Mendekati isya di malam minggu (26/11/2022), Raja Kelana mengetuk pintu rumah saya. Bersama kurir berwajah letih, buku antologi puisi ini pasti ikut berkelana menyusuri keriuhan jalan raya hingga sempit gang-gang.
Di era digital, jasa ekspedisi terus tumbuh seiring meningkatnya transaksi jual beli online. Kabar gembira tak lagi didominasi Pos Indonesia yang membuat pernah Vina Panduwinata riang menyanyikan lagu 'Surat Cinta.'
Hari ini ku gembira/Â Melangkah di udara/Â Pak pos membawa berita/Â Dari yang kudamba
Antologi Puisi Dari Negeri Poci (DNP) bertajuk Raja Kelana ini memuat karya 144 penyair dari berbagai wilayah di Indonesia. Karya mereka telah lolos seleksi oleh Tim Kurator dari Komunitas Radja Ketjil/Dari Negeri Poci sebagai penggagas penerbitan buku antologi puisi ini.
Dari Negeri Poci merupakan serial buku antologi puisi yang mencoba merekam jejak kepenyairan para penyair Indonesia dari tahun ke tahun secara lintas generasi, lintas gender, dan lintas genre.
Buku Antologi Puisi Dari Negeri Poci terbit pertama kali pada 1993. Hingga tahun 2022 antologi puisi ini telah mencapai seri ke-12. Pada 1994 terbit buku Dari Negeri Poci 2 dan disusul Dari Negeri Poci 3 pada 1996.
Selanjutnya mulai 2013, DNP hadir dengan tema yang telah ditentukan yaitu DNP 4: Negeri Abal-abal (2013), DNP 5: Negeri Langit (2014), DNP 6: Negeri Laut (2015), DNP 7: Negeri Awan (2017), DNP 8: Negeri Bahari (2018), DNP 9: Negeri Pesisir (2019), DNP 10: Rantau (2020), dan DNP 11: Khatulistiwa (2021)
Raja Kelana menjadi tema Buku Antologi Puisi Dari Negeri Poci ke-12. Para penyair dalam buku ini mencoba menuliskan imajinasi maupun pengalaman batin terkait kelana atau kembara.
Pengembaraan tidak harus pergi ke tempat yang jauh atau asing, menyepi dari keriuhan. Saat di depan laptop atau di beranda rumah, pikiran kita bisa mengembara tanpa batas, mencari inspirasi untuk dituliskan menjadi puisi.
Penyair Amrin Tambuse dalam puisinya berjudul "Akulah Raja Kelana" menuliskan: Aku hanya seorang pengelana/ melintasi benua-benua di dunia/ tanpa peta, tanpa batu-batu/ tanpa patahan ranting sebagai penanda.
Buku ini juga memuat karya penyair Soni Farid Maulana yang meninggal dunia pada Minggu (27/11/2022) di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Tiga puisi karya penyair yang dikenal dengan puisi Sonian ini berjudul Segalanya, Suara Pagi, dan Di Pelelangan Ikan.
Dalam puisi berjudul Segalanya, Soni Farid Maulana menuliskan:
Hidup memang indah
sekaligus dukacita. Segalanya
mungkin terjadi. Misalkan
dari pepohonan yang patah itu
tumbuh kembali dan kau pun
terjaga.
Tiga puisi karya saya juga termuat dalam antologi puisi ini yaitu Tagetes Erecta, Pacar Air, dan Pada Sebuah Taman. Puisi tersebut saya tulis saat mengunjungi Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) milik Kementerian Pertanian di Cianjur, Jawa Barat pada 2021.
Sebagian pembaca mungkin akan bertanya-tanya mengapa diberi nama Dari Negeri Poci. Dalam pengantar buku di Antologi Puisi DNP 10: Rantau disebutkan bahwa poci merupakan wadah minum teh khas Kota Tegal, Jawa Tengah.
Di kota ini pada 1993 tercetus gagasan penerbitan buku puisi ini oleh delapan penyair waktu itu yaitu Piek Ardijanto Soeprijadi, Widjati, Handrawan Nadesul, Adri Darmadji Woko, Rahadi Zakaria, Oei Sien Tjwan, Kurniawan Junaedhie, dan Dharnoto.
Sejak pertama kali, peluncuran buku antologi puisi ini dilaksanakan di Kota Tegal dengan tajuk Pertemuan Penyair Indonesia Dari Negeri Poci yang dihadiri para penyair se-Indonesia yang puisinya terhimpun di dalamnya.
Saya belum selesai berkelana membaca puisi-puisi dalam buku setebal 462 halaman yang diterbitkan Kosa Kata Kita ini. Pelan-pelan akan saya rampungkan sambil menunggu pengumuman dari Komunitas Radja Kecil, tema apa yang akan diusung untuk antologi DNP tahun depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H