“Who are you?” Fitz yang berkepala plontos melotot ke arahnya. Sorot matanya menandakan ia sangat terganggu dengan kedatangan Birowo.
“I’m, I am Birowo,” jawabnya terbata-bata.
“What are you doing here?!!” seorang bule lagi lebih galak bertanya.
“I am…I’m looking for Ka…Kacong...” jawabnya dengan suara tergetar. Kedua bule itu terlanjur marah. Disaat itulah Kacong muncul dari dalam. Lalu ia mendekati keduanya. Akhirnya mereka berdua mundur beberapa langkah.
“Relax, Fitz,…it’s not your business. It’s my own business. Please get in…Ok?” bujuk Kacong. Awalnya keduanya tetap di tempat. Lalu sejurus kemudian mereka masuk kembali ke dalam.
“Okay!” mereka menjawab serempak. Kini hanya Kacong saja yang berhadapan dengan Birowo.
“Wo…! Kau itu anak orang kaya. Kau lulusan luar negeri pula. Bagus sekali etikamu bertamu. Sampai beberapa tamu penting terganggu karena ulahmu!” Kacong menyindir tajam.
“Aku tak peduli! Saat ini juga, kuminta kau angkat kaki dari daerah ini! Atau kau pulang tinggal nama!” tanpa basa-basi Birowo mengancam.
“Apa hakmu mengatur hidupku?! Mau aku ke lobang semut sekalipun, itu bukan urusanmu! Roda berputar, Woo! Kau dulu memang Raja disini…tapi itu dulu!!” Seru Kacong takkalah sengit.
“Kau jangan bermimpi, Cong … Kau dan keluargamu dari kasta rendah. Jangan seperti pungguk merindukan bulan!” Birowo masih berusaha mengumpulkan sisa – sisa tenaga dan jiwanya untuk dapat menjatuhkan mental Kacong. Namun…
“Dasar kepala batu! Pantas saja usaha ayahmu membesarkan perkebunan diambang bangkrut! Ternyata sumber malapetakanya adalah kau, anaknya sendiri. Anaknya sungguh pintar mengelola perkebunan, sampai – sampai semua aset dijual dan diambang musnah!"