Mohon tunggu...
Servinus Bidangan
Servinus Bidangan Mohon Tunggu... Lainnya - Literasi Fiksi/nonfiksi

Membacalah seperti tak mengetahui apa-apa, dan menulislah seperti ingin memberitahu segalanya

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Investasi Energi dan Peradaban

24 Februari 2021   00:59 Diperbarui: 24 Februari 2021   01:19 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum era revolusi industri, mesin diesel belum menarik perhatian para ahli saat itu, kemudian perlahan-lahan berganti, yang tadinya kereta kencana akrab dengan hewan yaitu kuda, kemudian mesin diesel memperkenalkan dirinya begitu mesra dan menjanjikan kecepatan dalam arti efektivitas.

Dunia saat ini dalam perkembangan teknologi, telah mengubah banyak hal terutama masalah elektrifikasi. Listrik tidak lagi hanya berfungsi untuk menyalakan lampu pijar atau menyalakan radio tentara saat perang dunia berlangsung, tetapi listrik menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari, tanpa listrik dunia menjadi gelap gulita atau sering disebut dengan istilah Blackout. 

Penulis tidak menjadikan energi listrik sebagai topik utama kita saat ini, tetapi lebih jauh terhadap dampaknya, dengan mengacu pada salah satu contoh pengaplikasian dari listrik tersebut dan telah mempengaruhi kebijakan publik, yaitu transportasi berbasis energi listrik, atau sering disebut kendaraan listrik, mobil listrik, kereta listrik, sepeda listrik, dll. Yang menjadi konsen dari berbagai masalah saat ini dan tentunya masalah dimasa depan. 

Di negara maju, transportasi listrik menjadi hal wajib dalam penggunaannya karena efektivitas waktu menjadi konsen mereka, semakin cepat transportasi tersebut maka akan selalu diminati oleh penggunanya. Transportasi umum menjadi pilihan karena memberi kelebihan, lebih cepat, lebih murah, sehingga dengan kelebihannya itu, peminatnya akan terus bertambah. Jika yang terjadi justru sebaliknya, tentu mereka akan mencari alternatif lain. 

Tidak akan pernah ada kebijakan yang sifatnya selalu positif, tentu sisi negatif dari suatu kebijakan akan selalu timbul oleh karena kebutuhan dan dampak dari masalah yang ditimbulkan, oleh karena itu evaluasi sangat dibutuhkan untuk melakukan checks and balances dari suatu kebijakan tersebut, dan evaluasi kebijakan itu bisa saja datang justru dari kritikan dan perlawanan, dan itu hal biasa dalam kerangka demokrasi yang majemuk dalam kehidupan sehari-hari. Karena negara kita adalah bangsa yang besar. Dan itu tentu saja anugerah.

Kereta listrik tentunya menjadi salah satu impian negara kita untuk selalu berusaha mengikuti peradaban dunia, walaupun negara kita agak sedikit terlambat dalam upaya bersaing dalam hal transportasi umum karena pondasi dan kerangka pembangunan yang keliru dimasa lalu dan berlangsung sangat lama. 

Tetapi kita bukan generasi yang harus menyalahkan generasi dimasa lalu atau yang kini telah menjadi sejarah, karena kita adalah generasi yang harus bangkit dari ketertinggalan. Dan kita sudah waktunya belajar dari kesalahan itu. Kita tidak dilarang belajar dari negara lain tetapi jangan sampai kita dimanfaatkan oleh karena hal itu. 

Di atas kepentingan mereka dalam berbisnis, ada kepentingan orang-orang kecil yang akan menjadi bagian dari kepentingan tersebut. Dan itu sangat penting dan jauh lebih penting karena walaupun mereka adalah bagian kecil tetapi mereka juga adalah bagian dari peradaban itu sendiri. 

Selama era pembangunan ini, dampak postiifnya tentu sangat banyak, begitu juga dampak negatifnya. Itu adalah kepastian yang tak terbantahkan. 

Dalam pembangunan, ada yang diuntungkan, ada yang dirugikan dan ada yang menjadi korban dari pembangunan tersebut. Dan korban akan selamanya menjadi korban jika kita membiarkannya menjadi korban,  dan tidak mengubahnya menjadi bukan korban lagi. Kondisi tata ruang yang semakin sempit tentu saja adalah salah satu faktor pemicu masalah dari setiap pembangunan, terlepas dari dampak positif pembangunan tersebut. 

Akan tetapi menyikapi masalah konflik yang memang sifatnya sangat sentimental karena menyangkut keberlangsungan kehidupan mereka yang terdampak oleh karena pembangunan, dan itu tentu tidak bisa terselesaikan dengan kaidah perhitungan matematis saja, atau dengan metode prinsip ekonomi saja dengan label ganti kerugian. 

Beberapa dari mereka tentu memilih untuk tidak terlibat dalam masalah ini dengan cara menolak dan beberapa lagi tentu menjadi terlibat karena adanya faktor lain. Keterpaksaan timbul di saat mereka yang terdampak tidak memiliki pilihan untuk berkata tidak, di saat yang lain berkata sebaliknya. 

Peradaban kita yang akrab dengan situasi pembangunan dengan model seperti ini tentu akan berdampak dimasa yang akan datang, walaupun impian para pendiri bangsa kita tidak ingin seperti itu. Impian para pendiri bangsa kita tentu saja ingin melihat bangsanya menjadi mandiri dalam kemajuan peradabannya sendiri, tanpa ada paksaan atau titipan paksaan dari bangsa lain. 

Nasionalisme bukan hanya berbicara tentang cinta terhadap negara, karena nasionalisme dalam hal yang paling dasar dan utama yaitu kita menjadi pembela bangsa kita sendiri, meskipun godaan dalam bentuk apapun bernada merdu ditelinga kita. Setidaknya mental pemimpin kita harusnya seperti itu. 

Tanpa berbicara hasil survei dan data yang koheren dengan masalah tersebut, secara sederhana jika kita ingin berpikir jangka panjang tentu masalah investasi yang datang dari luar perlu untuk dievaluasi tidak hanya persoalan ekonomi saja, tentu sosial, juga budaya dan aspek lain juga memiliki persoalan yang sama. 

Energi listrik menjadi masalah yang sangat negatif dimasa yang akan datang jika hal apapun yang terkait dengan energi listrik tersebut tidak dilakukan evaluasi, dan evaluasi yang paling terakhir adalah di saat peradaban berhenti menggunakan energi listrik, apa yang akan terjadi? Jika generasi dimasa yang akan datang berkata karena energi listrik, kita terlihat begitu serakah dalam merusak banyak hal, terutama merusak keberlangsungan hidup dalam arti ekologis. 

Dan pada akhirnya, peradaban terus berkembang dengan segala bentuk masalahnya, hingga akhirnya kita merasa bersalah karena telah terlibat dan bahkan dalam ketidak terlibatan, kita pun ikut merasakan dampaknya. 

Secanggih bagaimanapun teknologi, kita adalah makhluk hidup yang tidak dapat bertahan hidup jika kita tidak memiliki tempat untuk hidup. Jika tempat untuk kita hidup terus menerus mengalami kerusakan/destruktif, tentu itu adalah hal idiot jika membiarkannya. Hanya karena sebuah kemajuan, lalu kita korbankan keberlangsungan kehidupan, itu hal yang paling idiot untuk dilakukan. 

Semakin besar kebutuhan akan energi listrik oleh karena transportasi berbasis listrik, maka semakin besar beban listrik yang ditanggung. Dan dibalik energi listrik yang adalah output terakhir dari perjalanan energi, dari sumbernya jika dibedah, listrik adalah salah satu pemicu kerusakan ekosistem. 

Di saat penulis mengetik tulisan ini dengan laptop dalam kondisi tercharge ke listrik, di tempat lain terjadi penambangan batu bara yang menjadi supplai dari listrik laptop penulis, oleh karena itu kemajuan peradaban tidak terlepas dari kerusakan yang ditimbulkan oleh karena kemajuannya sendiri. Suatu kota yang maju, akan meninggalkan bekas kemajuannya dari tempat lain. 

Saluran transmisi dan distribusi listrik jawa-bali yang adalah terbesar dan membutuhkan suplai energi fosil yang besar, menjadikannya penyumbang lubang galian tambang batubara di pulau seberang, sumatera-kalimantan. Kemajuan di suatu tempat, adalah kerusakan di tempat lain. Tentu hal ini sulit untuk kita mengerti jika kita selalu berpacu pada prinsip ekonomi saja, tidak menjadikan kehidupan dimasa yang akan datang menjadi perhatian lebih, dari pada selalu berbicara tentang teknologi. 

Sudah waktunya kita memikirkan untuk mengurangi pemanfaatan energi listrik dalam jumlah yang sangat besar, untuk melakukan evaluasi sejak dini sebelum bencana hadir dan menjadi keseharian kita. 

Energi listrik tidak negatif dalam hal penggunaannya, tetapi dalam hal produksinya energi listrik dapat sangat negatif. Jika energi listrik tercipta dari proses yang destruktif dalam kajian ekologis yang sangat besar dampaknya, itu perlu dievaluasi. Bahkan energi terbarukan yang menjadi konsen penulispun tidak luput dari evaluasi, selalu dilakukan evaluasi dalam hal pembelajaran di dunia akademisi dan dalam dunia praktisi pun selalu dilakukan evaluasi. 

Evaluasi bukan hanya secara metodologis saja, tetapi secara mendasar dan konseptual pun harus dilakukan evaluasi. Jika kita ingin melihat generasi dimasa depan tersenyum melihat foto kita yang telah menjadi sejarah dimasa mereka, penulis berharap tulisan tidak berharga ini dapat terbaca oleh mereka yang adalah penentu dalam kebijakan. Terutama kebijakan pada sektor penggunaan energi listrik dalam skala besar pada transportasi berbasis listrik. Sehingga tidak memicu tambahan masalah dimasa yang akan datang. 

Yang terakhir, latar foto di atas saat penulis berada di denpasar, underpass simpang tugu I Gusti Ngurah Rai, saat keluar dari bandara internasional I Gusti Ngurah Rai. Welcome back to denpasar, pulau dewata bali. hehehe Terima kasih sudah membaca hingga akhir tulisan ini, walaupun tulisan ini masih 1/4 dari keseluruhan gagasan dari topik yang akan dibahas, sampai ketemu dalam lanjutan topik ini berikutnya.

Denpasar, 24 februari 2021

Servinus
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Udayana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun