Tanggal 7 Agustus 2021, kami resmi menjadi peserta Kampus Mengajar Angkatan 2 di SDN 1 Sinargalih, Maniis. Banyak pelajaran dan ilmu-ilmu yang kami dapatkan disini, terutama tentang kerjasama, loyalitas, dan kesabaran. Banyak juga tantangan yang kami berlima hadapi, salah satu ya adalah minat belajar anak yang kurang. Minat belajar anak yang kurang, diduga karena pandemi covid-19 yang memaksa kegiatan belajar mengajar dilakukan dirumah baik secara online maupun "door to door". Karena pandemi ini, kenyamanan anak untuk berleha-leha pun semakin menjadi. Bahkan banyak peserta didik yang bahkan tidak ikut kegiatan belajar mengajar online yang disediakan guru.
"Ah, kalau online juga ibu mah di WA aja teh. Kirim materi terus kirim tugas. Yang ngerjain tugas juga paling cuma satu atau dua orang." Begitulah ucap salah satu guru kelas 6 di SDN 1 Sinargalih. Selama sesi wawancara berlangsung antara kami, anggota Kampus Mengajar, dan salah satu guru kelas 6 tersebut, terlihat Ibu guru itu pasrah dan sedih perihal apa yang sedang dihadapinya. Hal ini pun menjadi tantangan bagi kami berlima untuk membangkitkan lagi semangat belajar peserta didik dan semangat mengajar dari guru-guru disini yang terlihat sedikit keteteran dengan kondisi yang sedang berlangsung.
Selama 2 bulan, kami fokus membuat suasana belajar online senyaman mungkin. Namun sayang sekali, selain minat belajar peserta didik yang turun, kendala teknologi dan sinyalpun menjadi sebuah tamparan keras bagi kami anggota Kampus Mengajar. Pada bulan Agustus sampai September, hari-hari kami dilalui dengan keringat lelah. Lelah dengan kondisi pandemi yang benar-benar mengesalkan. Bagaimana tidak, selama berjalannya belajar online, peserta didik yang hadir hanya tiga sampai lima orang, dari empat puluh orang jumlah siswa dikelas. Tidak sampai disini, kendala-kendala lain bermunculan.Â
Salah satunya adalah sinyal yang cukup buruk didaerah sekolah tersebut. Kami dan peserta didik sama-sama merasakan kesulitan dalam menjalankan kegiatan belajar online ini. Kami berlima melakukan kegiatan online disekolah bersama guru-guru lain. Betul, walaupun peserta didik belajar dirumah, guru di SDN 1 Sinargalih tetap pergi ke sekolah.Â
Durasi pembelajaran dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 9 pagi. Pada jam 7 pagi, peserta didik ke sekolah untuk mengambil tugas dari guru lalu pulang. Setelah itu mereka mengerjakan tugas dan mengumpulkan tugas melalui aplikasi Whatsapp. Walaupun hanya 1% siswa yang mengumpulkan penugasan, tetapi guru tetap sabar dan melakukan usaha terbaiknya untuk terus mengajar. Namun karena pembawaan peserta didiknya yang "malas", rasa itu tertular kepada Guru. Guru-guru disana mulai merasa malas mengajar dan secara tidak sadar mereka kehabisan ide-ide kreatif untuk metode pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Ketika kami mengajar via Google Meet, siswa yang hadir sebanyak 5 orang. Sangat tidak kondusif. Walaupun jumlahnya sedikit, namun pembelajaran benar-benar kacau. Hal tersebut disebabkan karena peserta didik yang belum lancar menggunakan aplikasi tersebut, jadi mereka terus mengaktifkan suaranya ketika kami sedang berbicara. Juga, kami yang mengajar dengan hasrat masih tidak sabaran dan terbawa emosi, jadi kegiatan belajarpun semakin tidak efektif.
Pada awal bulan, karena kami memahami urgensi yang harus dilakukan saat itu, program kerja kami yang pertama adalah mengajarkan peserta didik (kelas 6) untuk menggunakan Google Meet. Dari mulai pembuatan E-mail, sampai cara raise hand di aplikasi tersebut.
Atas kebijakan dari kepala sekolah, akhirnya kegiatan belajar mengajar bisa dilaksanakan secara normal kembali, walaupun hanya setengah murid yang hadir di dalam kelas, namun pembelajaran semakin efektif.
Sebagai mahasiswa PGPAUD, focus saya menjadi buyar karena selama ini terlalu sering mengajar di kelas 5 dan 6. Ketika mencoba untuk mengajar di kelas 1, ternyata ada beberapa anak yang belum bisa mengenal huruf, belum terbiasa membaca, masih kaku berhitung dan kurangnya kreativitas dalam diri anak. Setelah melihat kondisi anak kelas 1 di SDN 1 Sinargalih, akhirnya saya mencoba untuk lebih focus mengajar kelas 1. Dari mulai pengenalan huruf A-Z, pengenalan angka lalu pengenalan penjumlahan, pengenalan kata, pengejaan kalimat, unjuk keberanian untuk menjawab pertanyaan kedepan, pelatihan kretivitas melalui menggambar dan mewarnai, dan sebagainya. Reaksi dari peserta didik kelas 1 benar-benar mahal sekali. Mereka super tertarik dengan apa yang kami ajarkan di kelas, walau hanya hal-hal kecil pun mereka tetap senang dan berpartisipasi penuh dalam pembelajaran. Lelah kami karena perjalanan 1.5 jam pun terbayar dengan melihat wajah bahagia anak-anak itu.
Anggota kami yang lain dibuat terkejut dengan adanya beberapa anak kelas 5 dan kelas 6 yang masih kesulitan membaca. Bukannya tinggal kelas, guru malah terus manaikkan kelas anak tersebut sehingga anak itu menjadi kewalahan dan tidak bisa mengikuti alur belajar dikelasnya lalu tertinggal. Kami baru menyadari hal ini ketika kami mengambil rekaman video untuk mengikuti lomba "shorts film Purwakarta" dan meminta tolong kepada kelas 6 untuk menjadi actor kami.
Demi menstimulus perkembangan Bahasa peserta didik di SDN 1 Sinargalih, kami pun membuat sebuah program kerja "Pojok Baca". Â Walaupun tidak banyak buku pelajaran yang kami bawa, setidaknya dengan beberapa buku genre anak-anak ini bisa meningkatkan kesukaan anak pada membaca. Untuk kegiatan pojok baca, kami implementasikan hanya kepada kelas 4-6 saja. Kegiatan sedikit tidak kondusif karena ada beberapa anak yang tidak sabar untuk mengambil buku yang kami sediakan depan kelas, jadi keadaan sedikit agak ricuh dan berisik serta buku-buku menjadi berantakan. Selama masa pandemic berlangsung, anak-anak belajar dirumah secara online.Â
Kurang mendapatkan stimulus dalam motoric halus maupun kasar, kami akhirnya membuat sebuah program kerja yang cukup kreatif, yaitu senam dan olahraga bersama di sekolah. Dari kelas 1-6 juga guru-guru, kami ajak semua untuk senam pagi di lapangan. Dengan lagu yang meriah, kami melaksanakan senam dengan menyenangkan. Saat melaksanakan olahraga bersama, kami hanya mengimplementasikannya pada kelas 5 dan 6, karena kelas tersebut terlihat memungkinkan untuk melaksanakan olahraga disaat itu.Â
Dengan baju olahraga seadanya, kami melaksanakan olahraga selama 1 jam. Dimulai dari pemanasan hingga bermain bola secara bebas di lapangan sekolah. Anak-anak terlihat begitu senang dilaksanakan olahraga. Selain olahraga, pihak sekolah meminta bantuan kepada kami untuk melatih peserta didik dalam upacara bendera.Â
Selama sebulan, kami terus melakukan latihan upacara, latihan baris berbaris, sampai latihan paduan suara. Latihan upacara ini diikuti oleh kelas 1-6, dengan perbedaan durasi waktu latihan. Menurut saya, kegiatan ini cukup menguras energy kami dan juga energy peserta didik. Ada yang pusing, muntah, sampai pingsan.
Lalu program kerja wajib kami salah satunya adalah "Edukasi Covid-19" di SDN 1 Sinargalih terlaksana dengan baik kelas demi kelas. Dengan metode edukasi yang menarik untuk anak-anak, kami juga membagikan masker dan susu kepada peserta didik. Selama pandemic, banyak sekali anak yang masih tidak memakai masker ke sekolah.
Selama kami melaksanakan program kerja di sekolah, entah mengapa peserta didik terlihat selalu excited dengan apa yang kita lakukan. Dari hanya mengajar biasa di kelas, sampai membersihkan perpustakaan pun kami terlihat selalu menjadi pusat perhatian oleh seluruh anak. Menyenangkan sekali.
Dari lima bulan pelaksanaan kampus mengajar kami di SDN 1 Sinargalih, tampaknya kondisi internal dari kami semakin lama semakin akrab. Bahkan kami beberapa kali kumpul bersama diluar kegiatan KamJar ini. Walaupun beberapa kali terjadi konflik perbedaan pendapat juga opini, kami tetap membuka pikiran dan memperbaiki diri demi kelangsungan Kampus Mengajar ini. Sampai berani mengeluarkan uang pribadi untuk acara perpisahan Kampus Mengajar di SD, kami sungguh mendedikasikan diri kami untuk kegiatan ini.
Dalam pelaksanaan perpisahan, kami melaksanakan lomba menggambar dan mewarnai untuk seluruh kelas. Pemenang mendapatkan piala dank ado istimewa dari kami. Kegiatan begitu meriah di pagi hari. Namun ketika siang hari, matahari mulai berjalan keatas kepala, kegiatan mulai tidak kondusif, karena anak-anak mulai kepanasan dan banyak yang masuk kelas untuk meneduh. Namun kegiatan kami tidak lama, jadi setelah siang itu kami selesai melaksanakan kegiatan tersebut dan mulai untuk bersalam-salaman serta foto bersama dengan murid dan guru-guru disana.
Suasana haru mulai terasa ketika kami memberikan speech singkat di depan seluruh murid dan guru disana. Tangis pun terasa sangat menyakitkan, karena beberapa peserta didik ada yang menangis. Anggota kami pun ada yang menangis. Rasa itu mulai pudar ketika acara selesai, namun tangis terasa kembali ketika sesi foto bersama. Banyak anak-anak yang memberikan kami surat perpisahan.
Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Hal itu haruslah terbiasa bagi kami manusia di bumi. Karena sesungguhnya tidak ada suatu hal yang abadi di dunia yang fana ini, kecuali ilmu yang bermanfaat serta kebaikan-kebaikan yang telah kita perbuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H