“Kacong? Anak mandor dulu?!” Viona bertanya lagi, wajahnya sedikit tegang. Ia kenal betul nama itu. Bertiga mereka menuntut ilmu ditempat yang sama saat SMP.
“Siapa lagi! Dari dulu selalu jadi duri dalam daging! Muak aku sekarang…makin muakk!!” teriak Birowo melotot dengan pandangan nanar.
“Sudah, sudah Mas. Sabar, emosi ya emosi, tapi tolong dipikir jernih! Jangan sampai kau berbuat nekat!”
Viona mencium gelagat tidak enak. Kemarahan Birowo kali ini tidak seperti biasanya. Mungkin dimaki ayahnya itu suatu hal yang masih bisa diterimanya. Namun, kedatangan Kacong kembali? Setelah sekian lama ia hilang tak tentu rimba? Apalagi Kacong tak lagi udik seperti dulu. Ia sekarang lebih necis dan perlente. Tubuhnya juga lebih terawat. Dan yang paling mengejutkan semua orang, ia datang mengemudi mobil premium mewah dengan beberapa orang asing. Penampilannya dengan dulu saat anak-anak sudah berubah, bagai bumi dan langit. Penduduk sampai terheran-heran melihatnya. Diam-diam mereka mengagumi semua hal tentang Kacong : keberhasilannya, kesuksesannya. Pendek kata, kini ia tak lagi dapat dipandang sebelah mata. Anak Kampung yang dulu miskin itu telah menjelma menjadi pengusaha sukses.
Bagi Birowo, tentu itu adalah hal yang menyakitkan. Dunia seolah dijungkirbalikkan. Siapa yang tak kenal Birowo anak pejabat perkebunan kelas satu yang tak dapat dinomorduakan? Siapa yang tidak kenal anak emas perkebunan yang dengan kata-katanya pegawai perkebunan rendahan tunduk? Dan kini semua musnah dengan kedatangan Kacong yang dielu-elukan banyak orang.
Kacong yang dulu dengan mudahnya dihukum hanya gara-gara ia mengadu. Kacong yang orang tuanya dipecat sebagai mandor gara-gara ia tak suka. Semuanya mengendap dan memuncak di ubun-ubun sehingga keputusannya sudah bulat. Kacong harus lenyap! Itu saja.
Maka Birowo berlari menuju ke brankas tempat penyimpanan senjata api miliknya. Dibukanya cepat-cepat dan ditemukannya sebuah pistol berkaliber besar. Viona yang mengetahui hal itu terperanjat dan berusaha mengejar. Namun sayang, ia kalah cepat. Birowo yang kesetanan sudah sampai di pintu garasi dan beberapa detik kemudian terdengar suara mobilnya menderu, meninggalkan halaman.
Tak sulit bagi Birowo untuk menemukan lokasi dimana Kacong berada. Ia hapal betul setiap inci daerah ini. Setiap tamu yang datang akan menginap di Wisma Permata, penginapan paling luks milik perkebunan. Dan kini ia sudah sampai di halaman penginapan. Suasana penginapan yang hening petang itu terkoyak oleh kedatangan Birowo yang datang untuk melabrak Kacong. Tanpa ba-bi-bu, ia ketuk pintu keras-keras!
“Kacong! Keluar Kau!!” Birowo mengetuk pintu dengan gusar. Ia ingin menyelesaikan semuanya. Kacong rupanya sedang Sholat Mahgrib. Dari jarak beberapa meter, ia mendengar suara orang menggedor-gedor pintu dengan keras. Karena gelagat yang tidak beres, Kacongpun mengambil sikap waspada.
“Hoi, pengecut! Rupanya kau tak berani keluar!” sekarang Birowo semakin gusar. Para tamu penting yang datang dengan Kacong kebetulan berada di bangunan lain di samping penginapan.
Mendengar ribut-ribut, dua orang bule tinggi besar pun datang. Badan mereka yang kekar membuat nyali Birowo ciut juga. Kakinya yang tadi tegak sekarang agak goyah. Ia sedikit nervous dan tak dapat mengendalikan diri.