Mohon tunggu...
Paelani Setia
Paelani Setia Mohon Tunggu... Guru - Sosiologi

Suka Kajian Sosial dan Agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Religiositas di Era Post-Truth

1 Juli 2020   16:53 Diperbarui: 1 Juli 2020   16:56 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Instagram, Facebook, Whatsapp, Twitter, dan Youtube merupakan produk perkembangan teknologi informasi berbasis internet. Pengaruhnya sangat signifikan bagi masyarakat dunia, baik positif maupun negatif dalam berbagai kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan agama. Salah satunya berdampak bagi kehidupan beragama, yakni terhadap religiusitas masyarakat.

Di kota-kota besar, kita menyaksikan orang-orang yang ingin menjadi religius, tetapi jarang berbondong-bondong datang kepada ulama-ulama yang betul-betul otoritatif di bidangnya. Mereka seringkali lebih senang mengaji dengan ulama-ulama pendatang yang menarik dan dikenal melalui media sosial; termasuk belajar dari situs-situs keagamaan yang bertebaran di internet.

Hal tersebut, ditengarai akibat kemudahan dan kepraktisan dalam proses pembelajaran yang disediakan media sosial, termasuk mengkonstruksi kehidupan keagamaan masyarakat sekarang ini.

Lebih jauh, religiusitas hasil konstruksi media sosial ini menyisakan permasalahan, meskipun tidak selalu demikian. Getirnya, kebebasan berpendapat sebagai pondasi bermasyarakat menyebabkan setiap orang bisa menjadi narasumber persoalan keagamaan tanpa melalui proses seleksi yang melibatkan masyarakat luas atau institusi terkait.

Terlebih, tidak adanya proses introspeksi diri sendiri berkaitan dengan otoritas dan kompetensi terhadap materi-materi yang disampaikan seperti referensi atau sumber informasi menjadikan permasalahan ini pelik.

Getirnya lagi, pada sisi lain publik sebagai pengkonsumsi informasi keagamaan kesulitan menyaring informasi yang diterima apakah bersumber dari pihak yang memiliki otoritas, ataukah infromasi yang hanya sekedar opini, keyakinan pribadi, atau infromasi yang berdasarkan pada persepsi dan dugaan belaka.

Bahkan, bukan tidak mungkin informasi yang ada bukan berniat mengedukasi, mengklarifikasi, tetapi malah mengadu domba dan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Akibatnya, informasi dan pemberitaan publik soal keagamaan bisa saja dipenuhi hoaks yang dijadikan pondasi beragama, baik bagi diri sendiri, maupun bagi religiusitas orang lain.

Lantas, apa dampak dari adanya fenomena ini?

Disintegrasi hingga Radikalisme di Medsos

Permasalahan mengenai religiusitas di media sosial dapat dipengaruhi oleh hoaks dan post-truth. Keduanya sama-sama menampilkan diri melalui emosi, sensasi, dan provokasi yang menarik perhatian publik. Jika persoalan-persoalan keagamaan dibalut dengan praktik post-truth, maka akan sangat membahayakan kehidupan sosial-keberagamaan yang sudah banyak berdampak negatif bagi kerukunan umat beragama dan radikalisme.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun