Penulis :
Dr. Ira Alia Maerani S.H., M.H.(Dosen FH Unissula)
Setyowati (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unissula)
Beberapa hari yang lalu, tampaknya di negeri kini banyak kejadian yang bermunculan. Entah itu di bidang ekonomi, politik, sosial maupun lainnya. Tentu, tidak heran jika kejadian itu tiap hari selalu bermunculan. Misal, kejadian yang sedang terjadi yaitu tentang rakyat yang bersuara atau berpendapat. Tentu, bukan hal biasa jika kita sering melihat atau mendengar berita tentang rakyat yang berpendapat tentang kebijakan yang dibuat pemerintah. Setiap kali pemerintah membuat membuat kebijakan, pasti akan ada pro kontra dari kebijakan tersebut. Dalam setiap kebijakan pemerintah akan ada orang yang selalu berpendapat mengenai kebijakan tersebut. Tak heran, jika setiapa ada kebijakan ataupun maasalah yang berkaitan dengan negara, pasti akan banyak muncul opini mengenai hal tersebut. Kenapa orang Indonesia suka berpendapat. Lalu bagaimana jika ada orang yang berpendapat, tetapi pendapatnya gak dihargai atau orang itu disuruh diam aja karena orang itu rakyat biasa?
Tentu hal ini memang tidak lazim sering terjadi di sekitar lingkungan kita ya teman-teman.
Sebagai contoh, ada banyak kejadian dimana para Penguasa atau Orang yang memiliki jabatan lebih tinggi yang tidak pernah menghargai pendapat atau tidak pernah memberikan kesempatan berpendapat kepada bawahannya hanya karena jabatannya berada dibawah penguasa. Hal seperti ini sudah sering terjadi terutama di dunia kerja.
Seperti halnya dengan ini, kisah ini merupakan kisah pengalaman seseorang yang pernah bekerja di Perusahaan milik Orang Asing yang perusahaannya ini berjalan pada sektor industri sepatu. Sebagaimana kisahnya begini.
Ada seorang anak yang bekerja sebagai buruh pabrik atau sering kita sebut sebagai operator di suatu perusahaan asing. Orang itu menjadi bagian di suatu departemen tempat dia bekerja. Dan dia jabatannya hanya seorang operator. Operator disini merupakan jabatan paling bawah ya teman-teman jika kita bekerja di Pabrik. Orang yang berada di dalam satu departemen dengan dia ini kebanyakan jabatannya staff, supervisor, asisten manager, dan manager. Ada pertanyaan yang muncul dari teman-teman operator yang lainnya. Mengapa anak ini ditaruh di departemen yang orangnya pada punya jabatan lebih tinggi dari dia? Mengapa dia bisa masuk ke departemen itu? Karena dia dianggap punya kelebihan yang bisa membantu departemen tersebut untuk maju.
Suatu ketika ada rapat di departemen, dimana rapatnya membahas gimana cara produksi sepatu ini bisa terus mencapai target. Rapat tersebut dipimpin oleh asisten manager, dan rapat tersebut diikuti oleh supervisor, staff, dan si anak operator tersebut. Masing-masing orang itu disuruh untuk mengemukakan pendapatnya. Supervisor, staff sudah berpendapat mengenai masalah tersebut, dan tinggal satu si anak operator yang belum menyampaikan pendapatnya.
Ketika si operator tersebut hendak mengemukakan pendapatnya, asisten manager ini tidak menerima masukan atau pendapat si operator tersebut dan dia langsung rapatnya itu. Beliau menilai bahwa orang yang hanya memiliki jabatan operator tidak akan mampu menyelesaikan masalah ini.
Hmmm, dari masalah ini dapat dijelaskan ya bahwa setiap orang itu berhak untuk mengemukakan pendapatnya, baik dia berasal dari rakyat biasa maupun sebagai penguasa. Intinya sama dalam hukum Indonesia. Semua orang memiliki hak yang sama dalam hukum untuk mengemukakan pendapatnya. Di Indonesia mengemukakan pendapat juga merupakan penerapan pengalaman perilaku Pancasila sila yang ke-2 lho teman-teman. Dalam sila Kedua Pancasila yang bunyinya "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab"
Tentu hal ini sudah dijelaskan dalam contoh penerapan perilaku pancasila dalam kehidupan sehari-hari kita. Terutama penerapan perilaku di Sila Kedua Pancasila ini. Salah satu contoh bentuk pengalaman perilaku dari sila kedua Pancasila yaitu dengan Saling menghargai pendapat satu sama lain, terutama saat berdiskusi atau bermusyawarah. Udah jelaskan kalau memang kalau kita wajib untuk saling menghargai pendapatnya orang lain tanpa memandang status jabatannya.
Kebebasan berpendapat ini tidak hanya dijelaskan di Pancasila, tetapi di Undang-undang juga dijelaskan teman-teman.
Secara Konstitusional kebebasan berpendapat diatur didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pasal 28 E ayat 2 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap, sesuai dengan hati nurani. "
Selanjutnya UUD 1945 pasal 28 E ayat 3 dinyatakan pula bahwa"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
Bukan hanya UUD 1945, pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum juga diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, bertujuan untuk mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945. Dan tentunya masih banyak lagi yang menjelaskan kebebasan berpendapat.
Didalam Islam juga dijelaskan kalau kita diwajibkan untuk saling menghormati dan menghargai antara manusia satu dengan manusia lain. Dan sikap saling menghargai dan menghormati dalam Islam ini disebut sifat Tasamuh atau sifat Toleransi. Dalam Islam, ada beberapa dalil yang menggambarkan tentang sikap Tasamuh atau Toleransi ini sebagaimana terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis:
Al-Qur'an Surat Al-Maidah ayat 8 yang berbunyi:
"Yaa ayyuhallaziina aamanuu kuunuu qowwaamiina lillaahi syuhadaaa-a bil-qisthi wa laa yajrimannakum syana-aanu qoumin 'alaaa allaa ta'diluu, i'diluu, huwa aqrobu lit-taqwaa wattaqulloh, innalloha khobiirum bimaa ta'maluun. "
artinya : "Hai Orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 10 yang berbunyi :
"Innamal-mu`minụna ikhwatun fa aṣliḥụ baina akhawaikum wattaqullāha la'allakum tur-ḥamụn"
artinya : "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat Rahmat."
Hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda:
"Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari kesalahan, saling dengki, saling membelakangi, serta saling membenci. Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara." (HR.Bukhari).
Bahkan Presiden Joko Widodo tidak melarang rakyatnya untuk mengemukakan pendapatnya, asalkan etika atau norma berpendapat diperhatikan. Aturan atau etika dalam menyampaikan pendapat yang bisa dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam menyampaikan pendapat kepada orang lain harus menggunakan bahasa dan cara yang sopan.
2. Ketahuilah kapasitas pengetahuan anda sebelum berpendapat.
3. Memiliki dasar argumen yang jelas.
4. Tidak memotong pembicaraan lawan jenis bicaranya.
Nah, jadi udah jelas kan teman-teman bahwa menyampaikan pendapat atau kritik itu boleh-boleh saja tanpa memandang status jabatannya, gendernya, latar belakang kehidupan. Karena itu udah dijelaskan dalam Pancasila dan UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA tahun 1945 itu boleh. Dalam Islam juga boleh menyatakan pendapat nya dan kita juga harus saling menghargai dan menghormati pendapat yang diutarakan.
Demikian, artikel yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat ya teman-teman.
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H