Mohon tunggu...
Dwi Sardjuningsih Setya Wardhani
Dwi Sardjuningsih Setya Wardhani Mohon Tunggu... -

tamat universitas Indonesia jurusan arkeologi tahun 1980 1982 beaswiswa di Leiden, Belanda 1983 menikah. sampai sekarang tinggal di Hamburg, Jerman

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jadikan Abad 21 Abad Perdamaian

24 Agustus 2011   22:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Harus diakui bahwa Dalai Lama mempunyai perbawa yang luar biasa. Pakaiannya tidak istimewa, sama seperti para bhiku yang lain. Bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa beliau orang sederhana, rendah hati, tidak berpura-pura. Senyumnya selalu terkulum, matanya berbinar. Begitu sampai di sofa tempatnya duduk, beliau dengan tenang membuka sepatunya seolah di rumah sendiri, kemudian duduk berisla  di atas sofa itu.

Ketika Dalai Lama berbicara, ruang auditorium yang besar menjadi senyap. Hanya suara anak kecil yang kadang-kadang memecah ketenangan. Bahasa Inggris yang dipakainya cukup jelas. Suaranya lantang tapi penuh kelembutan. Meskipun jauh dari panggung, saya bersyukur bisa melihat beliau dengan jelas. Dan terus terang saya mendapat kesan seolah beliau berbicara langsung dengan saya.

Dari awal Dalai Lama menekankan bahwa beliau datang bukan sebagai misionaris agama Buddha. Beliau bahkan meminta agar mereka yang beragama Kristen belajar mengenal agamanya seperti juga mereka yang beragama Yahudi, Islam atau agama yang lain. Kalau dalam mempelajari dan mengerti kemudian toh merasa tidak suka dengan agamanya itu, kalau mau pindah ya pindah. Tapi dengan syarat agama yang baru juga harus dipelajari dan didalami.

Kemudian Dalai Lama menunjukkan betapa ilmu pengetahuan dan teknologi banyak membantu dan meringankan hidup orang, tetapi juga membuat ketidakpuasan. Merasa ada limit dalam bentuknya sebagai materi. Ilmu pengetahuan menempa otak kita, tapi otak kita pula yang memperlihatkan keterbatasan diri kita sebagai manusia. Dan ini sangat mempengaruhi kesehatan diri, keluarga maupun masyarakat.

Semakin modern dan maju ilmu pengetahuan, semakin banyak orang melihatnya sebagai jalan menuju kebahagiaan. Depresi dan tekanan jiwa tidak lebih dari gambaran emosi yang terganggu. Dalam agama Buddha, ilmu pengetahuan dan realitas itu sama saja sifatnya, karena keduanya tidak kenal benar dan salah. Problem-problem yang muncul dalam hidup manusia kemudian sebenarnya buatan kita sendiri. Pikiran kita sendiri. Oleh karena itu satu hukum dalam agama Budha adalah jaga baik-baik pikiranmu.

Melalui latihan Achtsamkeit, otak bisa melihat apa yang terjadi terpisah dari emosi. Jadi kalau marah, misalnya, begitu otak sadar, maka intensitas kemarahan itu akan hilang. Konsentrasi pada nafas yang bergerak bisa menyatukan pikiran yang tersebar dan ketegangan yang terjadi dari emosi yang muncul mereda dan terkontrol.

Kita harus selalu melihat bahwa kebahagiaan melalui uang, kekuatan dan kekuasaan bukan sumber bahagia tertinggi. Satu jalan untuk mencapai kebahagiaan ini adalah melalui peningkatan rasa iba, rasa kasihan pada orang lain. Adalah salah bila kita berpendapat bahwa rasa iba ini berguna untuk orang lain. Yang mendapat keuntungan besar sebenarnya diri kita sendiri, karena rasa iba ini mengembangkan potensial dalam kita hingga  mental kita praktis bisa menghilangkan dari semua rasa ketidakpuasan, sedih, depresi dsb.

Oleh karena itu Achtsamkeit dianggap Dalai Lama sebagai satu alat pendidikan yang baik di sekolah-sekolah untuk meningkatkan nilai etika. Di samping itu sekularisasi sekolah-sekolah juga sangat penting karena bisa meningkatkan rasa toleransi dalam masyarakat multietnik.

Selain itu, Dalai Lama juga mengingatkan kita bahwa semua perbuatan tergantung dari gerak (action). TIdak ada yang tidak tergantung pada gerak. Apakah itu meditasi, sembahyang , berdoa dsb. Kalau perbuatan atau geraknya yang jelek harus kita tentang, tetapi aktor pembuatnya jangan dibenci. Kita harus bisa hidup dengan kasih sayang.

Kalau abad lalu merupakan abad kekerasan dan kematian, maka Dalai Lama menghimbau untuk menjadikan abad 21 ini abad perdamaian. Gunakan senyum, bahasa, kepercayaan, respek dan rela berkurban serta berbagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun