Dua negara tersebut melanjutkan pemilu dikarenakan angkat Pandemi Covid-19 sudah bisa tertangani dan kurvanya menunjukkan penurunan serta yang terpenting adalah ketertiban masyarakat yang taat terhadap protokol kesehatan untuk menghindari penularan Covid-19. Sedangkan jika dilihat di Indonesia yang angka Covid-19 belum bisa tertangani dan semakin naik, serta melihat perilaku masyarakatnya yang cenderung lengah bahkan mengabaikan pandemi ini dengan melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Hal ini dibuktikan dengan sejumlah daerah yang melakukan perkumpulan masal dalam rangka kampanye. Mulai dari membuat konser besar-besaran sampai arak-arakan ataupun kegiatan yang menghiraukan protokol kesehatan dengan temuan Bawaslu RI telah terjadi sebanyak 243 pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 saat pendaftaran bakal calon Pilkada 2020. Hal itu disebutkan oleh Fritz Edward Siregar sebagai Anggota Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) yang memantau hari pertama kampanye terdapat delapan kegiatan selama kampanye Pilkada 2020 yang terindikasi melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Mengaca Peristiwa Lain
Tentu pelanggaran protokol kesehatan telah melanggar hal-hal yang sudah ditetapkan dalam peraturan terbaru pada Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Republik Indonesia Nomor HK.02.03/MENKES/413/2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19. Seperti pemaparan Menko Polhukam, Prof. Mahfud MD menyampaikan soal pembubaran kegiatan yang diselenggarakan oleh KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), beliau mengungkapkan walau ada regulasi yang mengatur kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dalam UUD 1945 Pasal 28E Ayat (3) dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun beliau mengungkapkan di masa pandemi ini harus berpatokan dan memakai regulasi terbaru yang diterapkan, salah satunya pelarangan berkerumunnya orang banyak.
Jika dilihat dari paparan Prof. Mahfud MD tersebut sudah jelas beliau yang memaparkan bisa untuk menunda penerapan regulasi sebelumnya yang terhalang oleh regulasi terbaru karena keadaan darurat negara karena pandemi ini. Maka dengan statmen Menko Polhukam tersebut bisa untuk berkaca dalam permasalahan pilkada yang mana regulasi dalam menjalankan Pilkada bisa dihalangi oleh regulasi-regulasi terbaru menengenai situasi masa pandemi. Hal ini dalam upaya menegakan asas lex posterior derogate legi priori yang sudah dijelaskan di atas. Dan yang terpenting adalah keselamatan rakyat seperti kata adagium latin, salus populi suprema lex esto yang artinya keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Pemerintah dapat untuk segera mengambil ruang atau celah yang ada dalam UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memberi memberi ruang untuk penundaan Pilkada yang dilaksanakan pada tahun berikutnya dengan seiringnya pandemi Covid-19 sudah mulai bisa terkendali termasuk dengan ditemukannya vaksin.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta, CEO SEGAP Media ( www.segapmedia.online )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H