Mohon tunggu...
Garudha W.A.S
Garudha W.A.S Mohon Tunggu... -

Keterasingan adalah hotel bagi pikiran-pikiran liar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sah-sah Saja Menjadi Kiri

5 April 2016   07:14 Diperbarui: 5 April 2016   07:27 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah itu KIRI dan apa itu KANAN?

Mungkin masih banyak orang yang tak mengerti dengan kedua istilah di atas. Di kehidupan nyata, istilah KIRI dan KANAN biasanya digunakan menunjukkan tempat atau pun arah. Namun, di ranah politik, KIRI dan KANAN menunjukkan sebuah golongan.

Baik, agar langsung mengarah ke tujuan, saya sedikit akan mengulas sejarah awal mula istilah KIRI dan KANAN.

Masih ingat Revolusi Perancis (1789-1792)? Penentuan sikap yang melahirkan dua golongan tersebut.

Kala itu, penggulingan yang dilakukan oleh rakyat kecil, buruh dan tani bersama kaum borjuis meruntuhkan pemerintahan feodalistis. Keduanya mengusung semboyan kebebasan (liberte), persamaan (egalite) dan persaudaraan (fraternite) yang dijadikan sebagai obat penawar dari pemerintahan feodal.

Namun sayang, dalam revolusi itu kekuasaan justru diambil alih oleh kaum borjuis. Feodalisme runtuh dan berubah menjadi borjuisme. Tak dipungkiri, kekuasaan politik pada kala itu didominasi oleh lapisan elite atau keturunan bangsawan yang sebelumnya pernah berkuasa.

Rakyat kecil, buruh dan tani hanya bisa tertunduk, mereka merasa tertipu atas perjuangan bersama kaum borjuis untuk meruntuhkan pemerintah feodal. Alhasil, rakyat kecil, buruh dan tani tidak memperoleh kekuasaan apa-apa.

Dalam berbagai dinamika parlemen waktu itu, sekumpulan orang (rakyat kecil, buruh dan tani) yangenntang borjuisme duduk mengelompok di sisi kiri pada ruangan parkemen di Paris. Karena itulah, mereka disebut golongan atau kaum KIRI. Mereka duduk bersama berhadapan dengan kaum borjuis yang duduk berkelpok di sisi kanan. Sejak itulah, kosa kata politik KIRI dan KANAN lahir.

Lalu, maksudnya apa dengan judul di atas?

Kembali ke duduk permasalahan. Istilah KIRI masih terbawa hingga kini. Di Indonesia, kaum KIRI masih dianggap sebagai proPartai Komunis Indonesia (PKI) dan ini yang menyebabkan kegelisahan.

Rujukan awal kaum kiri adalah kelompok politik yang juga proideologi marxis. Ideologi yang digagas oleh Karl Marx. Seorang pria yang mendapat julukan Bapak Ekonomi.

Doktrin rezim Orde Baru nampaknya masih kekal terbesit disegelintir pemahaman masyarakat Indonesia yang (seakan) buta akan sejarah. Mereka kaum KIRI disebut-sebut sebagai penganut komunisme atau sosilalisme. Celaka dua belas, saat Rezim Soeharto, mereka yang memiliki pemahaman KIRI dilabeli sbagai kaum radikal kejam, anti-Tuhan dan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan.

Tentu saja, kaum KIRI adalah musuh PANCASILA. Di rezim yang berkuasa setidaknya hampir selama 32 tahun itu, kaum KIRI di Indonesia ditumpas habis hingga akarnya. Bahkan, anak cucu dari seorang yang berideologi KIRI hidup dalam tekanan kekuasaan Soeharto.

Lebih parahnya, pahlawan yang dianggap KIRI oleh Orde Baru ditelanjangi dan dilemahkan serta ditenggelamkan perannya. Padahal tak dipungkiri, keberadaan pahlawan berideologi KIRI turut menghantarkan negara ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan. (Masih di depan pintu, karena masih belum merdeka hingga sekarang, dijajah oleh bangsa sendiri hehehe...).

Salah satu pahlawan yang terpenting yang pernah ditenggelamkan pamornya yakni Tan Malaka. Pemilik konsep Republik Indonesia yang ia tulis dalam buku berjudul "Naar de Republiek Indonesia" pada tahun 1925. Buku yang juga menginspirasi Sukarno, Hatta, Sjahrir dan tokoh lainnya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

[caption caption="Tan Malaka (sumber : http://cdn.klimg.com/merdeka.com/i/w/tokoh/2012/03/15/4558/200x300/tan-malaka.jpg)"][/caption]Padahal berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) RI Nomor 53, yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada 23 Maret 1963, Tan Malaka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Bahkan, Kepres-nya pun belum dicanut hingga saat ini.

Tan Malaka adalah warga Sumatera Barat yang pernah menjadi agen komunis internasional (Komitern). Jelas bahwa dia memang seorang berideologi KIRI. Namun, dalam berbagI banyak hal dan pemahaman, Tan Malaka berseberangan dengan PKI.

Buku-bukunya sempat di bredel dan tak boleh beredar di kalangan pemuda Indonesia pada waktu Orde Baru. Karena, Orde Baru takut jika buku hasil buah tangan dan pemikiran Tan Malaka membangkitkan kembali semangat PKI. Aneh :)

Nah, warisan pemikiran Orde Baru itu, ternyata masih langgeng hingga saat ini. Menjamurnya kelompok anti kiri di Indonesia di era sekarang masih teracunI oleh Orde Despot itu, ingin kembali melakukan apa yang pernah dilakukan oleh rezim Soeharto. Yakni tak ingin membiarkan pemikiran kiri berkembang biak secara masive.

Entahlah, apakah sekelompok orang antikiri itu (mungkin) punya kepentingan tersendiri. Yang jelas, tindakan-tindakan mereka merujuk pada tindakan intimidasi dan penekanan secara fisik dan psikistis.

Padahal, kelompok kiri yang ada di Indonesia itu bisa jadi hanya ingin mengungkapkan dan meluruskan fakta sejarah yang selama ini ditutupi dan atau sengaja di belokkan oleh rezim Orde Baru.

Tak aneh jika berbagai kegiatan atau acara yang berbau kiri sering mendapat penolakan oleh sekelompok anti kiri. Akhirnya kegiatan dan acara tersebut harus diadakan di tempat-tempat tertutup. Misal, Festival Belok Kiri, film 'JAGAL', bedah buku dan lain sebagainya.

Sebagai masyarakat awam, saya tak habis fikir. Di era sekarang dimana teknologi sudah semakin canggih, menyusul semakin pudarnya ideologi kiri dan kanan masih terus menjadi wacana hangat. Justru, dengan pembatasaan ruang berekspresi dan pengekangan pendapat hanya karena idelogis, juatru akan jadi tertawaan bangsa-bangsa lain. Dimana bangsa-bangsa maju sudah tak mempermasalahkan lagi ideologi.

Apalagi Indonesia, yang jelas-jelas telah punya landasan ideologi, hukum, dan arah ekonomi yang jelas. Persoalan menjadi kiri dan kanan seharusnya tak lagi jadi masalah. Lalu, apakah salah menjadi seorang kiri? Jika tidak membuat kericuhan, kegaduhan dan kekacauan di negeri ini, saya rasa sah-sah saja.

Karena menjadi kiri tak lantas menjadi penganut marxis atau komunis. Menjadi kiri (bisa jadi) hanya digunakan untuk mengupas realitas, menjadikan metode untuk menghadapi permasalahan-permasalahan kebangsaan dan selanjutnya dituntaskan dengan metode Pancasila.

salam,

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun