Mohon tunggu...
Seto Permada
Seto Permada Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Konten

Penulis Cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala

3 September 2017   17:52 Diperbarui: 3 September 2017   18:36 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lelaki Tua dan Televisi yang Menyala (Gambar: www.ExitoXMinuto.com)

Kini, lelaki tua tidak perhatian pada televisinya sendiri. Tidak perhatian pada dirinya sendiri. Tidak perhatian pada rumahnya sendiri.

Tak terhitung berapa laba-laba merenovasi sarangnya di kolong-kolong. Debu dibiarkan menebal lapisi apa saja benda milik lelaki tua. Kabel-kabel penghubung televisi carut-marut tergigit gigi tikus sebagian. Kalau lelaki tua sedang waras, dia kagetkan tikus-tikus yang tengah beraksi. Binatang-binatang bau apak itu pun lari tunggang-langgang. Kalau dalam mode normal, ia membiarkan tikus-tikus semau mereka berbuat apa saja. Jika perlu ajaklah teman-teman mereka sekalian.

Pada awal kehadiran televisi di rumah, lelaki tua langsung memanggil tukang reparasi elektronik. Karena lelaki tua terlalu bangga, ia berkali-kali sampai menyebut-nyebut, "Ini anakku yang beli. Anakku yang tinggal di Jakarta itu?"

Tetapi siapa peduli?

Ocehan lelaki tua cuma mengambang. Tukang reparasi naik genting dan membetulkan baut yang longgar di batang parabola. Kerusakan lainnya: baru punya televisi dan parabola baru, lelaki tua sudah bikin ulah. Ia heboh ketika tanpa sengaja memencet tombol radio dan tak bisa mengembalikan ke mode AV 1.

Sejak didatangi tukang reparasi, lelaki tua tidak pernah berani iseng dengan remote control-nya lagi. Ia bangun terlalu pagi. Dan juga terlalu lupa sarapan karena terlalu asyik memencet-mencet remote control. Dia bukannya gemar dengan acara di dalamnya, akan tetapi dia selalu merasa lebih hidup ketika melihat saluran televisi berpindah-pindah dalam tempo kilat.

Sekali waktu ia berhenti. Sorot layar televisi begitu terang. Ia tidak tahu bagaimana caranya mengatur warna dan kontras. Maka, pembawa acara yang tengah membaca berita pun berpenampilan secara berlebihan. Bibir menor. Pipi merah muda. Rambut terlalu gelap. Dan ada bias cahaya di sebelah kanan-kiri tubuh wanita kantoran itu. Mau tidak mau.

Lelaki tua, toh, sama sekali tidak memedulikan warna yang canggung. Dia masih bisa menikmati apa yang ada. Bahkan, sempat pula ia bayangkan jika wanita itu adalah istrinya. Secara kasatmata memang mirip. Atau matanya saja yang keliru? Ia bertanya-tanya, apakah setelah mati, istrinya masih secantik pembawa acara?

Lama-lama, lelaki tua bosan melakukan rutinitas monoton itu. Ia meletakkan remote control ke atas meja. Dekat dengan pas foto bergambar Dori tengah dipeluk istrinya. Diiringi dengus kesal, ia pun terpaksa menghentikan aktivitas memindah-mindah saluran televisi dengan kecepatan kilat. Ia membiarkan sebuah saluran televisi berjaya tanpa terusik sedikit pun.

***

Setelah dua tahun melewati waktu tanpa makan dan minum, lelaki tua akhirnya mengantuk juga. Ia tertidur di atas mebel. Kepala ambruk ke lengan kiri mebel. Semut-semut yang tengah menggotong remah-remah busuk dari lemari makanan berlumut kebetulan menabrak jempol kakinya. Ramai-ramai semut itu mengangkat dan menggeser kaki lelaki tua agar tidak mengganggu jalur darat mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun