Mohon tunggu...
Seto Permada
Seto Permada Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Konten

Penulis Cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala

3 September 2017   17:52 Diperbarui: 3 September 2017   18:36 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala (Gambar: www.ExitoXMinuto.com)

Sementara itu, rombongan tikus semakin santer menggigiti kulit kabel, tetapi tidak sampai menyentuh kumparan kawat di dalamnya. Tiga tikus yang penasaran berhasil mencongkel sisi belakang televisi. Ketiga-tiganya masuk televisi, kesetrum, dan mati terpanggang arus listrik saat itu juga.

Dalam tidur, lelaki tua tersenyum, kadang tertawa, atau mengigau, "Aku bahagia. Aku bahagia. Lebih bahagia daripada kucing mencuri ikan dan menggigit setulang-tulangnya."

Lampu otomatis yang terpasang di atas ubun-ubun lelaki tua soak. Semakin soak, dan akhirnya padam sama sekali. Di dalam rumah lelaki tua, antara siang dan malam tidak ada bedanya. Televisi masih dibiarkan menyala. Entah acara apa, lelaki tua masih bahagia dalam tidurnya. Sampai-sampai ia tak tahu ada seekor capung tersesat berkali-kali menubruk layar televisi, jatuh menggelepar, dan tak lama kemudian dikerubungi semut-semut kelaparan.

***

Para tetangga mengira rumah lelaki tua tak berpenghuni lagi. Siapa pun yang kebetulan lewat, bulu kuduknya selalu berdiri ketika menatap rumah lelaki tua yang seperti rumah hantu. Dari luar, di bagian mana pun selalu terpasang jaring laba-laba: di lubang angin, celah jendela, celah pintu, kaca-kaca. Dan kalau malam, orang-orang, terlebih lagi dua sejoli yang suka pacaran di tempat-tempat sepi dan gelap, seketika berteriak, kemudian ngacir ketika mendengar suara misterius bercakap-cakap di dalam rumah lelaki tua.

"Rumah siapa itu?" tanya seseorang suatu kali.

"Oh, itu rumah Kakek Ukaba."

"Kok sepi dan kalau malam angker, ya. Apa tidak ada yang menghuni di sana?"

"Dulu, cuma Kakek Ukaba yang mendiami. Anak semata wayangnya sudah jadi orang Jakarta dan tak balik-balik. Konon, Kakek Ukaba suatu hari diberi televisi oleh anaknya itu. Dan sejak itu dia tidak keluar. Beli nasi uduk di warung Bi Tinah seperti sebelumnya pun tidak. Pompa air listriknya juga tak pernah menyala. Pasti sudah mati dan jadi mayat dia. Siapa yang berani ambil bangkai menahun itu? Yang ada lari ngibrit."

"Kalau sudah mati dan jadi bangkai, kok ketika aku lewat tidak mencium bau busuk sama sekali, ya? Cuma ada suara-suara aneh."

"Nah, itu anehnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun