"Gimana lagi Wan, Salsabila perlu hape buat belajar online. Sekarang dia sudah kelas tiga SD. Hape-ku jadul jadi nggak bisa untuk internetan. Hape istriku dipakai untuk belajar Aditya, kakaknya. Mau tak mau terpaksa ngredit, mau beli kontan nggak ada duit."
Iwan terdiam. Dari arah belakang rumah terdengar suara-suara berisik perabotan dapur. Paijo menduga, suara berisik itu sebagai isyarat dari Husna bagi suaminya untuk tidak memberikan pinjaman uang. Suasana ruang tamu seketika terasa kikuk.
Paijo menarik nafas panjang, pasti adiknya kesulitan mengambil keputusan: antara rasa kasihan dan tak enak hati terhadap seorang kakak, isyarat keberatan dari istri, dan ketakutan uang yang dikumpulkan bersusah payah tak bisa kembali. Paijo masih ingat, utangnya pada Iwan setahun lalu sebesar Rp 1,5 juta baru dibayar Rp 200 ribu. Sebenarnya sudah beberapa kali Iwan menanyakan masalah utang tersebut, namun Paijo selalu memberi janji-janji palsu.
"Maaf Mas, untuk kali ini aku tidak bisa membantu. Kondisi keuanganku juga sedang sulit," kata Iwan secara diplomatis.
Paijo termenung. Janji akan membayar utang pada akhir bulan hanya disambut senyum tipis di bibir Iwan. Pasti adiknya memandang janji itu sebagai kebohongan belaka. Sebenarnya, hati kecil Paijo juga tak yakin bisa memenuhi janji yang diucapkannya.
 "Maaf Mas, saya harus berangkat kerja. Kalau Mas Paijo masih mau di sini nggak apa-apa, tapi saya pulangnya tengah malam," kata Iwan sembari bangkit, memakai masker, dan mengambil kunci sepeda motor.
Paijo memilih pamit pulang karena harus menemui Surti kakak perempuannya. Di dalam angkot menuju rumah Surti, Paijo memikirkan cara untuk meluluhkan hati kakaknya.Â
Matanya tertegun menatap iklan kredit tanpa agunan yang tertempel di tiang listrik, tembok, dan pepohonan. Iklan yang mencoba menggoda orang dengan kalimat sakti: tanpa agunan, bunga rendah, dan lima menit cair!
Setelah satu jam perjalanan, langkah Paijo disambut Surti dengan ekspresi datar. Kali ini, Paijo hanya menceritakan masalah kontrakan rumah yang belum dibayar. Agar lebih dramatis, Paijo menambahkan kabar kalau Aditya sedang sakit keras dan belum dibawa berobat ke dokter.
"Dari dulu Mbak sudah bilang, kamu harus urus BPJS. Kamu bisa minta surat keterangan tidak mampu dari Pak RT. Saat ini Mbak nggak bisa bantu banyak, bawa saja Aditya ke Puskesmas kan lebih murah. Ini buat beli obat," kata Surti sambil menyodorkan selembar uang Rp 50 ribu.
Paijo menerima uang dari Surti. "Kontrakan rumah saya harus segera dibayar juga Mbak. Kalau nggak dibayar, saya bisa diusir," kata Paijo.