Mohon tunggu...
Arum Sato
Arum Sato Mohon Tunggu... content writer -

pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Begini Rasanya Naik Kereta ke Kota Baja, Ujung Barat Pulau Jawa

7 Juli 2016   12:42 Diperbarui: 7 Juli 2016   16:12 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal penumpang ro-ro (Jatra I) sedang memutar haluan sebelum mengarungi Selat Sunda menuju Pulau Sumatera. Foto: arum sato

Sebelumnya, saya tidak pernah ke kota ini. Bahwa memimpikan suatu saat akan berkunjung pun tidak. Kota yang mendapat julukan sebagai kota baja ini terletak di ujung barat Pulau Jawa. Dialah Kota Cilegon. Kini, sekalinya berkunjung ke Kota Cilegon, saya bersalaman langsung dengan orang nomor satu di kota itu. Lah, kok?

Iya. Pada Rabu 22 Juni 2016 lalu, saya berkunjung ke kota Cilegon. Dan kunjungan kali pertama itu langsung mendapat bonus ekslusif, yaitu bertemu dan bersalaman langsung dengan Walikota Cilegon, di ruang kerjanya, di Kantor Walikota Cilegon. Sesuatu yang sebelumnya tak terpikirkan sama sekali oleh saya.

Semua itu bermula dari ajakan Kompasianer Senior, Pak TS alias Thamrin Sonata. Tanpa mikir, saya langsung mengiyakan ajakannya. Apa pasal? Karena saya sudah banyak dipameri oleh-oleh khas kota baja tersebut olehnya. Sehingga saya pun tergiur untuk menjelah langsung kota baja tersebut. Hehehe

Berkunjung ke Kota Cilegon saya tidak sendiri. Bersama 6 Kompasianer lainnya kami menyambangi kota di ujung barat Pulau Jawa tersebut. Perjalanan dimulai dari Stasiun Duri, Jakarta. Sesuai kesepakatan bersama, kami menempuh perjalanan ke kota baja tersebut dengan menggunakan kereta api. Kereta api adalah moda transportasi favorit saya. Bagi saya, perjalanan menyenangkan itu adalah dengan kereta api. Ah, yang bener? Iya, beneran. Karena dengan kereta api, perjalanan saya dipastikan bebas mabuk perjalanan. Laahh.

Selain itu, ada sesuatu yang saya dapat di sini namun tidak banyak saya dapatkan dengan angkutan lain, yaitu pemandangannya. Saya selalu suka dan rindu dengan pemandangan persawahan yang dilintasi kereta api. Sawah, hutan menghijau, dan lautan selalu menyejukkan mata dan hati. Benar-benar bisa merasakan perjalanan yang sesungguhnya.

Dan dengan harga tiket yang ramah di kantong, moda transportasi ini sangat digemari masyarakat. Di Kota Cilegon, Kereta api bukan merupakan barang baru atau asing. Kereta api sangat akrab dengan kota ini dan masyarakatnya. Terbukti ada tiga stasiun berada di wilayah kotamadya ini. Stasiun Cilegon, Stasiun Krenceng, dan Stasiun Merak. Tentunya bukan tanpa alasan ketiga stasiun tersebut berada dalam satu kotamadya.

Di bangun ketika zaman Hindia Belanda sekitar tahun 1883, ke-tiga stasiun ini mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi. Dan itu menunjukkan kepada kita bahwa Kota Cilegon merupakan salah satu kota penting di Pulau Jawa. Hingga kini pun akan selalu penting. Kenapa? Selain adanya jalur kereta api, salah satunya dengan adanya Pelabuhan Merak di Kota Cilegon. Pelabuhan ini sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera.

Stasiun Duri ketika subuh, 22 Juni 2016. Terangnya cahaya rembulan tak mau kalah dengan terangnya lampu LCD. Foto: arum sato
Stasiun Duri ketika subuh, 22 Juni 2016. Terangnya cahaya rembulan tak mau kalah dengan terangnya lampu LCD. Foto: arum sato
Di beberapa bordes kereta, banyak dijumpai ibu-ibu dengan barang dagangannya, salah satunya ini. Fofo: arum sato
Di beberapa bordes kereta, banyak dijumpai ibu-ibu dengan barang dagangannya, salah satunya ini. Fofo: arum sato
Di beberapa bordes kereta, banyak dijumpai ibu-ibu dengan barang dagangannya, salah satunya ini. Fofo: arum sato
Di beberapa bordes kereta, banyak dijumpai ibu-ibu dengan barang dagangannya, salah satunya ini. Fofo: arum sato
Salah satu stasiun yang dilewati. Foto: arum sato
Salah satu stasiun yang dilewati. Foto: arum sato
Salah satu area di Stasiun Karangantu. Terlihat ibu-ibu dengan barang dagangannya yang baru saja turun dari kereta. Selanjutnya, ibu tersebut merapikan dagangan dan ider menjajakannya. Foto: arum sato
Salah satu area di Stasiun Karangantu. Terlihat ibu-ibu dengan barang dagangannya yang baru saja turun dari kereta. Selanjutnya, ibu tersebut merapikan dagangan dan ider menjajakannya. Foto: arum sato
Ibu penjual tampah ini turun di Stasiun Krenceng. Ia turun dari pintu terdekat dengannya, meskipun tidak mendapat peron, ia tetap semangat dan terlihat sangat hati-hati. Foto: arum sato
Ibu penjual tampah ini turun di Stasiun Krenceng. Ia turun dari pintu terdekat dengannya, meskipun tidak mendapat peron, ia tetap semangat dan terlihat sangat hati-hati. Foto: arum sato
Ibu-ibu penjual nasi merah. Tak hanya nasi merah, tapi lengkap dengan lauk berbagai variasi. Juga dodol yang akhirnya kami borong untuk bekal berbuka. Foto: arum sato
Ibu-ibu penjual nasi merah. Tak hanya nasi merah, tapi lengkap dengan lauk berbagai variasi. Juga dodol yang akhirnya kami borong untuk bekal berbuka. Foto: arum sato
Kembali lagi ke perjalanan menuju Cilegon. Sesuai kesepakatan, pada Rabu, 22 Juni 2016 jam tujuh pagi semua kompasianer sudah berada di Stadiun Duri, menunggu kedatangan kereta lokal KA Patas Merak di peron 2. Sesuai jadwal, kereta datang tepat waktu. Tak lama kemudian kereta berangkat, pun tepat waktu. Kami memilih duduk bergerombol berhadapan dalam satu kereta.

Sebelumnya, dalam benak saya terencana untuk mengganti waktu dengan tidur di dalam kereta. Namun apa daya, terlalu indah pemandangan sepanjang perjalanan sehingga mata ini pun tak jua terpejam. Sambil ngobrol bercengkerama dengan kompasianer, mata saya tak lepas memandang keluar jendela kereta. Sawah menghampar, hutan bukit menghijau yang menyejukkan mata dan hati. Damai dan tenteram rasanya, serasa saya sedang pulang kampung ke Jawa Timur. Duuh.

Sesekali saya beringsut ke arah bordes,jalan-jalan sambil menghangatkan badan. Iya, di dalam kereta lumayan dingin. Meski saya memakai jaket, tetap saja tak mampu menghangatkan badan. Apa mungkin karena saya nol lemak? Hahaha

Di beberapa area antar kereta tersebut, saya jumpai beberapa ibu-ibu duduk bergerombol. Umumnya mereka adalah pedagang asongan. Mereka tidak menjajakan dagangan di dalam kereta. Namun mereka menjual dagangannya ketika ada yang membelinya. Saya tak tahu pasti, dari mana ibu-ibu tersebut naik. Namun mereka turun di beberapa stasiun sebelum Stasiun Merak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun