Ia menyebut bahwa radikal dan islamis kerap digunakan untuk mendiskreditkan lawan politik. Tren tersebut ia gambarkan berjalan beriringan dengan narasi bahwa Pancasila amat suci dan harus dilindungi dengan berbagai cara, termasuk dengan cara yang tidak demokratis sekalipun.
Secara khusus, Grealy kemudian menjelaskan bagaimana beragam paham yang disebut diatas digunakan pemerintah sebagai pihak yang menutupi serangkaian demonstrasi besar di tahun 2019. Demonstrasi yang dimotori mahasiswa itu disebut-sebut misalnya sudah disusupi oleh kelompok radikal. Selain itu, isu anarko juga cukup mengena di masyarakat sejak peristiwa tersebut terjadi.
Hal-hal tersebut boleh jadi adalah gambaran bagaimana aparat pemerintahan termasuk pendukung Jokowi, kerap memberi label ideologi tertentu kepada pihak yang kritis. Atau "kamu radikal", "kamu liberal", dan lain-lainnya. Dengan demikian, jika ditanya isme mana yang menjadi musuh pemerintahan Jokowi, sepertinya sulit untuk mencari jawabannya.Â
Tentu, yang jelas dari uraian tersebut, boleh jadi publik akan merasa bahwa label ancaman atau sejenisnya itu akan berlaku pada mereka yang kritis.
Lalu, bagaimana menurut kalian. Benarkah ada konteks isme-isme pada mereka-mereka yang kritis terhadap pemerintah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H