Mohon tunggu...
Garudha W.A.S
Garudha W.A.S Mohon Tunggu... -

Keterasingan adalah hotel bagi pikiran-pikiran liar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Abah Sule, Relawan Tua Penjaga Pintu Perlintasan Kereta Api

16 April 2016   02:16 Diperbarui: 16 April 2016   15:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dulu mah sedikit mobil yang lewat sini, sekarang mah tiap detik juga lewat. Karena sudah banyak yang punya mobil. Jadi ya kalau siang harus dijaga," ujar Abah.

Jadwal kereta api yang melintas ia dapatkan dari Stasiun Rancaekek. Ia meminta jadwal kereta api tersebut untuk digunakan sebagai patokan waktu kereta api yang akan melintas di perlintasan kereta api yang ia jaga. Namun, tak jarang ia juga memanfatkan ketajaman indera  pendengarannya untuk memprediksi masih seberapa jauh kereta api yang akan melewati palang pintu perlintasan kereta api tersebut.

"Dikasihnya kan jam keberangkatan sama kedatangan. Ya kan enggak nentuin juga bisa kapan-kapannya kereta api lewat sini. Makanya pakai pendengaran sama rasain getaran dari rel. Soalnya enggak ada bel atau sinyal peringatan disini," kata dia.

13 tahun menjadi penjaga pintu palang perlintasan kereta api ia tetap bersyukur. Meski rejeki yang ia dapatkan kadang tidak sesuai harapan. Menurutnya, kebahagiaan yang ia dapat adalah dapat menolong sesama umat manusia.

Karena dimasa tuanya, Abah Sule hanya ingin bisa berbuat baik dan mendapatkan banyak limpahan pahala dari Allah SWT. Padahal, tak jarang duka sering merundungnya. Seperti dibentak-bentak oleh para pengguna jalan karena leletnya tubuh Abah Sule yang sudah termakan oleh usia.

"Ah biarin saja Abah mah, nu penting mah milarian pahala kanggo bekel kanggo ka akherat (yang penting cari pahala buat bekal ke akhirat)," ujarnya.

Diusianya yang sudah tak lagi muda, Abah Sule berharap kedepannya ada yang meneruskan niat baiknya membantu masyarakat untuk tetap menjaga perlintasan kereta api yang telah ia buat. Pasalnya, kini ia sudah merasa jika tubuhnya sudah sangat rapuh dan renta. Sakit menjadi makanan sehari harinya. Bahkan, pendengaran dan penglihatannya sudah setajam dulu lagi.

"Abah mah kepengen ada yang nerusin ngejaga palang pintu ini. Tapi dengan ikhlas, enggak dijadiin buat meminta uang sama orang yang mau lewat. Kalau ada yang ngasih rejeki ya enggak apa-apa diterima aja. Kan itu mah dari Allah," ujarnya.

[caption caption="MENUNGGU - Sejumlah warga tengah berhenti di Palang Pintu Rel Perlintasan Kereta Api Nomor 83, KM 174+56, di Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang dibangun oleh Abah Sule (69) untuk menunggu selesainya kereta api yang melintas."]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun