Selain itu, status karyawan tetap juga membikin mereka nyaman dalam bekerja dalam jangka panjang. Tidak perlu khawatir apakah kontrak kerja tidak akan diperpanjang dalam kurun waktu tertentu.
Kalaupun kontrak kerja tidak diperpanjang atau diberhentikan, tentu akan ada pesangon yang didapat mengacu pada UU Ketenagakerjaan yang berlaku dan menyesuaikan kebijakan perusahaan.
Namun, tentu saja proses mendapatkan status karyawan tetap tidaklah mudah. Ada yang perlu mengikuti serangkaian tes tertentu. Ada pula yang harus melalui proses evaluasi secara ketat dari manajemen perusahaan selama karyawan tersebut bekerja.
Kedua, kandidat Gen Y dan Gen Z yang tidak memikirkan status karyawan tetap sama sekali.
Para kandidat ini bukannya mau nothing to lose pada saat mengikuti proses seleksi karyawan. Hanya saja, yang menjadi fokus utama mereka bukan ingin mendapatkan status karyawan tetap.
Keinginan tersebut pastilah ada. Namun, tipe ini menyadari bahwa, untuk mendapatkan status karyawan tetap, diperlukan usaha keras dan kinerja sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Juga, kembali kepada kebijakan perusahaan.
Meski memiliki visi kerja yang cukup baik, fokus kandidat tipe ini lebih kepada tempat sekaligus suasana kerja yang nyaman dan apakah benefit sudah sesuai dengan harapan atau target personal.
Ketiga, kandidat Gen Y dan Gen Z yang tidak memikirkan status kontrak dan lebih fokus kepada benefit yang didapat.
Jika bicara soal durasi kontrak dan/atau prospek jangka panjang, biasanya akan kembali kepada kebutuhan perusahaan atau permintaan klien (menyesuaikan projek).
Apakah hanya 3-6 bulan, kontrak satu tahun dengan opsi perpanjangan (jika memang tidak ada kendala dalam prosesnya), atau menggunakan skema tiga bulan probation lalu diangkat menjadi karyawan tetap.
Berapa lama pun durasi kontraknya, apakah ada kemungkinan untuk menjadi karyawan tetap atau tidak, selalu ada kandidat yang tidak memikirkan hal tersebut sama sekali.