Menjadi salah satu kota terbesar di Jawa Timur menjadikan Malang sebagai kota yang padat. Kondisi alam yang mendukung juga membuat Malang Raya dikaruniai destinasi wisata yang melimpah. Banyak wisatawan yang memilih Malang sebagai tempat liburan andalan. Malang bukan hanya kaya wisata buatan, namun juga wisata alam. Meski begitu, ada tempat wisata yang selalu mendapat stigma buruk dari masyarakat.
Pandangan dan Alasan
Songgoriti namanya. Lokasi yang merupakan kawasan wisata di bagian barat Kota Batu ini banyak dikenal warga. Ada berbagai tempat wisata yang terdapat di desa satu ini. Mulai dari candi, pemandian, pegunungan, hingga pemandian air panas khas Jepang. Sayangnya, semua keindahan alam ini terkubur di balik pandangan buruk masyarakat. Banyak wisatawan yang memandang rendah Songgoriti.
Bermula dari lokasi wisata yang terdapat Candi Songgoriti, tempat ini menjadi tempat sakral dan sarat akan hawa spiritual. Candi Songgoriti termasuk salah satu candi tertua di Jawa Timur. Dahulu, tempat ini dijadikan tempat untuk beribadah dan dianggap tempat suci. Seiring berjalannya waktu, fungsi tempat ini justru bergeser.
Menjadi kawasan wisata membuat Songgoriti memiliki banyak tempat beristirahat. Jajaran Villa dan hotel di sepanjang jalan membuat pengunjung dengan mudah menemukan tempat rehat. Adanya hal tersebut membuat songgoriti yang semula merupakan tempat suci kini berubah menjadi lokasi untuk merenggut kesucian. Kemudahan akses dan disebut-sebut aman membuat banyak oknum khususnya anak muda memanfaatkan tempat ini.
 Menjadi Hal Biasa
Selama bertahun-tahun dengan tradisi yang sama, penduduk sekitar merasa sudah biasa dengan stigma buruk yang ada. Sugiyo yang merupakan penduduk daerah Songgoriti mengaku terbiasa dengan hal di sekitarnya. "Saya tidak ingat sejak kapan, tapi itu sudah sejak dulu begitu," ungkap Sugiyo. Laki-laki yang berprofesi sebagai pedagang itu juga mengungkap daerahnya selalu aman dari razia. Baik polisi maupun satpol PP sudah tidak pernah menampakkan diri lagi. Masalah ini semakin membuat pengunjung senang karena jarang ada pemeriksaan.
Sugiyo mengatakan praktik jual beli kamar untuk short time maupun long time sangat mudah dijangkau. Tidak ada aturan khusus dari pemilik vila tentang apa yang dilakukan tamu. "Biasanya asalkan tidak menimbulkan keributan dibiarkan saja," tutur Sugiyo. Umumnya pemilik vila akan mempekerjakan orang untuk mencari tamu bagi vilanya. Harga yang dipatok pun cukup terjangkau sehingga banyak kalangan muda yang terjerat. Bahkan ada pula klaim bahwa pemilik vila sudah kongkalikong dengan para penegak hukum setempat sehingga tempatnya selalu aman. Meski klaim tersebut belum terbukti benar, tetapi itulah yang dipercaya masyarakat sekitar.
Maraknya kejadian seperti ini berhasil membuat citra daerah satu ini rusak. Daerah wisata ini kini dikenal sebagai "Tempat Wisata Lendir" yang membuat orang ingin menjauh ketika mendengar namanya. Menurut informasi, para penyewa juga tidak dimintai tanda pengenal sebagai bukti pemesanan. Hal ini membuat para pemesan senang dan merasa privasinya dijaga. Padahal hal ini membuat pengunjung tidak bisa terdeteksi dan seolah mendukung pergaulan bebas.
Sugiyo menambahkan umumnya para pemilik tempat penginapan tahu apa yang dilakukan oleh penyewa, tetapi dibiarkan. Selama tidak merusak dan menimbulkan masalah di lingkungan sekelilingnya. Lokasi yang seperti tidak dijaga ini seperti tempat pelarian bagi orang-orang yang ingin melampiaskan nafsunya.
 Menggaet Muda-Mudi Sebagai Target