Jika pertanyaan yang diajukan oleh HRD pada saat wawancara kerka masih dalam cakupan profesional, soal pengalaman, dan sebangsanya, saran saya, jawab dengan sebaik mungkin. Menyesuaikan situasi, kondisi, juga pengalaman yang sudah dialami sebelumnya.
Bukan malah balik bertanya, “Maaf, Pak. Atas dasar apa Bapak nanya gitu ke saya?”
Wajar saja jika tidak ada panggilan untuk proses berikutnya. Sebab, sudah pasti sejak awal HRD akan melihat attitude secara keseluruhan para calon karyawan yang akan bekerja di perusahaannya.
Jauh sebelum itu, kalaupun lolos pada tahap awal, proses akan dilanjutkan untuk bertemu dengan User dan/atau posisi di level top manajemen.
Sekarang, bagaimana HRD sudi melanjutkan proses seorang kandidat, jika cara berkomunikasi dan/atau attitude-nya saja sulit dikontrol oleh diri sendiri?
FYI. HRD pun punya tanggung jawab untuk menyortir kandidat yang sesuai dengan kebutuhan. Kandidat terbaik diantara yang terbaik. Jadi, wajar saja jika tidak lolos tahap awal, kemudian prosesnya tidak dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
Lantas, bagaimana caranya membedakan antara HRD yang KEPO secara profesional dan personal (menanyakan hal yang bersifat pribadi) saat wawancara kerja?
Sederhana dan mudah saja. Jika kalian mendapatkan pertanyaan lebih kepada kemampuan yang dimiliki, pengalaman di ruang lingkup profesional, dan sebangsanya, jelas itu untuk kebutuhan menggali informasi dan menemukan kecocokan antara kandidat dengan persyaratan yang harus dipenuhi pada suatu posisi yang dibutuhkan.
Sedangkan pertanyaan yang bersifat personal, alih-alih menanyakan soal pengalaman kerja, yang ditanya malah tentang kisah asmara dan mantan di masa lalu.
Jangan salah. Seorang rekan yang juga pencari kerja, pernah curhat kepada saya. Pada saat mengikuti proses wawancara kerja, yang ditanyakan oleh HRD suatu perusahaan malah kisah asmara di masa lalu, pacaran berapa lama, dan obrolan personal lainnya yang membikin pelamar kerja nggak nyaman.
Tentu saja, jika kalian mengalami kisah serupa, kalian berhak untuk tidak menjawab atau balik bertanya, “Maaf, atas dasar apa nanya itu ke saya?”