Praktik Kerja Lapangan (PKL) sudah menjadi tradisi di setiap universitas. Istilah PKL, magang, atau istilah sejenis lainnya digunakan oleh universitas sebagai ajang untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswanya guna mengaplikasikan keilmuannya di dunia kerja. Sama halnya dengan apa yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang, melalui konsep PKL problem base project, UIN Maliki Malang mengantarkan 46 kelompok untuk melaksanakan PKL di beberapa tempat dimana setiap kelompok terdiri dari kurang lebih lima orang.
Tidak hanya di kawasan Malang, lokasi yang dijadikan tempat PKL mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang juga menjangkau beberapa kota di luar Malang, antara lain Sidoarjo, Surabaya, Gresik, hingga Madiun. Penempatan mahasiswa PKL pun bervariasi, mulai dari lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren, perusahaan, lembaga kepolisian, hingga dinas sosial.
Salah satu instansi yang ditempati mahasiswa PKL yaitu Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim). Bagian Psikologi Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Jatim merupakan tempat PKL tempatku PKL bersama dengan 14 teman yang lain. Terdapat tiga kelompok yang PKL di bagian Psikologi Biro SDM Polda Jatim dimana setiap kelompok terdiri dari lima orang. Meskipun terdapat tiga kelompok, namun kami mengambil fokus yang berbeda dalam pelaksanaan PKL. Aku dan teman kelompokku berfokus pada korban (perempuan dan anak) kekerasan sementara dua kelompok yang lain berfokus pada tahanan dan tes senjata api.
Sebenarnya, untuk bisa PKL di wilayah kepolisian bukan tanpa perjuangan. Bahkan, perlu persiapan kurang lebih selama satu semester untuk berada di tempat ini. Ketertarikan dalam dunia psikologi forensik mengantarkanku untuk mengikuti mata kuliah pilihan psikologi forensik. Melalui mata kuliah tersebut, aku dan teman-teman yang lain dibelaki sedikit wawasan tentang bagaimana peran psikologi dalam lingkup kepolisian.
Dosen pengampu mata kuliah psikologi forensik sekaligus Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kelompokku, Dr. Fathul Lubabin Nuqul, M.Si, juga mengajarkan untuk menyusun program kerja lengkap dengan kegiatannya. Meski masih menjadi mata kuliah baru, kelas psikologi forensik banyak diminati. Tercatat tidak kurang dari 40 mahasiswa memadati kelas tersebut. Beberapa mahasiswa yang berminat di bidang forensik tersebar di beberapa lokasi diantaranya Polda Jatim, Polres Sidoarjo, Rumah Hati, dan Polres Malang.
Menjadi bagian dari anggota PKL di bagian Psikologi Biro SDM Polda Jatim menjadi tantangan tersendiri bagiku. Bagaimana tidak, Polda Jatim baru pertama kali menerima mahasiswa PKL dari UIN Maliki Malang. Terlebih lagi, Polda Jatim merupakan lembaga kepolisian terbesar di Jawa Timur dan tentunya bukan sembarang polisi atau petugas yang bisa menjadi bagian Polda Jatim. Aku dan empat temanku yang lain memfokuskan diri pada korban kekerasan dan mengusung program yang berjudul Program Peningkatan Kesejahteraan Psikologis Korban (Perempuan dan Anak) Kekerasan.
Di hari pertama PKL aku mempresentasikan rancangan program lengkap dengan kegiatannya di depan Pamongku, AKP Hery Dian Wahono, M.Psi, dan beberapa petugas bagian Psikologi Biro SDM Polda Jatim. Kami mendapat respon yang sangat positif dari Pamong (salah satu petugas dari bagian Psikologi Polda Jatim yang bertugas mensupervisi aku dan kelompokku selama berada di lokasi PKL). Bahkan Pamong berjanji akan mengupayakan segala sesuatu yang kami perlukan untuk melaksanakan program.
Di minggu pertama PKL, tidak selamanya berjalan lancar. Terdapat beberapa kendala kecil yang harus dilalui. Salah satunya adalah tidak adanya kasus yang sedang ditangani oleh bagian psikologi Polda Jatim sehingga secara otimatis tidak ada korban pula. Seperti yang kita ketahui bahwa bagian Psikologi Polda Jatim hanya menangani kasus-kasus menonjol saja atau kasus yang dirujukkan oleh Polres di wilayah Jawa Timur. Apabila tidak ada kasus menonjol atau rujukan dari Polres, Bagian Psikologi Polda Jatim pun tidak menangani kasus. Namun, kendala itu tidak berlangsung lama karena aku sesegera mungkin mengomunikasikan hal ini pada Pamong.
Beruntung, Pamong bergerak cepat dengan memberikan saran padaku dan teman kelompokku untuk mengajukan diri membantu di Pusat Pelayanan Terpadu Jawa Timur (PPT Jatim) yang lokasinya tidak jauh dari Polda Jatim, yaitu di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara. Pamong mengantarkan aku dan teman kelompokku ke PPT Jatim. Di sana, kami mendapatkan beberapa informasi bahwa PPT Jatim merupakan salah satu lembaga yang dibawahi langsung oleh Pemerintahan Provinsi Jawa Timur dan berfungsi untuk menangani korban kekerasan (anak dan perempuan). Berdasarkan obrolan panjang yang kami lakukan bersama petugas PPT Jatim, kamipun dipersilahkan untuk ikut bergabung dan membantu menangani korban.
Semenjak berkunjung ke PPT Jatim sekaligus meminta izin, aku dan teman kelompokku memulai kegiatan yang padat setiap harinya. Bagaimana tidak, kami dituntut untuk PKL di dua tempat. Setiap pagi pukul tujuh hingga pukul sembilan kami harus berada di bagian Psikologi Biro SDM Polda Jatim guna memberikan laporan rencana kegiatan yang akan dilakukan kepada Pamong, pukul sembilan hingga pukul dua siang kami harus berada di PPT Jatim untuk membantu menangani korban, dan pukul dua hingga tiga sore harus kembali berada di bagian Psikologi Biro SDM Polda Jatim lagi untuk melaporkan dan mendiskusikan kegiatan apa saja yang sudah dilaksanakan di hari itu.
Begitu seterusnya setiap harinya. Tidak hanya itu, PPT Jatim juga mewajibkan kita untuk selalu siap siaga jika ada korban yang tinggal di shelter PPT Jatim dan memerlukan pendampingan. Pendampingan yang dilakukan di PPT Jatim tidak hanya satu dua jam dilakukan, apabila diperlukan korban akan diminta tinggal di shelter (rumah singgah sementara) dan harus didampingi oleh petugas PPT dalam hal ini mahasiswa PKL.
Tidak jarang aku dan teman kelompokku harus menginap di PPT Jatim bersama korban. Mulai dari korban kekerasan seksual, korban kekerasan fisik, hingga korban yang mengalami skizokrefina pernah kami dampingi. Pendampingan yang dilakukan haruslah totalitas, mulai dari bagaimana membangun raport pada korban yang akan didampingi, mengajak makan bersama, tidur bersama, hingga mengajak bermain bersama guna meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Keterampilan-keterampilan dan inisiatif-inisiatif sangat diperlukan dalam mendampingi korban.
Hal ini sangat diperlukan karena keadaan korban yang berbeda-beda tentu memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Apalagi, tidak semua korban mau langsung terbuka pada mahasiswa PKL, ada beberapa korban yang memerlukan pendekatan ekstra agar mau didampingi oleh mahasiswa PKL. Korban pelecehan seksual yang berinisial B misalnya, ia masih berusia 14 tahun namun sudah menjadi korban kekerasan seksual bahkan ia menjadi ketagihan melakukan hubungan seksual.
Pendekatan pada B sangat sulit dilakukan karena sebenarnya B tidak menginginkan tinggal di shelter dan merasa dirinya tersiksa dengan kondisi pelaku yang dipenjara karena B mencintai pelaku. Tipe kasus-kasus seperti kasus B ini tentu menyulitkan kepolisian untuk mendapatkan keterangan dari korban sehingga perlu adanya pendampingan dari psikolog melalui PPT Jatim untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya dari korban. Oleh sebab itu, B tinggal di shelter PPT Jatim untuk sementara waktu dan didampingi oleh mahasiswa PKL. Membangun hubungan yang baik mulai dari pertama bertemu dan reaski penolakan dari B hingga B mau sedikit terbuka dan menyampaikan beberapa informasi pada mahasiswa PKL tentu bukan hal mudah. Beberapa inisiatif yang dilakukan oleh mahasiswa PKL sangat diperlukan guna menggali data.
Hal-hal yang dilakukan oleh mahasiswa PKL guna mendapatkan informasi dari B yaitu melalui pemberikan soal di buku diary B, mengajak B mengobrol, dan lain sebagainya. Tidak hanya teori-teori perkuliahan yang diperlukan, melainkan tindakan-tindakan inisiatif serta kreativitas mahasiswa PKL sangat dituntut dalam hal ini. Pertanyaan yang sering muncul dalam diriku adalah, “Aku bisa apa?”. Ya, apa yang bisa aku lakukan untuk menggali data dari korban yang berinisial B tanpa membuat B merasa tidak nyaman.
Tidak hanya pada kasus B, pendampingan-pendampingan yang dilakukan pada beberapa korban yang lain pun juga tidak kalah seru. Tentu bukan hanya perlu penguasaan teori saja melainkan juga inisatif dan kreativitas yang tinggi. Lagi-lagi membuatku berpikir tentang, “Aku bisa apa?” dan “Apa yang bisa aku lakukan?”. Ketika menangani korban Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami skizofrenia misalnya, juga memerlukan pemikiran yang tidak hanya sebatas teori. Jika di bangku kuliah aku hanya bisa membaca referensi tentang apa itu skizofrenia dan bagaimana penanganannya, kali ini aku benar-benar dihadapkan dengan orang yang mengalami skizofrenia.
Jujur saja, pertama kali aku berkenalan dengan korban yag skizofrenia aku berasa goblok ndadak(bodoh mendadak) karena aku bingung apa yang harus aku lakukan. Lagi-lagi kreativitas dan inisatif dituntut di sana. Jika dalam buku-buku di bangku perkuliahan hanya diajarkan secara deskriptif dan teoritik tentang bagaimana menangani orang yang skizofrenia, kali ini sangat diperlukan kreativitas dan inisiatif untuk membujuk korban untuk minum obat, membujuk agar mau mandi, hingga mengajak berinteraksi yang menyenangkan agar korban tidak mengamuk.
Tidak hanya menangani korban, tuntutan di bagian Psikologi Polda Jatim pun terus menghantui. Beberapa kegiatan yang harus dieksekusi oleh mahasiswa PKL bersama dengan Pamong adalah kegiatan yang bertajuk psychology police goes to schooldan psychology police goes to campus.Aku dan teman kelompok bersama Pamong membuat materi untuk kegiatan psychology police goes to school.Kegiatan ini berupa penyuluhan tentang bahaya kekerasan seksual lengkap dengan pelatihan self defendyang dilakukan oleh bagian psikologi Biro SDM Polda Jatim di sekolah-sekolah SMP dan SMA di sekitar Surabaya. Mahasiswa PKL juga dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Sekolah yang dikunjungi dan diberi penyuluhan serta pelatihan yaitu SMP Wahid Hasyim Surabaya, SMPN 14 Surabaya, SMPN 21 Surabaya, dan SMK Kemala Bhayangkara Surabaya. Sementara kampus yang dikunjungi dan diberi penyuluhan serta pelatihan yaitu Universitas Sutomo Surabaya.
Kemampuan bekerja cepat dan teliti sangat diperlukan dalam menjalani serangkaian kegiatan PKL. Tuntutan dari Pamong di Polda Jatim juga tuntutan dari PPT Jatim juga membuat aku dan teman kelompok untuk bisa bekerja dalam tekanan. Kelihaian mengatur waktu, ketahanan bekerja dalam tekanan, hingga kreativitas serta inovasi mutlak diperlukan agar semua kegiatan baik di Polda Jatim maupun di PPT Jatim perjalan dengan optimal.
Tidak kalah penting pula kemampuan untuk menganalisis diri serta membagi tugas juga sangat diperlukan. Bagaimana tidak, tugas dan kegiatan yang padat menuntutku dan teman kelompok untuk mampu menganalisis diri sendiri tentang apa kekurangan dan kelebihan yang dimiliki diri dan memutuskan kelebihan apa yang bisa dikontribusikan untuk melaksanakan program kelompok dan kekurangan apa yang mengharuskan untuk mempersilahkan teman lain melakukan kegiatan yang tidak mampu dilakukan. Keterampilan membagi tugas juga sangat diperlukan mengingat setiap orang dari kelompokku memiliki kapasitas berbeda dan tentunya berbeda pula kapasitas kemampuan dalam mengerjakan tugas.
Selain tuntutan dari bagian psikologi Biro SDM Polda Jatim dan PPT Jatim, tuntutan kampus pun tidak kalah pentingnya. Beberapa hari terakhir menjelang penarikan pun kami harus meluangkan waktu disela-sela padatnya kegiatan untuk menyusun laporan kegiatan dan laporan penelitian. Kedua laporan ini yang nantinya akan diberikan di lokasi PKL dan dipresentasikan di fakultas tercinta, Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tidak lupa pula kami mempersiapkan materi yang harus dipresentasikan ketika penarikan di hadapan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) bersama Pamong tentang hasil PKL yang telah kami laksanakan.
Hingga pada akhirnya, laporan kegiatan dan laporan penelitian tersusun dan terbendel rapi, materi presentasi di hadapan Pamong dan DPL pun siap. Hari itu tiba, aku mewakili kelompokku maju dan mempresentasikan hasil PKL selama 45 hari. Grogi? Pasti. Takut salah? Jangan tanya lagi. Tapi akhirnya semua terlewati. Tapi harus dijalani, presentasi hasil PKL kuanggap sebagai media katarsis atas semua beban tugas yang berat dan nyatanya sanggup dijalani. Sungguh bangga hati ini mempresentasikan hasil kerja selama PKL dihadapan DPL serta pamongku dan pamong kelompok lain.
Tidak diduga sebelumnya, para pamong memberikan apresiasi yang luar biasa atas totalitas dan semangat belajar kami. Perasaan gugup, canggung, dan takut berubah menjadi santai ketika melihat antusias para pamong yang meriew hasil kerja kami. Bahkan yang lebih mengagumka dari para pamong di Polda Jatim adalah mereka selalu terbuka untuk berbagi dan bersedia untuk membimbing kami.
Para pamong berpesan agar komunikasi yang terjalin tidak putus sampai di sini, melainkan akan terus terjalin di kerjasama-kerjasama yang lain. Bahkan rencananya, bagian psikologi Biro SDM Polda Jatim akan mengunjungi mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang untuk merealisasikan kegiatan psychology police goes to campusdan pemberian pelatihan self defendpada mahasiswa. Tidak lupa pula nasehat-nasehat para pamong tentang skripsi dan beban kuliah yang lain. Ah, sungguh tidak ingin rasanya meninggalkan suasana PKL. Meski dengan kesibukan yang padat, tapi we enjoy it.
Di akhir tulisan ini, izinkan aku untuk berterima kasih pada Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), Dr. Fathul Lubabin Nuqul, M.Si yang setia membimbing kami dari awal hingga akhir. Beliau yang selalu siap sedia rumahnya kita jadikan basecampuntuk mengerjakan laporan hingga larut malam. Beliau yang bersedia diajak diskusi dan mendengarkan sepenggal cerita di lokasi PKL. Beliau yang jauh-jauh dari Malang datang ke Surabaya hanya untuk memonitoring mahasiswanya. Ah, banyak jasa lain yang tidak bisa disebutkan.
Terima kasih pula pada Pamongku, AKP Hery Dian Wahono, M.Psi yang dengan ketegasan dan kepeduliannya dalam membimbing kami. Beliau yang selalu mengupayakan kebutuhan kami. Beliau yang memberikan materi-materi yang tidak kami dapatkan di bangku perkuliahan serta beliau yang memberi kesempatan seluas-luasnya pada kami untuk belajar dan berproses. Tidak kalah serunya, beliau yang selalu mengajak kami jalan-jalan ke sekolah satu ke sekolah yang lain untuk menerapkan ilmu kami. Semua staf bagian Psiologi Biro SDM Polda Jatim beserta panitia PKL pun tidak kalah perannya dalam proses belajar kami. Terima kasih banyak atas semua kesempatan yang telah diberikan pada kami untuk bisa berproses dan belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H