Suasana sejuk dan damai tercipta saat sekelompok seniman dari Workshop Karinding Nusantara memainkan peralatan musik dari bambu di acara Kemah Seni yang digelar di lingkungan teduh dan asri.
Salah satu yang menarik perhatian adalah karinding, alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipukul sehingga menghasilkan getaran dan disalurkan melalui rongga mulut. Bagi generasi milenial, alat musik karinding mungkin kurang populer dan terdengar asing.
Mukhlis Ponco (40 tahun) salah satu pendiri Workshop Karinding Nusantara menerangkan awalnya karinding bukan alat musik, namun alat permainan yang pernah trend pada zaman dahulu. Alat ini kerap dimainkan oleh anak-anak remaja sehingga menimbulkan irama-irama musik.
"Karinding ternyata tidak hanya ada di wilayah Sunda, namun di berbagai wilayah seluruh dunia dengan nama dan cara memainkan yang berbeda. Di beberapa wilayah, karinding menjadi daya tarik karena ada mantra-mantra tertentu saat memainkannya," terang Mukhlis di sela acara Kemah Seni yang digelar Yayasan Tiara Humaland di Pondok Ranggon, Kelurahan Sasak Panjang, Kecamatan Tajur Halang, Kecamatan Bogor pada Sabtu (8/9/2018). Â
Menurut Mukhlis, di beberapa daerah, karinding dimainkan untuk ritual penanaman padi, penanaman pohon, atau upacara adat. Di Cisungsang, Banten, karinding masih dipakai untuk ritual sebelum penanaman padi. Di wilayah Rangkas ada empat mantra karinding yang menjadi daya tarik lawan jenis.
"Makanya orang dahulu bilang saat mau ngapel, ceweknya yang sedang tidur dibangunkan dari luar rumah dengan suara karinding. Padahal suaranya pelan, tapi bisa membangunkan. Itulah daya pikat karinding," ungkap Mukhlis.
Tak hanya itu, lanjutnya, permainan karinding ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena kita menggemakan suara getaran dari lidah Karinding ini ke seluruh bagian dalam tubuh. Jadi ruang rongga nafas dari hidung sampai ke bawah perut menggemakan suara karinding, sehingga melancarkan aliran darah.
"Kami hadir di setiap acara untuk belajar bersama gratis untuk membuat karinding, cara memainkan, dan cara mengkomposisikannya dengan musik modern. Biar tidak tertinggal dengan zaman," terangnya.
Selama lima tahun berjalan, mereka melakukan workshop di berbagai tempat baik di dalam maupun luar ruangan. Mereka telah merambah ke ruang-ruang kelas sekolahan mulai dari SD, SMA hingga kampus.
Misalnya, di UMN Tangerang, SMK 5 Semarang, SD di Banten, dan masih banyak lagi. Workshop ini memiliki wilayah gerakan di Jakarta, Banten, Yogyakarta, Semarang, Palu, Bali, dan Malang.