Saya kira, kita semua sepakat bahwa mi instan yang enak adalah mi dengan tingkat kematangan yang pas. Paripurna. Bagi saya, setidaknya setengah matang lebih baik dibanding terlalu matang.
Makan mi yang lodoh, terlalu lembek, dan mudah hancur adalah penistaan terhadap mi. Karena sebaik-baiknya makan mi adalah ketika kita bisa menyeruput mi yang tersambung panjang sampai mengeluarkan suara "sluuuuuurp!".
Kemalangan keempat, mi goreng tumpah saat disaring
Saya mengkategorikan ini sebagai salah satu kesialan yang berasal dari faktor eksternal dan tidak pernah saya duga. Tentu sudah lumrah ketika kita merebus mi dengan varian mi goreng, cara mudah memindahkan mi dari air rebusan adalah dengan cara menyaringnya. Namun, siapa sangka gagang saringan akhirnya patah dan berakibat mi tumpah, lalu tidak bisa dimakan?
Mengingat kejadian ini rasanya begitu sesak, gaes.
Untuk meminimalisir kejadian serupa, saya bisa menawarkan cara yang lebih aman. Pindahkan mi yang direbus dengan garpu atau sumpit dari air rebusan. Meskipun terbilang lama dan kurang efisien, paling tidak mi akan tersaji dengan aman dan sebagaimana mestinya. Sesuai ekspektasi.
Jika ada cara yang lebih baik, tentu saya terbuka untuk diskusi lebih lanjut. Paling penting, mi instan tetap aman dalam setiap penyajiannya.
Kemalangan kelima, masak dua bungkus kebanyakan, kalau satu bungkus rasanya kurang banyak
Khusus poin ini, bukan kemalangan, sih. Saya rasa, ini adalah permasalahan banyak penikmat mi instan. Kalau masak dua bungkus ya terlalu bikin begah. Tapi, kalau satu jelas kurang banyak. Mi instan memang enak, tapi kalau kebanyakan malah begah.
Sampai akhirnya, saat ini banyak merek mi instan memproduksi mi goreng jumbo yang porsinya pas dan nggak kebanyakan. Untuk merk lain, beberapa diantaranya bahkan memproduksi mi isi dua dengan porsi yang sama pasnya.
Pokoknya, ada perbedaan ketika kita masak mi jumbo atau isi dua dengan mi yang dimasak dua bungkus sekaligus.