingga memberinya kesempatan untuk mengoreksi kesalahan kita itu.
Kedua, jika pemikiran atau ide kita lebih bagus atau kreatif darinya, maka sebisanya gambarkan di depan umum bahwa itu merupakan ide atau pemikirannya.Â
Perjelas bahwa ide yang engkau ungkapkan itu merupakan gema dari idenya. Masih ada nasihat praktis lainnya yang dijelaskan Greene  terkait relasi pemimpin-bawahan ini yang dapat memberikan manfaat praktis di dunia kerja.
Menurut saya, apa yang disampaikan Greene memang terasa mind blowing, sebab jauh dari anggapan umum selama ini.Â
Kalau bisa saya katakan bahwa pendekatan pragmatis Greene ini, meminjam istilah Thomas Kuhn, merupakan sesuatu  yang revolusioner. Ia menghancurkan fondasi dan tatanan kebenaran yang selaama ini diterima begitu saja dalam dunia kerja.Â
Ia seperti membangunkan kita dari tidur idealisme dan mempertontonkan secara terang-benderang dunia riil yang terjadi. Sama seperti Machievelli dalam Il Principe, Greene sepertinya mengabaikan pelajaran etika tentang yang baik, yang mesti dilakukan, dan yang tidak baik, yang mesti dihindari.
Kita boleh saja tidak setuju dengan pandangan Greene. Bahwa pandangannya ini dapat mengancam kebaikan bagi keberlangsungan dan pertumbuhan suatu organisasi.Â
Namun, kalau boleh sedikit jujur, mesti saya akui bahwa apa yang disampaikannya itu banyak sisi benarnya.Â
Apalagi maksud Greene bukan hendak mengajarkan kita menjadi orang suci, tetapi agar bagaimana kita bisa bertahan dalam kerasnya dunia kerja yang penuh kompetisi itu. Selanjutnya, terserah Anda!