Mohon tunggu...
Setyo Haryono
Setyo Haryono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Pegiat Literas | Fasilitator Pemberdayaan | Pemerhati Pendidikan

Filsafat adalah kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Agama Baru "Social Media": Runtuhnya Spiritualitas Dan Makna

11 Januari 2025   00:06 Diperbarui: 11 Januari 2025   00:35 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi source:  Republika

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai platform seperti Instagram, Tik-Tok, Twitter, dan Facebook kini tidak hanya digunakan untuk berbagi informasi, tetapi juga telah menjadi tempat bagi individu untuk mencari validasi, popularitas, dan makna hidup. Fenomena ini menghadirkan sebuah istilah yang cukup menarik, yaitu "Agama Social Media," yang mencerminkan bagaimana media sosial menggantikan peran spiritualitas tradisional dan memengaruhi makna hidup manusia.

Transformasi Spiritualitas di Era Digital

Dalam masyarakat tradisional, spiritualitas berfungsi sebagai panduan moral dan pencarian makna hidup yang lebih dalam. Namun, di era media sosial, banyak orang yang beralih dari ajaran agama atau nilai spiritual ke budaya digital yang menawarkan pengakuan instan melalui "like,share dan followers."

Bagi sebagian orang, jumlah pengikut di media sosial menjadi tolok ukur keberhasilan dan identitas diri. Ritual keagamaan digantikan dengan aktivitas harian seperti mengunggah konten, mengecek notifikasi, dan memantau interaksi di dunia maya. 

Alih-alih mencari makna hidup melalui refleksi spiritual atau hubungan dengan Tuhan, mereka justru mencari makna melalui interaksi digital dan pengakuan dari dunia luar.

Media Sosial sebagai 'Kuil' Modern

Media sosial telah menjadi semacam "kuil" modern, tempat di mana individu menyembah popularitas dan pencitraan diri. Mereka yang memiliki pengaruh besar di dunia maya (influence mrs) dipandang sebagai "imam" atau "nabi" digital yang mengarahkan pengikutnya pada gaya hidup tertentu, tren, dan pandangan dunia.

Namun, berbeda dengan nilai spiritual tradisional yang menekankan keikhlasan dan kerendahan hati, budaya media sosial lebih menitikberatkan pada penampilan, citra, dan validasi eksternal. 

Akibatnya, banyak orang terjebak dalam siklus yang melelahkan untuk terus memperbaiki citra diri mereka agar tetap relevan dan diterima di dunia maya.

Runtuhnya Makna dan Spiritualitas

Fenomena ini memicu krisis makna dalam kehidupan manusia. Ketika validasi dan kebahagiaan bergantung pada jumlah pengikut atau interaksi di media sosial, manusia kehilangan hubungan dengan nilai-nilai mendalam yang seharusnya menjadi fondasi kehidupan mereka.

Krisis ini memunculkan beberapa masalah:

Kecemasan dan Depresi -- Ketergantungan pada pengakuan digital menyebabkan banyak orang merasa tidak cukup baik ketika tidak mendapat perhatian yang diharapkan.

Kehilangan Identitas -- Orang lebih fokus pada bagaimana mereka dipersepsikan oleh orang lain daripada mengenali diri mereka yang sebenarnya.

Kehilangan Nilai-Nilai Moral -- Banyak orang yang rela mengorbankan prinsip moral demi popularitas, bahkan jika itu berarti menyebarkan konten negatif atau menyesatkan.

Mengembalikan Spiritualitas dan Makna

Untuk mengatasi dampak negatif dari "Agama Social Media," penting bagi individu untuk merefleksikan kembali apa yang benar-benar memberikan makna dalam hidup mereka. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

Digital Detox -- Mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial dan memberikan ruang untuk refleksi diri.

Membangun Koneksi Nyata -- Fokus pada hubungan yang autentik di dunia nyata daripada interaksi digital yang superfisial.

Memperkuat Nilai-Nilai Spiritual -- Mengembalikan nilai-nilai spiritual yang mengajarkan keikhlasan, rasa syukur, dan hubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri.

Menemukan Makna di Luar Validasi Digital -- Mengembangkan hobi, belajar hal baru, dan terlibat dalam kegiatan yang memberikan kepuasan intrinsik tanpa perlu pengakuan eksternal.

Agama Social Media telah mengubah cara manusia mencari makna dan menjalani kehidupan. Media sosial yang awalnya diciptakan untuk menghubungkan manusia kini telah menjadi pusat perhatian dan pencarian validasi. Untuk menghindari runtuhnya spiritualitas dan makna hidup, manusia perlu kembali ke dalam diri mereka sendiri, menemukan nilai-nilai yang sejati, dan membangun hubungan yang lebih dalam dengan dunia di luar layar digital.

Dengan begitu, manusia dapat memulihkan keseimbangan antara dunia digital dan spiritual, serta menemukan makna hidup yang autentik dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun