Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Hantu Gerbong Tujuh

29 April 2017   23:11 Diperbarui: 30 April 2017   02:46 3880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penumpang yang duduk serentak menoleh ke arah Panji. Ternyata semua penumpang mengenakan baju putih. Wajah mereka pucat dengan tatapan mata kosong.  Dari ujung bibir meleleh cairan berwarna merah. Tangan mereka bergerak pelan seperti menggapai dan mencakar sesuatu.

Tubuh Panji gemetar hebat. Cairan hangat terasa membasahi celana dalamnya. Pasti ia kencing di celana. Mulutnya terkunci, seperti ada tangan-tangan gaib yang membungkamnya. Panji merapatkan punggung ke pintu kereta. Jika nanti pintu kereta terbuka, ia bisa lekas melarikan diri. 

Saat kereta memasuki Stasiun Pasar Minggu Baru. Penumpang berwajah seram berdiri dan berjalan perlahan ke arahnya. Jantung Panji berdetak kencang. Ia berusaha menguatkan diri keluar dari kereta. Sebentar lagi pintu akan terbuka.

Kereta perlahan berhenti. Beberapa penumpang berwajah seram berdiri dan mendekat. Pintu kereta tak juga terbuka. Dari gerbong sebelah, terdengar suara pintu terbuka. Mengapa pintu gerbong ini tidak terbuka? Jantung Panji seakan berhenti berdetak. Ia mengedor-gedor pintu kereta. Di luar seseorang menendang pintu karena tidak bisa masuk ke dalam kereta. Gila! Aku saja sedang berusaha untuk keluar.

Panji membalikkan tubuh. Ia terkesiap karena penumpang-penumpang berwajah seram mengepungnya. Lutut Panji mendadak lemas. Panji jatuh terduduk. "Pergi... Jangan nganggu aku!" teriak Panji. Tawa keras memenuhi gerbong. Hi... hi... hi... hi...

Tiba-tiba salah satu penumpang berwajah seram mencabut belati. Dengan santai, sosok seram itu menjilati darah yang berlumuran di belati. Sementara sosok seram lainnya hanya tertawa dengan tangan berusaha meraih tubuh Panji. Ya Tuhan tolonglah hambaMu ini, batin Panji meratap.

Sosok seram itu mengangkat belati, Panji tertunduk dengan kedua tangan menutupi wajah. Ia hanya bisa pasrah. Beberapa saat, tak terjadi apa-apa. Hanya tetesan cairan terasa membasahi tangannya. Ketika Panji menurunkan tangan, nampak cairan berwarna merah semerah darah.

Tubuh Panji seketika lemas. Belati itu terayun ke arahnya. Kesadaran Panji melayang diiringi derai tawa. Hi... hi... hi... hi...

--- oOo ---

Saat membuka mata, Panji mendapati bidadari-bidadari berbaju putih mengerumuninya. "Apakah aku berada di surga?" tanya Panji pada seorang bidadari yang lembut menyeka keringat di dahinya. "Syukurlah kamu sudah siuman," kata sang bidadari.

Senyuman itu membuat hati Panji meleleh. Ingin sekali ia mengenggam tangan sang bidadari dan merayu, "Maukah engkau menjadi kekasih hatiku?" Khalayan itu seketika buyar saat pocong-pocong kecil bergelantungan memasuki pandangannya. Peristiwa horor kembali merasuki ingatannya. Ternyata ia masih berada di dalam kereta hantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun