Akhir dari perjalanan kami membawa kami ke sebuah rumah berwarna abu-abu, yang disebut Esther Huis. Rumah ini didesain dengan gaya Indische klasik, disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Nuansa kolonial terasa kental dalam bangunan ini, namun dipadukan dengan sentuhan budaya lokal yang menciptakan harmoni yang unik. Di sini, koleksi batik dan pakaian yang mencerminkan akulturasi tiga budaya--Jawa, Belanda, dan Tionghoa--dipamerkan dengan elegan. Setiap helai kain dan desain pakaian menunjukkan betapa kayanya interaksi antara tradisi dan budaya dalam sejarah Indonesia.
Selain koleksi pakaian, ada juga furnitur-furnitur yang diambil langsung dari rumah keluarga Haryono, pemrakarsa museum ini. Furnitur-furnitur tersebut bukan hanya benda mati, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang keluarga ini dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya. Mima menyampaikan fakta-fakta menarik tentang asal-usul pakaian yang dipajang, bagaimana setiap detail menunjukkan pengaruh dari ketiga budaya tersebut, dan bagaimana pakaian ini mencerminkan perubahan zaman serta dinamika sosial.
Tur pun diakhiri dengan cara yang sangat menyenangkan--istirahat sejenak di pelataran tak jauh dari Esther Huis. Kami disuguhi teh dan kukis yang sangat nikmat, sebuah perpaduan sederhana namun menyegarkan. Sembari menyantap suguhan tersebut, kami menikmati suasana tenang Ullen Sentalu yang terasa damai dan menenangkan, seolah-olah waktu melambat, memberi ruang untuk merenungkan semua yang telah kami pelajari selama tur ini.
Setelah menikmati istirahat, Mima pamit untuk mengakhiri perjalanan kami. Kali ini, kami diperkenankan untuk mengambil foto di area ini, momen yang telah kami tunggu. Kami diberi waktu 15 menit untuk berkeliling dan mengabadikan pengalaman kami. Bahkan di penghujung perjalanan ini, sensasi sejarah yang kental masih terasa--seperti sebuah kenangan yang enggan beranjak.
Inilah kisah ku dengan Museum Ullen Sentalu. Akhirnya aku paham apa yang dibicarakan oleh orang-orang, dan aku pun setuju dengan mereka. Tempat ini sangat kurekomendasikan untuk dikunjungi. Aku pulang dengan hati yang masih tertinggal di museum itu. Tapi, setiap perjalanan tentu memiliki akhir dan membuka jalan baru untuk petualangan lainnya. Jadi, ke mana lagi nanti kita harus pergi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI