Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelanggan Bukan Raja, Hargai Pegiat Usaha dan Jangan Bersikap Semaunya

16 Januari 2020   18:45 Diperbarui: 17 Januari 2020   22:06 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menjadi lulusan baru, saya sempat menganggur selama beberapa bulan. Alasannya sulit saya terima hingga saat ini, yakni, karena ingin bekerja sesuai dengan jurusan perkuliahan yang notabene cukup banyak saingannya. Bahkan harus bersaing dengan yang sudah berpengalaman di posisi yang sama.

Sampai akhirnya saya menurunkan ego juga meniadakan idealisme, karena tujuan utama saya kala itu adalah yang penting bekerja dahulu agar mendapatkan pengalaman dan kemampuan di berbagai bidang, khususnya di dunia perkantoran.

Paling tidak, terbiasa dengan suasana dan hiruk pikuk kantor dengan segala kesibukannya lebih dulu.

Soal gaji? Pada tahun 2014, saya sadar diri sebagai lulusan baru meski pernah menjadi asisten dosen, tentu hal itu belum diperhitungkan sebagai pengalaman bekerja secara profesional.

Jika menjadi nilai tambah sih bisa dan memungkinkan. Namun hal tersebut tidak menjadikan saya menjadi seorang lulusan baru yang jemawa dengan menolak gaji senilai 8 juta.

Yah, pikir saya sih, sebagai lulusan baru mendapat gaji UMR saja sudah syukur. Hitung-hitung sebagai pengalaman baru dalam dunia kerja, walau harus belajar ilmu baru karena bekerja tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dipelajari selama kuliah.

Sebagai lulusan mahasiswa Psikologi, alih-alih menjadi staf HRD, pengalaman kerja pertama saya justru menjadi seorang petugas administrasi merangkap Customer Service di suatu bank ternama.

Sebagaimana orang pada umumnya saat menjalani pengalaman pertama, saya sempat merasa khawatir tidak bisa beradaptasi dengan ilmu dan lingkungan baru. Singkat kata, mental block.

Bekerja di bidang pelayanan pelanggan juga harus siap dengan jam kerja yang tidak menentu juga dengan pekerjaan yang dirasa tidak ada habis dan jedanya.

Wajar saja, namanya juga bekerja di layanan jasa. Jika terhenti produktivitasnya, tentu berpengaruh terhadap neraca keuangan perusahaan.

Itu kenapa saat hari raya dan beberapa hari libur nasional, harus siap untuk tetap masuk seperti biasa.

Bukan bermaksud tidak mensyukuri pengalaman kerja pertama, tapi saat menjalani pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan sekaligus dengan kriteria para customer, saya dituntut harus ekstra sabar dan hati-hati.

Bagaimana tidak, para pelanggan khususnya di Indonesia rasa-rasanya sudah didoktrin dengan istilah "pelanggan adalah raja".

Sehingga, sewaktu masyarakat kita menjadi pelanggan suatu produk, sebagian di antaranya merasa seakan perlu diperlakukan bagai raja yang berkuasa.

Saya pun beberapa kali terkena amarah pelanggan. Memang dasar ingin selalu dianggap benar, saya yang tidak salah pun terkena umpatan dari pelanggan.

Secara langsung pernah, melalui telepon apalagi. Seperti sudah menjadi menu utama sehari-hari. Walau harus diakui, tidak semua customer berlaku semaunya. Masih banyak yang bahkan lebih ramah dibanding saya sebagai petugasnya.

Cara mereka beragam, ada yang menyapa lebih dulu, mengajak bercanda, sampai kepada mengucap rasa terima kasih atas pelayanan yang sudah diberi.

Sebagai seseorang yang bekerja di bidang pelayanan pelanggan kala itu, hanya sekadar ingin dihargai usaha dalam memberikan pelayanan terbaik, paling tidak menyampaikan terima kasih.

Hal tersebut lebih baik dibanding memasang ekspresi ketus, jutek, dan bersikap semaunya kepada para petugas pelayanan.

Setelah itu, saya pun mencoba untuk mengubah pola pikir saya. Pelanggan bukanlah raja, melainkan orang biasa seperti halnya para petugas.

Sama-sama punya martabat dan harga diri. Sebab itu, menghargai, menghormati, dan memahami satu sama lain merupakan hal yang harus dilakukan tanpa paksaan dalam prosesnya.

Setelah merasakan bekerja secara langsung bagaimana sulitnya dan harus memiliki kesabaran yang mumpuni menjadi Customer Service, saat itu hingga kini saya menjadi lebih bijak jika harus berhadapan dengan petugas layanan di mana pun.

Dengan segala kesulitan dan lelahnya bekerja, mereka seringkali sigap dalam memberikan pelayanan terbaik.

Jika harus berhadapan dengan petugas layanan yang terkesan ketus atau jutek pun tidak perlu marah selama memahami apa yang sedang dikerjakan.

Kalau pun ingin menegur, utamakan secara personal lebih dulu dibanding main lapor ke atasan atau supervisinya. Tidak bisa juga? Baru lah lapor ke atasannya, bukan berniat untuk menjatuhkan apalagi mempermalukan, lebih kepada agar pelayanan yang diberikan lebih baik.

Utamakan memberi apresiasi dibanding mencaci. Lagipula, ketahuilah, jika pelanggan adalah raja, tidak semua raja bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun