Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pengalaman Bekerja sebagai Recruiter: Disogok Kandidat hingga Dianggap "Orang Dalam"

5 Maret 2021   07:00 Diperbarui: 5 Maret 2021   20:08 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wawancara kerja: shutterstock via kompas.com

Saya nggak menyangka bahwa, bekerja selama hampir empat tahun sebagai recruiter, membuat saya bertemu dengan banyak hal yang menarik. Sangat menarik.

Utamanya yang masih berkaitan dengan proses wawancara kerja, juga segala hal tentang interaksi dengan banyak pelamar kerja.

Ada banyak kisah yang sudah saya alami. Dari yang menyenangkan, sampai yang bikin mangkel. Betul-betul membikin saya kesal setengah mampus.

Kisah pertama, ketika ada seorang kandidat yang sudah saya wawancara, mengirim pesan via WhatsApp dan berkata,

"Mas, plis masukin saya kerja. Nanti saya kasih fee satu juga saat gajian. Saya pengen banget kerja."

Ada tiga hal yang mengganggu pikiran saya ketika membaca pesan tersebut.

Pertama, tentu saja cara ini tidak bisa dibenarkan sama sekali. Mau bagaimana pun cara sekaligus apa pun alasannya, praktik sogok-menyogok ini sangat mencederai nurani.

Kedua, dalam sudut pandang saya sebagai recruiter, tentu pesan tersebut terkesan menyepelekan integritas seseorang---dalam hal ini, diri saya sendiri. Sangat, sangat tidak disarankan bagi siapa pun, khususnya para pelamar kerja.

Ketiga, nyali kandidat tersebut besar juga, sih. Lantaran, secara frontal, gamblang, dan ugal-ugalan, mengirim pesan langsung kepada seorang recruiter untuk menyogok. Luar biasa, luar biasa.

Pada akhirnya, pesan tersebut tidak saya respon sama sekali. Sebab, saya tidak ingin menghabiskan waktu dan membuang-buang energi untuk satu kandidat yang, dari awal saja integritasnya patut dipertanyakan.

Sederhananya, dari awal saja sudah punya niatan menyogok HRD/recruiter. Lalu, apa jadinya jika saya menerima kandidat tersebut sebagai salah satu karyawan di kantor?

Prediksi saya, cilaka dua belas hanya tinggal menunggu waktu.

Tidak bisa tidak. Seseorang yang sejak awal sudah melakukan kecurangan, kebohongan, apalagi dalam dunia kerja, punya potensi menyepelekan hal lain untuk mencapai suatu hal.

Saya paham, banyak orang yang betul-betul tengah berada di situasi yang sangat sulit. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini.

Namun, bukan berarti dengan mudahnya mencederai nurani diri sendiri dan orang lain. 

Kalian, para pelamar kerja, sangat disarankan untuk mengikuti proses seleksi karyawan secara fair. Dengan cara yang sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.

Sebab, kejujuran itu ibarat mata uang yang bisa digunakan di mana pun dan dalam kondisi apa pun, tanpa mengenal lokasi juga wilayah tertentu.

Kisah kedua, sering dikira bagian dari 'orang dalam' yang bisa dengan mudahnya menerima referensi kandidat dari teman satu kantor.

Pernah suatu ketika, saya ditanya oleh seorang kandidat saat proses wawancara kerja berlangsung,

"Pak, di sini kalau nggak punya 'orang dalam' susah masuknya, ya?"

Kala itu, tentu saja saya langsung merasa mangkel sekaligus mbatin, "Lah? Menurut ngana, gimana?"

Maksud saya, bertanya ya boleh saja. Apalagi kepada recruiter yang mewawancarai sampean. Lagipula, menjawab segala pertanyaan yang kandidat ajukan memang sudah menjadi bagian dari deskripsi pekerjaan recruiter, kok.

Tapi, ada tapinya, nih... Mohon sekali, sebelum bertanya, baiknya dipikirkan terlebih dahulu. 

Apakah pertanyaan tersebut perlu diajukan atau tidak. Apalagi dalam suasana yang terbilang formal seperti wawancara kerja.

Tentu saja pada akhirnya saya menjawab, "Semua kandidat di sini mengikuti proses sesuai prosedur dan tetap melalui seleksi secara fair. Termasuk Anda, tentunya."

Sulit dimungkiri bahwa, budaya berhasil diterima kerja karena 'orang dalam' memang masih sulit dihilangkan.

Namun, bukan berarti dengan mudahnya digeneralisir kepada semua perusahaan. Apalagi langsung ditanya secara serampangan seperti itu. Haduh, haduh.

Kisah ketiga, sering dianggap sebagai penentu nasib para pelamar kerja.

Beberapa orang kerabat pernah berkata kepada saya bahwa, "Jadi recruiter enak, ya. Kerjanya hanya wawancara pelamar kerja, terus jadi penentu nasib mereka. Diterima atau ditolak."

Sebentar, sebentar, sebentar...

Sebelumnya, izinkan saya menyampaikan satu kata saja, "Ndasmu!"

Maaf jika kata tersebut terlalu kasar bagi sebagian pembaca. Namun, tenang saja. Kata tersebut tidak secara serius disampaikan kepada kerabat saya. Hanya sebagai penebal emosi saja. Hehehe.

Begini, para sahabatku. Bekerja di posisi apa pun, tentu punya peranan, beban, sekaligus tanggung jawab masing-masing. Tidak ada yang boleh disepelekan sedikit pun, termasuk ketika menjadi seorang recruiter.

Apalagi, seorang recruiter harus betul-betul memberi penilaian objektif sekaligus menganalisa, apakah seorang kandidat sudah sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh perusahaan atau belum.

Jika sampai keliru, tentu saja efeknya bisa sampai fatal dan berujung pada teguran dari para atasan.

Setiap recruiter, tentu punya alasan kenapa seorang kandidat bisa diterima atau ditolak. Semua keputusannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan para atasan.

Menjadi seorang recruiter, tentu saja bukan hanya soal asal mengobrol dengan para pelamar kerja, asal menerima atau asal menolak, apalagi sampai mengira semua hal yang dikerjakan 'enak'.

Semua pekerjaan punya porsi enak dan nggak enaknya masing-masing, kok. Jadi, tetap bekerja secara profesional, tentu menjadi suatu pilihan yang bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun