Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Cara Mengenali dan Menghindari Lowongan Kerja Abal-abal agar Terhindar dari Penipuan

6 April 2021   07:05 Diperbarui: 6 April 2021   15:49 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penipuan: Shutterstock via Kompas.

Di zaman sekarang, mendapatkan pekerjaan---atau setidaknya lolos seleksi tahapan awal/administrasi saat melamar kerja---terbilang antara gampang dan sulit.

Dibilang gampang, ya nggak juga. Apalagi saat ini pelamar kerja semakin membludak dengan segala kemampuan dan latar belakang pendidikan yang dimilki.

Dibilang sulit, banget! Alasannya, kembali kepada premis sebelumnya. Belum lagi dengan segala persyaratan yang diberikan oleh perusahaan.

Selain itu, di tengah pandemi seperti sekarang ini, para pelamar kerja juga mau tidak mau, suka atau tidak, mesti mempersiapkan dana tambahan untuk persiapan melakukan rapid atau swab tes, jika diperlukan sebagai syarat administratif.

Lantas, apakah persoalan sudah selesai? Tentu saja belum. Ada tantangan lain yang harus dihadapi oleh para pelamar kerja, yakni lowongan kerja abal-abal. Atau biasa disebut juga sebagai penipuan berkedok lowongan pekerjaan.

Tentu saja hal ini membikin pusing tujuh keliling para pelamar kerja. Sebab, tidak sedikit penipuan dilakukan secara perlahan, dengan proses end to end yang cukup meyakinkan.

Namun, hal yang paling mudah dideteksi dari penipuan berkedok lowongan kerja/seleksi karyawnan adalah adanya permintaan sejumlah uang---baik secara tunai, diangsur, atau melalui transfer.

Bagi saya, tentu saja ini sudah menyimpang dari kaidah proses perekrutan yang fair dan profesional. Sederhananya, seseorang melamar/mencari pekerjaan untuk mendapatkan uang---dari hasil kerjanya---bukan malah mengeluarkan sejumlah uang.

Ilustrasi penipuan: Shutterstock via Kompas.
Ilustrasi penipuan: Shutterstock via Kompas.
Jadi, sudah jelas bahwa ketika kita mengikuti suatu seleksi karyawan dan dipungut biaya tertentu, apa pun embel-embelnya (biasanya diinfokan sebagai biaya pendaftaran/administrasi awal), baiknya dihindari dan mengundurkan diri dari proses perekrutan tersebut.

Sejatinya, perusahaan yang kredibel tidak akan pernah melakukan memungut biaya sepeser pun untuk proses seleksi karyawan yang dilakukan.

Tentu saja, menjadi lain persoalan jika seorang kandidat sudah lolos seleksi secara keseluruhan, lalu diminta surat keterangan sehat dan/atau surat keterangan rapid/swab test---khususnya di tengah pandemi seperti sekarang ini. Sebab, setiap perusahaan menerapkan kebijakan yang berbeda.

Ada perusahaan yang menanggung biaya surat keterangan sehat/rapid/swab test tersebut. Ada pula yang meminta kandidat untuk melakukan test secara mandiri.

Keduanya sah-sah saja dilakukan, selama dikomunikasikan dengan baik kepada para kandidat. Juga, kandidat bisa memahami apa yang diinstruksikan oleh HRD perusahaan.

Indikasi lain yang harus diwaspadai adalah, ketika kita sedang mencari lowongan pekerjaan di platform pencari kerja, kemudian nama perusahaan dirahasiakan.

Barangkali "perusahaan dirahasiakan" tidak selalu terindikasi penipuan. Namun, jika memang yakin dengan proses perekrutan tersebut, untuk apa dirahasiakan?

Memangnya, dengan nama perusahaan ditutup-tutupi atau dirahasiakan, bisa menarik minat pelamar kerja, gitu? Yang ada, malah membikin para pencari kerja berpikir ulang untuk kirim lamaran. Lantaran nama perusahaan dan alamatnya tidak jelas.

Lagi pula, melamar pekerjaan itu berbeda dengan pemberian kejutan, bukan? Jadi, buat apa nama perusahaan dirahasiakan? Bukankah akan lebih menjual---proses branding menjadi maksimal---dan perusahaan bisa lebih dikenal luas jika namanya tertera/dicantumkan?

Terakhir, lokasi kantor yang tidak jelas dan terlalu sering berpindah-pindah.

Ada banyak faktor kenapa suatu perusahaan bisa berpindah tempat dalam kurun waktu tertentu. Beberapa di antaranya lokasi kurang strategis, biaya operasional gedung kurang cocok dengan budget perusahaan, atau ingin pindah ke tempat yang dianggap lebih baik.

Ini bukan soal seberapa mewah tempat suatu perusahaan bernaung. Namun, lebih kepada, seberapa sering perusahaan berpindah lokasi. Jika tidak ada urgensi, untuk apa sering kali berpindah tempat?

Wajar saja jika sebagian orang berpikir berkali-kali untuk apply CV, sewaktu mengetahui lokasi suatu perusahaan sering kali berpindah tempat, sambil mbatin, "Jangan-jangan penipuan?" atau "Jangan-jangan perusahaan ini nggak kredibel?" dan seterusnya, dan seterusnya.

Mulai dari memungut biaya dari para pelamar kerja saat melakukan proses seleksi karyawan, nama perusahaan dirahasiakan, sampai dengan alamat suatu perusahaan yang tidak jelas bahkan sering berpindah tempat, harus diwaspadai dan divalidasi sebelum akhirnya kita memutuskan untuk kirim CV dan/atau surat lamaran kerja.

Sebab, ketiga hal tersebut berkesinambungan dan bisa menjadi indikasi awal dari sebuah penipuan berkedok menginformasikan lowongan pekerjaan.

Validasi bisa dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada rekan yang, mungkin sudah pernah bekerja atau paling tidak pernah mengikuti seleksi di perusahaan tersebut. Atau cek secara mandiri melalui beberapa situs untuk mengetahui status suatu perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun