Mohon tunggu...
Garudha W.A.S
Garudha W.A.S Mohon Tunggu... -

Keterasingan adalah hotel bagi pikiran-pikiran liar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Abah Sule, Relawan Tua Penjaga Pintu Perlintasan Kereta Api

16 April 2016   02:16 Diperbarui: 16 April 2016   15:56 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="MENGGULUNG - Abah Sule tengah menggulung tambang dengan menggunakan katrol buatannya sendiri dari Velg Sepeda Motor untuk menutup palang pintu perlintasan rel kereta api yang telah ia buat dengan hasil keringatnya sendiri."][/caption]Abah Sule, begitulah warga sekitar menyebutnya. Diusianya yang kini sudah 69 tahun, pria asal warga Kampung Ciherang RT 1/13, Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat tersebut, tak henti-hentinya berusaha untuk menyelamatkan nyawa masyarakat dari sambaran kereta api.

Lelaki pensiunan PJKA tahun 1997 tersebut, berinsiatif membuat palang pintu perlintasan rel kereta api dengan cara yang sangat sederhana. Palang pintu tersebut ia buat dengan hasil keringatnya sendiri. Inisiatif membuat palang pintu rel oleh ayah dari delapan anak tersebut, berawal dari banyaknya warga yang meregang nyawa setelah tertabrak atau terserempet kereta api di perlintasan kereta api tersebut. Maka dari itu, jiwanya terpanggil dan tergugah.

Abah Sule membuat palang pintu perlintasan rel kereta api tersebut pertama kalinya pada tahun 2003 silam. Hingga saat ini, ia sendiri yang memiliki andil dan bertanggung jawab menjaga palang pintu perlintasan rel kereta api itu. Selama kurang lebih 13 tahun, ia mengabdikan masa tuanya untuk menyelamatkan nyawa masyarakat. Tak pernah terbesit sedikit pun ia meminta imbalan atas hasil keringat dan tangannya tersebut kepada masyarakat yang memanfaatkan palang pintu perlintasan rel kereta api yang dibuatnya.

"Abah mah enggak pernah minta uang. Ikhlas abah mah. Kalau ada yang mau ngasih ya seikhlasnya aja. Bisa buat ganti bambu sama cat buat palangnya," ujar Abah saat menjaga palang pintu rel kereta api tersebut.

Uniknya, palang pintu perlintasan rel kereta api yang telah ia buat cukup sederhana. Yakni hanya dua buah bambu yang dipasang di dua sisi dengan pemberat semen diujung pangkalnya. Untuk menutup palang, ia menggunakan sistem katrol sederhana. Kedua palang pintu tersebut, ia gabungkan dengan menggunakan tali tambang yang terhubung dengan katrol yang terbuat dari velg bekas sepeda motor. Velg bekas tersebut satu sisinya ia tambahkan besi yang telah dilas.

Fungsi besi tersebut, tak lain adalah tuas untuk memutar velg yang digunakan menggulung tambang agar kedua palang pintu dari bambu tersebut tertutup secara bersamaan. Palang pintu rel kereta api tersebut ia namai Perlintasan Nomor 183, KM 174+56.

Saat kereta api akan lewat, ia lantas membunyikan peluit agar para pengendara langsung menghentikan laju kendaraanya. Kemudian ia bergegas ke tempat katrol untuk menutup palang tersebut. Selama dibangun pada tahun 2003 silam, bambu yang ia gunakan untuk palang pintu rel sudah ia ganti hingga 8 kali. Artinya, 16 bambu telah ia habiskan untuk mengganti palang tersebut.

"Sudah 8 pasang gantinya. Dari tahun 2003 sampai 2016 sekarang. Bambunya juga bambu jenis petung, yang tebal dan enggak gampang rapuh," ujarnya.

Modal awal Abah Sule untuk membuat palang pintu perlintasan rel kereta api pada tahun 2003 silam hanya berkisar Rp. 90 ribu. Uang tersebut sudah dapat untuk ia gunakan membeli dua buah bambu, tali tambang dan cat. Uang tersebut ia ambil dari uang pensiunan setiap bulannya yang tidak seberapa nominalnya.

Setiap harinya, ia mulai menjaga perlintasan kereta api tersebut  mulai pukul 04.00 subuh hingga pukul 23.00. Ia sengaja meninggalkan palang pintu rel pada malam hari hingga subuh keesokan harinya. Pasalnya, pada jam-jam  tersebut kendaraan sudah jarang ada yang melintas.

Berbeda halnya pada siang hari. Kendaraan yang melintas baik roda empat dan roda dua berjumlah ratusan. Untuk kendaraan roda empat  sendiri jumlahnya bisa lebih dari 300 unit. Padahal, pada saat tahun 2003, mobil yang melintas di perlintasan tersebut hanya berjumlah 10 unit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun