Sebagian orang masih percaya bahwa, salah satu pekerjaan yang paling nyaman adalah menjadi seorang PNS. Betapa tidak. Selain berbagai tunjangan yang akan didapat pada periode tertentu, konon, menjadi seorang PNS, artinya kondisi finansial pada masa tua, juga keluarga, akan terjamin.
Sebab itu, tidak heran jika seleksi CPNS masih diminati oleh banyak kalangan sampai dengan saat ini. Tidak terkecuali oleh para Gen Y---yang kita kenal juga sebagai generasi milenial---juga Gen Z.
Namun, jika kita bicara di ranah perusahaan swasta, posisi nyaman para karyawan sering kali dikaitkan dengan status karyawan tetap.
Bagi sebagian orang, berstatus sebagai PNS atau pun karyawan tetap di perusahaan swasta sama-sama menjadi primadona tersendiri bagi banyak kalangan pekerja. Mungkin juga para calon mertua.
Lantas, apakah status karyawan tetap masih menjadi incaran sekaligus memiliki daya tarik tersendiri bagi kebanyakan Gen Y dan Gen Z dalam dunia kerja?
Ditambah, tidak sedikit yang menganggap bahwa, Gen Y dan Gen Z adalah dua kelompok yang tidak betahan, tidak mau berlama-lama mengabdi dan/atau menetap di suatu perusahaan.
Selama sekira empat tahun bekerja di ruang lingkup HR dengan deskripsi pekerjaan melakukan seleksi karyawan secara end to end, saya jadi mengetahui setidaknya ada tiga tipe pencari kerja dengan segala opininya---yang kebanyakan dari Gen Y dan Gen Z---terkait status karyawan tetap.
Pertama, kandidat Gen Y dan Gen Z yang sangat ingin mendapatkan status karyawan tetap.
Pelamar kerja tipe ini biasanya sangat antusias untuk menanyakan bagaimana caranya agar bisa menjadi karyawan tetap di suatu perusahaan. Apa saja usaha yang harus dilakukan, target apa yang harus dicapai, dan bagaimana kriteria karyawan yang akan mendapatkan status karyawan tetap.
Dari berbagai diskusi yang saya lakukan dengan para kandidat Gen Y dan Gen Z pada saat wawancara kerja terkait status karyawan tetap, mereka yang pro dengan hal ini, sepakat bahwa status karyawan tetap sangat penting dalam berkarir.
Selain itu, status karyawan tetap juga membikin mereka nyaman dalam bekerja dalam jangka panjang. Tidak perlu khawatir apakah kontrak kerja tidak akan diperpanjang dalam kurun waktu tertentu.
Kalaupun kontrak kerja tidak diperpanjang atau diberhentikan, tentu akan ada pesangon yang didapat mengacu pada UU Ketenagakerjaan yang berlaku dan menyesuaikan kebijakan perusahaan.
Namun, tentu saja proses mendapatkan status karyawan tetap tidaklah mudah. Ada yang perlu mengikuti serangkaian tes tertentu. Ada pula yang harus melalui proses evaluasi secara ketat dari manajemen perusahaan selama karyawan tersebut bekerja.
Kedua, kandidat Gen Y dan Gen Z yang tidak memikirkan status karyawan tetap sama sekali.
Para kandidat ini bukannya mau nothing to lose pada saat mengikuti proses seleksi karyawan. Hanya saja, yang menjadi fokus utama mereka bukan ingin mendapatkan status karyawan tetap.
Keinginan tersebut pastilah ada. Namun, tipe ini menyadari bahwa, untuk mendapatkan status karyawan tetap, diperlukan usaha keras dan kinerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Juga, kembali kepada kebijakan perusahaan.
Meski memiliki visi kerja yang cukup baik, fokus kandidat tipe ini lebih kepada tempat sekaligus suasana kerja yang nyaman dan apakah benefit sudah sesuai dengan harapan atau target personal.
Ketiga, kandidat Gen Y dan Gen Z yang tidak memikirkan status kontrak dan lebih fokus kepada benefit yang didapat.
Jika bicara soal durasi kontrak dan/atau prospek jangka panjang, biasanya akan kembali kepada kebutuhan perusahaan atau permintaan klien (menyesuaikan projek).
Apakah hanya 3-6 bulan, kontrak satu tahun dengan opsi perpanjangan (jika memang tidak ada kendala dalam prosesnya), atau menggunakan skema tiga bulan probation lalu diangkat menjadi karyawan tetap.
Berapa lama pun durasi kontraknya, apakah ada kemungkinan untuk menjadi karyawan tetap atau tidak, selalu ada kandidat yang tidak memikirkan hal tersebut sama sekali.
Terpenting adalah bisa menambah pengalaman, menjadi informasi tambahan pada CV, dan benefit yang didapat secara keseluruhan sudah sesuai. Kalaupun pada waktu mendatang kontrak tidak diperpanjang, ya berjuang mendapatkan kerja yang lebih baik lagi.
Berkaca dari pengalaman, sebagian pelamar kerja kelompok milenial dan Gen Z masih tetap ada yang memiliki keinginan untuk menyandang status karyawan tetap saat bekerja.
Sehingga, anggapan bahwa anak milenial dan Gen Z kalau bekerja hanya sebentar-sebentar dan cepat merasa bosan, tidak bisa digeneralisir begitu saja. Tentang apa atau siapa saja motivasi kerjanya, bisa jadi hanya salah satu faktor dari sekian banyak di antaranya.
Pada akhirnya, baik hanya berstatus karyawan kontrak dengan durasi kerja waktu tertentu atau karyawan tetap, yang akan di-monitoring dan dievaluasi lebih lanjut adalah attitude dan kinerja kita, sebagai pekerja.
Status karyawan tetap bukanlah suatu jaminan seorang pekerja akan bertahan sampai dengan pensiun. Pun sebaliknya. Karyawan kontrak tidak selamanya akan was-was tentang bagaimana nasibnya di suatu perusahaan.
Tentu saja, peluang untuk mencapai hal tersebut selalu terbuka. Entah di kantor saat ini, atau di tempat lain di waktu mendatang. Ya, namanya juga usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H