Keberadaan warung yang menjual aneka kebutuhan hidup tentu menguntungkan perantau seperti saya. Saat mendadak ada barang yang harus dibeli, kita bisa melangkah ke warung tetangga.
Tinggal di tengah pemukiman penduduk yang cukup padat di wilayah Depok, warung-warung bermunculan bagai jamur di musim hujan. Minimarket juga mudah ditemukan, antar minimarket jaraknya hanya sepelemparan batu, bahkan ada yang letaknya berdampingan.
Karena akses menuju rumah saya harus masuk ke gang, saya membedakan tempat belanja mulai dari warung sebelah, warung/toko kelontong, toko grosir, minimarket, hingga supermarket.
Berikut ini saya coba ulas perbedaannya. Kalau ada salah dan kurang mohon dimaafkan.
Lokasi tak jauh dari rumah, hanya beberapa langkah, makanya saya menyebutnya warung sebelah. Saat berjalan ke warung sebelah kita bisa berdendang, "Warung tetangga lebih dekat, lima langkah dari rumah..."
Barang dagangan biasanya dipajang di bagian depan rumah. Variasi barang yang dijual tergantung modal dan lama berdirinya warung. Selain menjual kebutuhan pokok, di warung sebelah biasanya ada deretan mainan anak seharga seribu-dua ribu, tak lupa kaleng-kaleng kerupuk.
Pemiliknya tetangga yang sudah kita kenal atau pendatang yang mengontrak. Yang melayani pembeli bisa siapa saja penghuni rumah. Kalau ada penghuni rumah tak biasa melayani pembeli, biasanya kurang hafal harga-harga barang dagangan.
Warung sebelah biasanya tidak ada papan nama. Penyebutannya berdasarkan nama pemiliknya atau dari mana asal pemiliknya. Misalnya Warung Cing Kokom, Warung Ucok, Warung Batak, Warung Udin Brewok, dan lain-lain.
Waktu buka dan tutup warung tidak menentu, tergantung pemiliknya. Biasanya jam 6.00 - 21.00 kecuali pemiliknya ada acara keluarga. Kalau malam hari ada kebutuhan mendesak, ada warung yang bisa diketuk pintunya.
Pembelinya sebagian besar penghuni di lingkungan sekitar. Jumlah barang yang dibeli biasanya tidak banyak. Pembeli datang kapan saja, tanpa perlu mandi atau berdandan. Bangun tidur bisa langsung ngibrit ke warung sebelah.Â
Transaksi umumnya masih menggunakan uang tunai dan tanpa kuitansi. Bisa juga ngutang dulu, bayarnya nanti (mungkin ini yang menginspirasi paylater). Perhatian-perhatian bagi yang punya utang di warung tetangga harus dilunasi ya agar kelangsungan hidup warung sebelah bisa terjaga.
Lokasi biasanya lebih jauh dari warung sebelah sehingga perlu melangkah lebih jauh atau menggunakan sepeda/sepeda motor. Warung kelontong memilih lokasi di pinggir jalan raya atau jalan yang ramai. Pemiliknya menyewa ruko atau membuat rumah-rumahan kecil di pinggir jalan.
Warung kelontong biasanya memiliki papan nama yang ditulis di spanduk iklan produk tertentu seperti rokok. Ada juga warung kelontong yang tidak berpapan nama. Meskipun sudah berpapan nama, kadang warung kelontong lebih dikenal sesuai nama pemilik, asal pemilik, atau lokasi warung. Misalnya Warung Mang Maman, Warung Madura, Warung Samping Sekolah, dan lain-lain.
Barang dagangan yang dijual lebih banyak dan lebih lengkap dari warung sebelah. Selain itu, biasanya ada tambahan bisnis sampingan seperti jualan pulsa/kuota hingga pom bensin mini.
Mirip warung sebelah, yang melayani pembeli biasanya memiliki hubungan keluarga dengan pemilik warung kelontong. Warung kelontong yang ramai ada yang memiliki pelayan khusus.
Waktu buka dan tutup warung kelontong ada yang mirip dengan warung sebelah. Namun banyak juga yang jam operasionalnya lebih lama. Bahkan ada yang 24 jam nonstop.
Pembelinya selain dari lingkungan sekitar dan masyarakat dari wilayah lain memang sengaja ke warung tersebut atau kebetulan lewat.
Transaksi umumnya masih menggunakan uang tunai, bisa dengan atau tanpa kuitansi. Jika butuh kuitansi bisa dibikinkan nota atau catatan di atas sobekan kardus makanan. Seiring perkembangan teknologi, beberapa warung kelontong mulai bergerak ke arah digitalisasi. Untuk utang-mengutang lebih sulit dari warung sebelah, kecuali sudah kenal akrab.
Saya tidak bisa banyak membahas toko grosir karena memang jarang ke belanja di sana. Lokasi toko grosir sama dengan warung kelontong yang memilih di pinggir jalan raya atau jalan yang ramai. Toko grosir biasanya memiliki papan nama yang dibuat oleh pemilik dan kadang tertera juga di spanduk iklan produk.
Barang dagangan yang dijual lebih banyak dan lebih lengkap dari toko kelontong. Suplai barang biasanya berasal dari distributor atau produsen produk. Modal untuk mendirikan toko grosir tentu lebih besar dari toko kelontong.
Pembelinya biasanya pemilik warung sebelah atau warung kelontong untuk dijual kembali. Masyarakat biasa ke toko grosir saat ada hajatan atau belanja bulanan. Tak heran jika banyak pembeli keluar dari toko grosir sambil membawa belanjaan berkardus-kardus.
Untuk waktu operasional toko grosir lebih teratur dan pasti. Transaksinya lebih modern karena menggunakan mesin kasir. Yang melayani pembeli lebih banyak, ada yang sudah berseragam ada juga yang belum.
Minimarket/Supermarket
Untuk minimarket atau supermarket tidak tidak perlu panjang lebar diuraikan karena saya sudah capek ngetiknya.
Minimarket dan supermarket pengelolaanya lebih modern dan profesional. Barang yang dijual di minimarket memang lebih sedikit dari supermarket namun layanan pendamping lebih beragam seperti mulai dari beli pulsa/kuota, bayar listrik, pesan tiket kereta hingga bayar PBB.
Transaksi di minimarket dan supermarket bisa tunai atau non tunai dan tentu saja tidak melayani utang-mengutang, apalagi acara ninggal KTP sebagai jaminan.
Cara belanja di minimarket tak perlu diterangkan panjang lebar. Pembeli mengambil barang sendiri dan membayar di kasir. Harga sudah tertera di rak, namun harus teliti karena kadang tertukar posisinya. Rak yang paling sering didatangi adalah rak berisi deretan mi instan, sementara tempat yang membuat berdiri termenung adalah lemari pendingin berisi aneka minuman ringan, hehe.Â
Orang belanja ke minimarket bisa kapan saat ada keperluan. Sementara orang ke supermarket sudah direncanakan, biasanya saat belanja bulanan. Karena itu saat ke supermarket lebih rapi dan modis, mandi dan dandan lebih dulu. Jangan lupa siapkan juga kantong belanja.
Belanja bulanan ke supermarket memang lebih murah terutama jika ada diskon gede-gedean. Namun biaya sampingan juga harus diperhitungkan terutama jika membawa anak dan istri. Selepas belanja, anak sering merengek ke arena permainan. Belum lagi jajan, makan-makan, uang parkir, hingga biaya tak terduga karena lapar mata. Lho kok jadi curhat sih.
Saat pulang dari supermarket dan bawa barang belanjaan, kadang ada rasa tak enak saat harus melewati warung-warung sebelah. Takutnya ada omongan, "Giliran belanja banyak ke supermarket, giliran ngutang ke warung tetangga."
Kebijakan minimarket yang tidak lagi menyediakan kantong plastik kadang merepotkan kalau kita mendadak mampir ke minimarket. Misalnya istri tiba-tiba kirim pesan minta dibelikan minyak goreng. Sepanjang perjalanan dari minimarket ke rumah jadi nenteng kemasan minyak goreng.
Saya kira cukup sekian, daripada jadi curhat berkepanjangan ala bapack-bapack.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H