Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Kita Bisa Menjalani Hidup Tanpa Berprasangka?

27 Januari 2020   15:15 Diperbarui: 27 Januari 2020   15:27 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi overthinking: iforher.com

Sebagai seorang rekruter, sudah biasa bagi saya bertemu dengan banyak kandidat, melakukan wawancara sekaligus seleksi karyawan sesuai kebutuhan perusahaan.

Bagi saya, berbincang dengan para kandidat itu menyenangkan. Saya jadi mengetahui apa saja alasan dan motivasi mereka bekerja, kemampuan apa yang dimiliki, pengalaman apa yang bisa dibagikan. Seringkali, apa yang mereka ceritakan menjadi inspirasi untuk saya. Tentang beragam kesulitan yang pernah dihadapi oleh para kandidat dan bagaimana cara mereka menyelesaikannya.

Dan sebagai seorang rekruter, saya harus bekerja secara profesional. Meski saya mendapat inspirasi atau motivasi dari cerita yang dibagikan, perasaan tidak boleh serta-merta dilibatkan dalam memberi penilaian. Intinya, harus tetap objektif dalam melakukan seleksi karyawan.

Agar obrolan lebih terkesan mengalir dan terbuka, saya harus membuat para kandidat nyaman terlebih dahulu. Sebab, saya percaya, dalam kondisi yang nyaman, para kandidat akan lebih maksimal dalam menceritakan apa saja potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Hal tersebut juga tidak bisa dipisahkan dari prasangka pribadi yang harus saya kontrol.

Sebagian dari kita mungkin sudah familiar dengan istilah "kosongkan gelas" yang digunakan dalam berbagai kesempatan. Dan itu yang harus selalu saya terapkan ketika memulai wawancara dengan kandidat. Berbicara tanpa prasangka. Bukan hanya pada saat bekerja, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Namun pertanyaannya, bisa kah kita tidak berprasangka dalam kehidupan sehari-hari? Entah ketika berhadapan dengan orang yang sudah dikenal atau pun orang yang baru ditemui.

Untuk menyamakan persepsi, sebagai rujukan, menurut KBBI, prasangka berarti pendapat (anggapan) yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui sendiri.

Percayalah, jika kita terlalu diselimuti oleh prasangka, rasanya tidak nyaman. Karena apa pun yang dipikirkan akan berujung pada pemikiran negatif atau stigma tertentu terhadap sesuatu.

Saya pribadi pun beberapa kali sempat mengalami hal tersebut sebelum melakukan proses wawancara dengan beberapa kandidat. Anggaplah ini sebagai suatu kesalahan. Betapa tidak, sebelum mengobrol satu-dua kata, saya sudah menduga-duga seperti apa watak kandidat. Cerobohnya lagi, saya menilai hanya dari penampilan luarnya saja.

Pada akhirnya, seorang kandidat yang saya pikir sebelumnya kurang mumpuni dari sisi kemampuan, nyatanya berbanding terbalik. Kandidat tersebut malah bisa memenuhi ekspektasi saya dan memiliki kemampuan yang dibutuhkan sesuai posisi yang dilamarnya.

Semenjak saat itu, saya berusaha untuk mengontrol prasangka. Entah ketika bekerja, atau dalam bersosialisasi dengan banyak orang di lingkungan sekitar.

Sebab, pada kenyatannya, harus diakui bahwa masih banyak diantara kita yang larut dalam prasangka ketika menjalani kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh yang seringkali terjadi dan dialami beberapa orang diantaranya:

Melihat orang lain hanya dari pakaiannya.

Biasanya, gaya berpakaian A akan dikorelasikan dengan kejahatan A. Yang seperti ini biasanya akan berlanjut pada atribut apa yang dikenakan juga bagaimana gaya penampilannya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Menebak-nebak maksud orang lain terlalu dini ketika menghubungi kita.

Hal ini sering terjadi ketika ada teman lama atau seseorang yang jarang melakukan kontak dengan kita, eh, tanpa diduga malah menanyakan kabar. Baik secara langsung maupun via chat. Beberapa diantara kita biasanya akan overthinking, memikirkan kira-kira apa maksud dan tujuan orang tersebut menghubungi kita. Jangan-jangan mau meminjam uang? Atau menawarkan menjadi agent MLM? Padahal, belum tentu demikian. Siapa tahu dia hanya ingin bersilaturahim, menanyakan kabar, atau bisa jadi memberi kabar baik.

Terlalu menduga-duga atau merasa cemas ketika ada orang yang baru dikenal menyapa di tempat umum.

Hal ini pernah beberapa kali saya alami, utamanya di halte transjakarta atau stasiun KRL. Ada seseorang yang menepuk pundak saya, namun saya merasa khawatir dan berpikir yang tidak-tidak. Tentang dihipnotis atau merujuk kepada jenis kejahatan tertentu, misalnya. Padahal, setelah saya coba menenangkan diri, orang tersebut hanya ingin menanyakan waktu, tujuan, dan lain sebagainya.

Namun, tidak bisa dimungkiri juga bahwa, alasan seseorang berprasangka atau overthingking adalah karena adanya pengalaman di masa lalu yang kurang menyenangkan dan dialami secara langsung.

Meskipun begitu, perlu disadari juga bahwa, kadangkala prasangka bisa menjadi sinyal bagi kita untuk menjaga diri dan lebih siap terhadap suatu tindak kejahatan atau sesuatu hal yang tidak diinginkan. Ketika ada seseorang yang mepet-mepet kita di tempat atau transportasi umum, nggak mungkin juga jika kita terlalu pasrah, kan? Secara naluri, kita pasti lebih sigap dalam menjaga diri sekaligus barang bawaan.

Pada akhirnya, prasangka itu akan selalu ada dalam diri setiap manusia. Tinggal bagaimana seseorang mengontrolnya dengan baik dan sesuai pada porsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun