Mohon tunggu...
Seviana As Syaadah
Seviana As Syaadah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Seviana adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Malang yang gemar menulis dan memiliki minat di bidang jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengintip Fakta di Balik Stigma Kota Wisata Songgoriti

15 Desember 2022   22:20 Diperbarui: 15 Desember 2022   22:26 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Menjadi salah satu kota terbesar di Jawa Timur menjadikan Malang sebagai kota yang padat. Kondisi alam yang mendukung juga membuat Malang Raya dikaruniai destinasi wisata yang melimpah. Banyak wisatawan yang memilih Malang sebagai tempat liburan andalan. Malang bukan hanya kaya wisata buatan, namun juga wisata alam. Meski begitu, ada tempat wisata yang selalu mendapat stigma buruk dari masyarakat.

Pandangan dan Alasan

Songgoriti namanya. Lokasi yang merupakan kawasan wisata di bagian barat Kota Batu ini banyak dikenal warga. Ada berbagai tempat wisata yang terdapat di desa satu ini. Mulai dari candi, pemandian, pegunungan, hingga pemandian air panas khas Jepang. Sayangnya, semua keindahan alam ini terkubur di balik pandangan buruk masyarakat. Banyak wisatawan yang memandang rendah Songgoriti.

Bermula dari lokasi wisata yang terdapat Candi Songgoriti, tempat ini menjadi tempat sakral dan sarat akan hawa spiritual. Candi Songgoriti termasuk salah satu candi tertua di Jawa Timur. Dahulu, tempat ini dijadikan tempat untuk beribadah dan dianggap tempat suci. Seiring berjalannya waktu, fungsi tempat ini justru bergeser.

Menjadi kawasan wisata membuat Songgoriti memiliki banyak tempat beristirahat. Jajaran Villa dan hotel di sepanjang jalan membuat pengunjung dengan mudah menemukan tempat rehat. Adanya hal tersebut membuat songgoriti yang semula merupakan tempat suci kini berubah menjadi lokasi untuk merenggut kesucian. Kemudahan akses dan disebut-sebut aman membuat banyak oknum khususnya anak muda memanfaatkan tempat ini.

 Menjadi Hal Biasa

Selama bertahun-tahun dengan tradisi yang sama, penduduk sekitar merasa sudah biasa dengan stigma buruk yang ada. Sugiyo yang merupakan penduduk daerah Songgoriti mengaku terbiasa dengan hal di sekitarnya. "Saya tidak ingat sejak kapan, tapi itu sudah sejak dulu begitu," ungkap Sugiyo. Laki-laki yang berprofesi sebagai pedagang itu juga mengungkap daerahnya selalu aman dari razia. Baik polisi maupun satpol PP sudah tidak pernah menampakkan diri lagi. Masalah ini semakin membuat pengunjung senang karena jarang ada pemeriksaan.

Sugiyo mengatakan praktik jual beli kamar untuk short time maupun long time sangat mudah dijangkau. Tidak ada aturan khusus dari pemilik vila tentang apa yang dilakukan tamu. "Biasanya asalkan tidak menimbulkan keributan dibiarkan saja," tutur Sugiyo. Umumnya pemilik vila akan mempekerjakan orang untuk mencari tamu bagi vilanya. Harga yang dipatok pun cukup terjangkau sehingga banyak kalangan muda yang terjerat. Bahkan ada pula klaim bahwa pemilik vila sudah kongkalikong dengan para penegak hukum setempat sehingga tempatnya selalu aman. Meski klaim tersebut belum terbukti benar, tetapi itulah yang dipercaya masyarakat sekitar.

Maraknya kejadian seperti ini berhasil membuat citra daerah satu ini rusak. Daerah wisata ini kini dikenal sebagai "Tempat Wisata Lendir" yang membuat orang ingin menjauh ketika mendengar namanya. Menurut informasi, para penyewa juga tidak dimintai tanda pengenal sebagai bukti pemesanan. Hal ini membuat para pemesan senang dan merasa privasinya dijaga. Padahal hal ini membuat pengunjung tidak bisa terdeteksi dan seolah mendukung pergaulan bebas.

Sugiyo menambahkan umumnya para pemilik tempat penginapan tahu apa yang dilakukan oleh penyewa, tetapi dibiarkan. Selama tidak merusak dan menimbulkan masalah di lingkungan sekelilingnya. Lokasi yang seperti tidak dijaga ini seperti tempat pelarian bagi orang-orang yang ingin melampiaskan nafsunya.

 Menggaet Muda-Mudi Sebagai Target

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Songgoriti telah menjadi lokasi prostitusi terselubung. Muda-mudi yang sedang dimabuk cinta menjadi sasaran utama. Dibanderol dengan kisaran ratusan ribu membuat pengunjung vila datang dari kalangan muda. Penawaran kamar juga tidak sembunyi-sembunyi lagi.

Menurut pengamatan, beberapa orang yang umumnya laki-laki akan bercengkerama di pinggir jalan. Para laki-laki itu juga berprofesi sebagai tukang ojek. Mereka seringkali berbaris di pintu masuk Songgoriti dan berjaga di beberapa spot strategis. Tak jarang para pria itu berjaga di depan rumah yang mereka sewakan. Lalu ketika ada orang yang lewat (terutama pasangan) akan ditawari kamar dengan kode. Umumnya mereka akan berdiri mencegat pengendara dengan kode tangan yang mengartikan harga dari kamar vilanya. Tak jarang mereka juga beraksi dengan memanggil para pengendara bahkan juga ada yang pernah diikuti sampai dikejar.

Sikap berani seperti ini semakin membawa Songgoriti ke arah negatif masyarakat. Belum lagi orang-orang yang hanya ingin berjalan-jalan jadi terganggu dengan adanya peristiwa semacam itu. "Saya hanya berniat jalan-jalan karena cuacanya sejuk, tapi merasa tidak enak karena ada yang menawari saya hal-hal seperti itu," ungkap Herdina yang merupakan pengunjung. Gadis yang kerap disapa Dina itu mengaku memang pernah mendengar hal negatif mengenai Songgoriti. Kebanyakan Dina mengetahui dari temannya semenjak mulai berkuliah di Malang.

Hal serupa terjadi ketika teman-temannya bercanda bahkan mengingatkan untuk berhati-hati mengenai ajakan orang lain. Terutama jika mengajak untuk pergi ke Songgoriti. Padahal, banyak tempat wisata yang layak dikunjungi ketika berada di Songgoriti.

 

Mengembalikan Citra Kota Wisata

Songgoriti yang asri telah dirusak citranya dengan banyaknya hal negatif. Seharusnya dengan maraknya berita seperti ini membuat para penegak hukum serius menangani kasus ini. Apalagi pelanggan yang datang kebanyakan berasal dari pasangan yang belum halal. Selain merusak citra wilayah, adanya lokasi seperti ini bisa merusak moral para anak muda.

Pernah ada upaya untuk mengembalikan citra Songgoriti melalui program branding. Para pemilik vila diajukan opsi bekerja sama dengan aplikasi-aplikasi persewaan penginapan. Hal ini dilakukan agar vila lebih terpantau dan terjamin. Sayangnya, upaya ini tidak berhasil dikarenakan beberapa hal. Mulai dari kesulitan penggunaan aplikasi, penurunan jumlah pelanggan dikarenakan harga yang meningkat, serta ketakutan akan kebocoran privasi jika mendaftar melalui aplikasi, dan sebagainya. Kekhawatiran ini menyebabkan Songgoriti masih terus menyandang citra buruk hingga kini. 

Sebenarnya citra Songgoriti sebagai lokasi kaya tempat wisata bisa dikembalikan jika ada kerja sama antara pihak penegak hukum, dinas terkait, dan  masyarakat. Tentunya hal ini bisa terjadi jika keputusan yang diciptakan bisa memenuhi keinginan semua pihak. Sebab dikhawatirkan masalah ini bisa merembet ke penurunan penghasilan pemilik vila jika situasi ini berubah. Karena itu, perlu adanya keputusan terbaik yang harus dipertimbangkan dengan matang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun