Cerita sebelumnya di bagian 5
Titik terang menjelma bersama kedatangan Asti, perempuan pemilik KMT yang ditemukan Paijo. Sehari sebelumnya, Asti mengirimkan pesan di akun facebook Anton.
Perkiraan saldo KMT yang disampaikan Asti memang tak persis sama, tapi tak jauh berbeda. Memori manusia kadang rapuh dalam mengingat angka-angka. Yang terpenting: guratan tanda tangannya sama dengan goresan di KMT. Sesuatu yang tak mudah dimanipulasi.
"Terima kasih Pak Anton. Maaf sudah merepotkan. Sebenarnya saya sudah mengikhlaskannya. Rasanya mustahil KMT yang hilang itu bisa kembali," kata Asti saat mereka bertemu di lobi untuk serah terima KMT.
"Sama-sama Bu Asti. Sebenarnya bukan saya yang menemukan. Saya hanya membantu Mas Paijo, office boy di kantor ini. Maklum dia belum punya fesbuk," jawab Anton.
"Apakah saya bisa bertemu dengannya Pak?"
"Oh bisa Bu. Sebentar saya panggil Mas Paijo."
Anton mengirim pesan pendek ke Paijo. Sambil menunggu kedatangan Paijo, mereka berbincang-bincang.
"Sepertinya KMT itu jatuh sewaktu saya mengambil handphone di saku jaket," cerita Asti yang waktu itu sedang melintasi jalan raya Wahid Hasyim sesudah turun dari Stasiun Gondangdia.
"Kalaupun KMT itu ditemukan, saya pikir akan kesulitan bagi orang untuk melacak pemiliknya. Tak ada identitas dalam KMT. Saya hanya iseng membubuhkan tanda tangan. Eh tak tahunya ditemukan oleh orang sebaik Mas Paijo," lanjutnya.
"Begitulah kekuatan media sosial bu. Walau memang media sosial seperti pisau bermata dua. Semua tergantung bagaimana cara kita memanfaatkannya," jawab Anton.