2. Kebijakan Yang tidak Pro RakyatÂ
Erat kaitannya antara Money Politics dengan terbitnya kebijakan yang asal. Â Dalam hal ini, DPR sebagai legislator dan pemerintah sebagai inisiator memiliki kepentingan sendiri. Maka saat pembahasan, terjadilah negoisasi dan tentunya transaksi.Â
Sebagai contoh, terbitnya UU Cipta Kerja yang syarat akan persoalan. Revisi UU KPK, Revisi UU TNI -POLRI dsb.
Itu semua berawal dari kemenangan para pemimpin dan anggota legislatif yang diawali dari politik transaksional atau money politics.
3. Kurangnya Fungsi Kontrol DPRÂ
DPR sebagai lembaga yang mewakili hak rakyat memiliki kewajiban untuk mengontrol kebijakan pemerintah. Dengan menyampaikan pandangannya di forum persidangan. Darinya lahir kebijakan yang selaras dengan kepentingan rakyat.
Namun, DPR adalah gabungan parpol yang di dalamnya individu-individu yang memiliki kepentingan pribadi. Â Sehingga seringkali, kurang peduli dengan nasib rakyat sebagai konstituennya.
Dimana tugas dan fungsi ParpolÂ
Memang berat untuk mendidik rakyat agar memiliki kecerdasan politik di tengah tsunami Buta Politik   yang makin menggelora. Secara konstitusi tugas parpol adalah memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Agar mereka memiliki kesadaran dan kecerdasan sebagai warga negara.Â
Namun, faktanya parpol hanya melakukan pengkaderan dan pendidikan hanya bagi Kader dan pengikutnya. Di luar itu, parpol fokus pada pemenangan pemilu. Bahkan, para kontestan yang melakukan praktik money politics.Â
Realitas politik tersebut adalah fakta - fakta tentang dampak money politics terhadap kerusakan sistem pemerintahan.