Mohon tunggu...
Tio
Tio Mohon Tunggu... Polisi - Menulislah apa yang ingin ditulis

Mengabdi Pada Negara dan Bangsa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Pemidanaan dalam Konsep Pidana Indonesia

29 Oktober 2022   17:13 Diperbarui: 5 November 2022   19:14 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Purpose dalam wet book van strafrecht Indonesia  
pidana merupakan hukuman atau sanksi atau ancaman yang memiliki tujuan sebagai sarana untuk memperkuat suatu aturan dan norma atau ketentuan perikatan sehingga tidak boleh break the law, bagi yang melanggar dikontruksikan sebagai sebuah tindakan melawan hukum dengan suatu konsukwensi sanksi.

Guna memperkuat operasionalisasi  aturan hukum, maka sanksi di create  guna memperkuat norma dalam kehidupan.

GOALnya adalah

1. Untuk pengaruhi prilaku manusia agar sesuai aturan hukum dan disiapkan ancaman pidana sebagai tools untuk memaksa ( barang siapa )subjek mematuhi guna merubah prilaku menjadi taat hukum
hukum sebagai sosial enginering atau sosial kontrol bisa sebagai alat pemaksa yang mempengaruhi prilaku manusia
2. Menghilangkan keresahan dan keadaan tidak damai yang dipengaruhi oleh delik yang lazim disebut dengan penyelesaian konflik
menghilangkan keresahan bermakna membentuk suatu keteraturan sosial dalam rangka menghindari rasa takut , rasa kawatir dll

didalam teori pemidanaan terdapat 3 garis besar tujuan pemidanaan yg menjadi doktrin diantaranya adalah:

1. Teori absolut atau retributif atau balas dendam
Teori absolut atau lex talionis mengartikan hukuman  adalah sesuatu yang harus ada sebagai sebuah konsukwensi
atas adanya suatu kontruksi mensrea perbuatan melanggar hukum, secara strike orang yg salah harus dihukum menurut teori ini
teori ini dibuat abad le 18 dengan tokoh yg terkenal immanuel khan
kemudian harusnya dicari pada kejahatan itu yang berakibat timbulkan penderitaan pada orang lain
sedangkan hukum yang merupakan tuntutan yang mutlak oleh sebab prilaku pelaku membuat nestapa orang banyak maka harus ada resiprokal, hal tsb utk membuat si pembuat kejahatan sengsara

Hegel mengatakan, kejahatan yang dibuat maka pelaku bukan saja dihukum namun juga harus dilenyapkan , oleh karena tindakan pelaku membuat orang tdk enak maka tindakan melenyapkan dianggap sebagai cara untuk jawab rasa kepuasan korban kejahatan
konsep hukumannya adalah pelampiasan dendam terhadap pelaku TP  tsb

2. Teori  Relative
Utiliarisme penjatuhan  hukuman bukan sebagai pembalasan , namun harus memiliki tujuan tertentu bukan hasrat balas dendam

Fungsi Teori diatas hukuman umumnya bersifat:
A. Beri rasa takut
B. Berguna memperbaiki suatu keadaan guna merehabilitasi, perbaiki moral seseorang
C. Guna melakukan treatment industrialisasi pemidanaan

Konsep teori relatif sebagai bentuk memperbaiki, merubah dari mensrea seseorang menjadi lebih baik guna menghindari tidak mengulang melakukan tindak pidana sebagai prefensi yang bertugas untuk mencegah dan menjaga.

Terminologi mencegah dimaksud guna memberikan contoh bagi orang lain tidak melakukan tindak pidana, mencegah melakukan polarisasi atau trigger mechanism kepada masyarakat agar selalu mentaati peraturan guna menjaga wibawa penguasa dan menjamin norma hukum dapat operasional.

Di sisi lain hal tersebut berguna untuk dilakukan upaya penjagaan khusus, penjagaan khusus dimaksud untuk memberikan effect deterance untuk menekan niat pelaku kejahatan.

3. Teori gabungan relatif dan absolut pembalasan ditambah dengan preventif terhadap mensrea yang salah dilakukan upaya secara sistematis guna memberikan rasa keadilan dan memberikan effect deterance, pemidanaan sebagai ultimidium remedium, didalamnya termaksud retributif justice (pemidanaan sebagai tujuan pembelajaraan) dan restoratif justice (lafave).


Pelaku harus dapat merekonstruksi terhadap situasi awal sebelum terjadi tindak pidana (fun ness). Keadilan ukurannya bukan hukuman semata namun secara Hirarki dapat membuat keadilan sebagai rasa adil bagi korban.

Pemidanaan dimaksudkan untuk menunjukkan adanya kesebandingan antara apa yang disebut dengan the grafity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe restributif ini disebut dengan proportionality. Termasuk ke dalam ketegori the grafity ini adalah kekejaman dari kejahatannya atau dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada dalam kejahatannya baik yang dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalainnya. Kekejaman dari hasil kejahatan yg dipersiapkan masive, terstruktur dan sistematis sebagai grafity offence.

Dalam sebuah kontruksi negara hukum , pembaharuan hukum termasuk hukum pidana adalah keniscayaan,  karena kebutuhan akan keadilan masyarakat yang terus berubah harus bisa diakomodasi.  Namun dalam Rancangan Kitab Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini  dalam proses pembahasan di DPR, masih terdapat  pasal-pasal yang dipersoalkan kalangan masyarakat sipil, karena dikhawatirkan menimbulkan dampak krimininalisasi berlebihan. Beberapa lembaga hukum melakukan kajian   termasuk bagaimana melayani msyarakat pencari keadilan dengan restorative justice sebagai alternatif.

Living law  bukan sekedar istilah biasa, tetapi merupakan  konsep utama yang dipelajari secara menyejarah dalam berbagai percabangan ilmu hukum seperti antropologi hukum.  `  esensinya adalah hukum yang senyata-nyatanya  dianut atau berlaku dalam masyarakat.  Dalam studi pluralisme hukum dipahami bahwa hukum negara bukan satu-satunya hukum yang memonopoli perilaku warga masyarakat.  Dalam realitas keseharian terdapat hukum adat, hukum agama, kebiasaan, atau hibridasi di antaranya, yang sama efektif keberlakuannya dalam relasi antar warga. Hukum negara dengan supremasinya memang paling kuat daya ikatnya.  Begitu seseorang diindikasi melanggar hukum, maka polisi (representasi negara)  bisa  segera menangkapnya. Namun hukum negara amat jarang ditemui  dalam keseharian kecuali perjumpaan dengan soal administratif kependudukan, transaksi perdata atau pelanggaran pidana. Hukum yang paling lekat dengan keseharian justru  hukum-hukum lain di luar negara.

RJ ditengah problem menjaga kepatuhan masyarakat yg populer pada tahun 1977 oleh Albert Eglash, Restorative justice adalah new paradigm from criminal law in the world. Arti  dari RJ sendiri adalah pemulihan keadilan yang lebih menitik beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Membahas tentang RJ dari persektif konsep adalah : pemulihan keadilan yg tidak menitik beratkan kepada penghukuman. Namun dari perspektif proses adalah penyelesaian perkara yang melibatkan pelaku dan korban. 


Mengutip pernyataan Wamenkumham pada wawancara kompas TV, konsep RJ dalam rancangan KUHP secara legal formal baru sebatas menyasar pada kelompok rentan yaitu lansia, wanita dan anak anak.  Implementation offeringnya ada pada penggunaan teori hukum klasik atau teori hukum modern.  Dalam teori hukum klasik orientasinya  adalah keadilan retributif ( teori balas dendam ) suatu keadilan yg muncul sebagai justifikasi atau alasan pembenaran dengan dilakukan pemidanaan. Disisi lain dalam teori hukum modern pada era sekarang ini keadilan retributif menjadi salah satu bentuk pemuliaan terhadap hak asasi manusia dengan 3 objective sebagai berikut :

1. Kadilan korektif

     Menitik beratkan tindakan pelaku harus dikoreksi

2. Keadilan restoratif
     Menitik beratkan korban juga punya hak utk dipulihkan

3. Keadilan rehabilitasi
    Menitik beratkan pelaku dan korban berhak dipulihkan

tujuan bagi pelaku ketika kembali ke masyarakat bisa terjadi perubahan dan tidak mengulangi kesalahannya , sedangkan tujuan bagi korban yaitu untuk pemulihan kejiwaan dan haknya serta kejiwaannya serta menjamin pemenuhan biaya pemulihan jiwa.

Bahwa terdapat diversi atau pengalihan penyelesaian perkara dengan muatan tertentu seperti :
1. Korban anak pelaku dewasa
2. Korban anak pelaku anak
3. Korban dewasa pelaku anak

Dimulai dari tahap penyidikan sampai sidang kelompok rentan menjadi prioritas. RJ memodifikasi hukum yg kaku menuju fleksibel melalui kajian akademis sejauh mana effect deterence pemidanaan dan keadilan bagi korban. Terdakwa tetap salah mutlak namun tidak harus di hukum penjara, di eropa ada model hukuman seperti detention masuk jam 18.00  keluar jam 06.00, hal ini in line dengan mitigasi  over kapasitas penjara Indonesia 300.000 lebih napi atau tahanan, kemudian alternatif hukuman kerja sosial juga bisa dilakukan serta membayar jaminan ke kas negara. Dari beberapa uraian diatas maka RECHTERLIJK PARDON atau pemanfaatan hukum yg merupakan embrio dari Restorative Justice diharapkan bisa jawab hukum yg hidup dan berkembang di masyarakat

 
**Police Brigadier General Susetio Cahyadi, SIK., MH., MM., CFrA., student of doctoral degree of police studies of STIK-PTIK. This opinion is the author's personal view.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun