Mengenakan batik hitam yang mensimbolkan kewibawaan, keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya diri dan dominasi, Presiden Joko Widodo menyampaikan telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.Â
Perppu itu memang sangat dibutuhkan untuk menstimulus perekonomian yang terancam lumpuh karena Covid-19. Defisit APBN, akan mencapai 5 persen dari PDB dan melampaui batas sebelumnya 3 persen.
Total tambahan belanja dan pembiayaan APBN jumbo sebesar Rp 405,1 triliun, akan digelontorkan. Tambahan anggaran akan dialokasikan ke berbagai sektor, bidang kesehatan Rp 75 triliun, jaring pengaman sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan kredit usaha rakyat Rp 70,1 triliun, serta pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun. Paket yang cukup komplit ini diharapkan akan mampu memerangi dampak Covid-19 yang melumpuhkan agregat sisi permintaan dan penawaran sekaligus.
Indonesia punya pengalaman pahit dengan krisis moneter 1998 dan krisis dunia 2008, sehingga penanganan menghadapi krisis ekonomi saat ini cukup terukur. Kebijakan stimulus fiskal tersebut juga telah diorkestrasikan pelonggaran sektor moneter. Meski sempat terjadi capital flight akibat kepanikan pasar dan dollar sempat mendekati Rp 17 ribu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dengan percaya diri tetap menurunkan BI rate.
Sikap confidence dari Perry, penjelasan jernih dan dialogis, kemudian menenangkan pasar. Untunglah hal itu juga sejalan dengan "indeks kepanikan" (volatility index) global yang mulai mereda. Bila pasar dalam keadaan panik, biasanya mereka akan melepas portofolio dan beralih ke dolar Amerika sebagai safe haven.Â
Bila pasar dunia panik, tidak mungkin bisa melawan penguatan dolar. Inilah yang membuat dolar hampir mencapai Rp 17 ribu, ditambah lagi kepercayaan pasar yang tergerus terhadap kemampuan pemerintah Indonesia menangani Covid-19.
Persuasi Perry yang menyampaikan fundamental ekonomi yang kuat dan Indonesia tidak mengalami krisis ekonomi, bersamaan indeks kepanikan yang mereda dan indeks dolar yang menurun, ini segera membalik kondisi pasar uang dan pasar modal. Intervensi BI terhadap rupiah di saat yang tepat juga membuahkan hasil, nilai dolar makin menjauhi level Rp 17 ribu. Lalu, Perry juga berkomitmen bahwa akan menjaga dolar tidak akan melambung mencapai Rp 17 ribu.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok beberapa hari berwarna merah darah dan perdagangan bursa juga sempat dihentikan beberapa kali, berbuah manis. IHSG langsung melejit hijau dan kinerjanya melampaui pasar bursa lain di Asia. Mereka yang mempunyai nyali, masuk bursa ketika "berdarah-darah" (buy on weakness) dan cermat melihat valuasi berbagai emiten terlalu rendah, kini panen keuntungan.
Blunder PemerintahanÂ